3 Interaksi Obat – Penyakit yang Perlu Diwaspadai

Oleh :
dr.Bedry Qintha

Interaksi obat-penyakit merupakan kondisi di mana farmakoterapi yang digunakan untuk mengobati suatu penyakit menyebabkan memburuknya penyakit lain yang dialami pasien. Hal ini dapat menyebabkan efek samping serius ataupun kematian.

Jika dokter menyadari terdapat potensi interaksi obat-penyakit, maka penggunaan obat harus dihindari, disesuaikan, atau disertai pemantauan klinis ketat. Pasien usia lanjut merupakan salah satu populasi yang rentan mengalami interaksi obat-penyakit karena sering memiliki banyak komorbiditas dan polifarmasi.[1,2]

3 Interaksi Obat dan Penyakit yang Perlu Diwaspadai

Propranolol dan Asma

Propranolol merupakan obat golongan non-selective beta blocker atau penghambat beta-adrenergik yang sering digunakan dalam penanganan berbagai gangguan kardiovaskular, termasuk hipertensi, aritmia jantung, dan gagal jantung kongestif. Penggunaan propranolol sering dikaitkan dengan efek samping berupa bronkokonstriksi akut dan eksaserbasi asma yang berat.

Dalam sebuah meta analisis yang mengevaluasi 24 uji klinis dengan total 1301 partisipan, pemberian propranolol dilaporkan berkaitan dengan peningkatan bermakna insidensi serangan asma dibandingkan plasebo. Propranolol yang diberikan secara infus intravena menghasilkan peningkatan risiko yang lebih tinggi dibandingkan pemberian per oral. Studi ini menganjurkan untuk menghindari pemberian propranolol pada pasien dengan riwayat asma.[3]

FDA telah memasukkan asma sebagai kontraindikasi dalam penggunaan propranolol. Menurut FDA, propranolol diduga menyebabkan inhibisi bronkodilasi akibat adanya produksi katekolamin endogen. Propranolol juga meningkatkan resistensi jalan napas dan bronkospasme, terutama pada pasien dengan riwayat asma.[4]

Diphenhydramine dan Glaukoma

Berbagai obat antihistamin oral, termasuk diphenhydramine, telah dilaporkan terlibat dalam serangan penutupan sudut akut pada pasien dengan narrow angle glaucoma. Diphenhydramine merupakan antagonis reseptor histamin-H1 generasi pertama yang digunakan pada berbagai kasus alergi seperti rhinitis alergi, common cold, dan motion sickness. Diphenhydramine sering ditemukan dalam sediaan obat kombinasi untuk flu yang dijual bebas (tanpa resep).

Reseptor H1 memiliki hubungan filogenetik dengan reseptor muskarinik, sehingga konsumsi anihistamin H1 seperti diphenhydramine dapat mempengaruhi reseptor muskarinik juga. Diphenhydramine diduga dapat menyebabkan glaukoma akibat efek midriasis pada pupil mata dan penutupan sudut iridokorneal.[5-7]

Meskipun tidak dikontraindikasikan pada pasien glaukoma atau peningkatan tekanan intraokular, penggunaan diphenhydramine tetap perlu berhati-hati pada populasi pasien ini. Lakukan pemantauan tanda klinis peningkatan tekanan intraokular dan glaukoma akut, serta lakukan pemeriksaan tekanan intraokular sesuai indikasi.[7]

Pseudoephedrine dan Hipertensi

Pseudoephedrine merupakan dekongestan nasal yang dijual bebas, yang sering digunakan pada pasien yang mengalami flu, hay fever, ataupun urtikaria. Pseudoephedrine adalah simpatomimetik dengan mekanisme aksi campuran, langsung dan tidak langsung. Obat ini secara tidak langsung merangsang reseptor alfa-adrenergik dan menyebabkan pelepasan norepinefrin endogen (NE) dari granul neuron. Selain itu, pseudoephedrine juga secara langsung merangsang reseptor beta-adrenergik.

Pseudoephedrine memiliki efek yang mirip dengan efedrin meskipun sedikit lebih lemah. Oleh sebab itu, pseudoephedrine juga memiliki kemampuan untuk menginduksi takikardia dan meningkatkan tekanan darah sistolik.

Dalam sebuah meta analisis terdahulu yang mengevaluasi 24 uji klinis dengan total partisipan 1285 pasien, penggunaan pseudoephedrine dibuktikan berkaitan signifikan dengan peningkatan tekanan darah sistolik dan denyut jantung. Penggunaan pseudoephedrine juga telah dilaporkan menyebabkan kasus sindrom koroner akut pada pasien dengan risiko kardiovaskuler.[8-10]

FDA telah menjadikan hipertensi berat dan penyakit jantung koroner sebagai kontraindikasi penggunaan pseudoephedrine. Perlu dicatat pula bahwa penggunaan pseudoephedrine bersama dengan obat antihipertensi dapat menurunkan efikasi antihipertensi. Sedangkan penggunaan pseudoephedrine dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) seperti selegiline dapat menyebabkan krisis hipertensi.[11]

Kesimpulan

Berbagai obat yang sering digunakan secara medis, seperti propranolol, diphenhydramine, dan pseudoephedrine, memiliki potensi interaksi dengan berbagai penyakit yang sudah dimiliki pasien. Oleh sebab itu, pemberian obat tersebut perlu berhati-hati pada pasien yang memiliki morbiditas multipel. Sebagai contoh, propranolol tidak diberikan pada pasien yang memiliki asma, sedangkan pseudoephedrine tidak diberikan pada pasien dengan hipertensi berat.

Referensi