Alternatif Susu Pengganti pada Bayi Alergi Susu Sapi

Oleh :
dr. Amelia Febrina

Bayi dengan alergi susu sapi membutuhkan alternatif susu pengganti untuk mencegah terjadinya defisiensi nutrisi. Kebanyakan susu formula menggunakan basis susu sapi. Hingga saat ini, pilihan susu pengganti masih menjadi perdebatan.

Alergi susu sapi berbeda dengan intoleransi laktosa. Alergi susu sapi merupakan reaksi hipersensitivitas yang dipicu oleh mekanisme imun spesifik dari susu sapi yang umumnya disebabkan oleh reaksi imunologis yang tidak diperantarai oleh IgE. Susu alternatif yang diberikan untuk bayi dengan alergi susu sapi, tergantung dari status nutrisi bayi.[1–3]

Depositphotos_123956768_m-2015_compressed

Angka kejadian alergi susu sapi diperkirakan mencapai 2–3% pada populasi bayi, menjadikan alergi susu sapi sebagai alergi makanan paling sering pada bayi. Gejala alergi susu sapi mulai terlihat sebelum usia 1 bulan, dan umumnya terjadi pada 1 minggu pertama setelah mengonsumsi protein susu sapi.[2–4]

Gejala dari alergi susu sapi dapat dibagi berdasarkan reaksi imun yang diperantarai oleh IgE, dan tidak diperantarai oleh IgE, serta kombinasi dari dua reaksi tersebut. Mayoritas anak yang terkena alergi susu sapi memiliki beberapa gejala pada lebih dari 1 sistem organ. Pada pasien alergi susu sapi dengan reaksi tanpa perantara IgE, umumnya gejala terjadi pada traktus gastrointestinal dan/atau kulit setelah 2 jam terpapar dengan susu sapi.[1,5]

Tata Laksana dan Dampak Negatif

Tata laksana utama dari alergi susu sapi adalah eksklusi susu sapi dari diet pasien. Eliminasi susu sapi dari diet menghasilkan remisi sekitar 85%. Pada bayi yang masih mengonsumsi air susu ibu (ASI), ibu harus mengeliminasi produk berbahan dasar susu sapi dari dietnya.[6]

Namun, mengeksklusi susu sapi dapat menyebabkan dampak negatif karena susu sapi merupakan sumber utama dari kalsium, fosfor, protein, lipid, serta berbagai vitamin, seperti B2 (riboflavin), B5 (asam pantothenic), B12 (cobalamin), dan D. Dampak negatif ini dapat memengaruhi status nutrisi dan pertumbuhan bayi.[4]

Penelitian oleh Isolauri, et al. pada 100 bayi alergi susu sapi, dengan rata-rata usia 7 bulan, mendapatkan beberapa perbedaan dibandingkan bayi sehat, seperti penurunan indeks antropometri yang disertai dengan serum albumin rendah, konsentrasi urea yang tidak normal, dan serum asam phospholipid docosahexaenoic acid rendah. Gangguan pertumbuhan juga lebih terlihat pada pasien dengan onset alergi dini, dibandingkan onset lambat.[1]

Pada studi potong lintang oleh Kvanmen, et al. terhadap 57 anak alergi susu sapi dengan rata–rata usia 7 bulan, terdapat defisiensi zat besi, zinc, dan vitamin D, disertai dengan risiko defisiensi vitamin B12 lebih tinggi pada bayi yang tidak mengonsumsi susu sapi, walaupun sudah diberikan ASI.[7]

Alternatif Susu Pengganti Susu Sapi

Susu formula dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi, tetapi pilihan susu formula yang tepat masih menjadi perdebatan. Pemilihan susu formula sebaiknya berdasarkan kondisi klinis, usia, nutrisi, residu alergen, palatabilitas, serta biaya.

Secara umum, untuk bayi usia di bawah 6 bulan yang tidak bisa mendapat ASI dan alergi susu sapi, susu formula yang direkomendasikan adalah susu terhidrolisat ekstensif dan formula asam amino. Susu kedelai dapat digunakan pada bayi berusia lebih dari 6 bulan.[1,8]

Formula Terhidrolisat Protein Susu Sapi Ekstensif

Susu formula terhidrolisat protein susu sapi ekstensif merupakan susu formula yang mengandung oligopeptida dengan berat molekul <3000 Da. Penggunaan susu terhidrolisat protein susu sapi ekstensif secara eksklusif merupakan tata laksana untuk bayi dengan alergi susu sapi ringan hingga sedang, dengan resiko rendah reaksi anafilaksis. Namun, kekurangan dari susu ini adalah rasa yang pahit dan harga yang cukup mahal.[1,8,9]

Susu Formula Asam Amino

Formula asam amino merupakan susu dengan protein dalam bentuk asam amino bebas dan tanpa peptida, sehingga dianggap satu-satunya formula yang non-alergenik. Penggunaan formula asam amino ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu harganya yang cukup mahal dan palatabilitas yang rendah.[1]

Susu formula asam amino diindikasikan pada pasien yang tidak berespon baik terhadap susu formula terhidrolisat protein susu sapi ekstensif, adanya reaksi alergi pada ASI eksklusif, gangguan pertumbuhan, alergi makanan multipel, dan gejala alergi berat, misalnya anafilaksis.[8]

Formula Isolat Protein Kedelai

Formula isolat protein kedelai direkomendasikan karena biaya yang cukup murah dan palatabilitas yang lebih baik dari susu terhidrolisat ekstensif. Namun, penggunaannya diindikasikan untuk usia di atas 6 bulan, sebab adanya kemungkinan alergi terhadap bahan kedelai transgenik.[8]

Metaanalisis dari Vandenplas, et al. menyatakan bahwa formula kedelai mengandung fitoestrogen berupa isoflavon dalam jumlah relatif tinggi yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen sehingga menimbulkan efek estrogenik yang berdampak pada perkembangan seksual, fungsi reproduksi, neuroendokrin, perkembangan neurobehavior, fungsi imun, serta tiroid. Hingga kini, bukti klinis yang ada tidak mendukung dugaan tersebut.[8,9]

Formula Terhidrolisat Beras Ekstensif

Tinjauan terhadap 11 uji klinis oleh Bocquet, et al. mendapatkan penggunaan formula terhidrolisat beras pada anak dan bayi yang mengalami alergi susu sapi tidak menyebabkan reaksi alergi silang. Tidak hanya itu, didapatkan juga kurva pertumbuhan yang membaik dan terjadinya catch-up growth.[10]

Palatabilitas formula beras terhidrolisat dinilai lebih baik dibandingkan formula protein susu sapi terhidrolisa, tetapi lebih pahit dari formula isolat protein kedelai. Harga formula ini juga tergolong lebih murah dibandingkan formula kasein, sehingga bisa dijadikan tata laksana pilihan pada alergi susu sapi. Namun, kekurangan formula beras terhidrolisat adalah ketersediaannya yang masih terbatas.[4,6,11]

Jenis Susu Lainnya

Susu lainnya, seperti susu almond, gandum, dan kacang tidak dapat digunakan sebagai substitusi nutrisi bayi dengan alergi susu sapi. Susu yang tidak termodifikasi, seperti susu kedelai, beras, serta susu dari mamalia spesies lainnya seperti kuda, kambing, dan domba, juga sebaiknya tidak digunakan pada pasien alergi susu sapi, karena tingginya risiko reaktivitas silang dari alergen, serta nutrisi yang tidak adekuat.[1,6]

Nutrisi Tambahan

Susu sapi merupakan sumber penting dari kalsium, fosfor, vitamin B2, vitamin B5, vitamin B12, vitamin D, protein dan lipid. Berkurangnya intake dari susu sapi akibat alergi dapat mengakibatkan defisiensi nutrisi, terutama kalsium dan vitamin D. Suplementasi mungkin dibutuhkan untuk memelihara kecukupan nutrisi.[8]

Kalsium

Konsumsi kalsium yang tidak adekuat dapat ditemukan pada pasien yang tidak mengonsumsi protein dari susu sapi, hal ini juga dapat dilihat pada pasien yang sudah mengonsumsi susu formula. Kurangnya intake dari kalsium dilaporkan dapat meningkatkan resiko terjadinya fraktur di kemudian hari.[12]

Sebuah studi randomized clinical trial (RCT) menunjukan bahwa kalsium tambahan yang diberikan dalam dosis 500–1000 mg/hari menunjukan efek yang positif pada bone mineral density. Penyerapan suplemen kalsium lebih efektif apabila dikonsumsi tidak bersamaan dengan makanan kaya zat besi dan dosis dibawah atau sama dengan 500 mg.[12,13]

Suplemen kalsium umumnya diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, ketika bayi sudah mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sehingga konsumsi susu formula berkurang. Meskipun bayi di bawah 6 bulan jarang membutuhkan kalsium tambahan, sebaiknya konsumsi susu formula tetap dinilai dari waktu ke waktu. Kalsium tambahan sebesar 500 mg/hari dibutuhkan ketika intake dari susu kurang dari 500 mL/harinya.[8,12]

Vitamin D

Eksklusi susu sapi pada diet sering dikaitkan dengan defisiensi vitamin D. Pemberian kalsium sebaiknya selalu dikombinasikan dengan vitamin D untuk mencegah osteomalasia dan riketsia. Vitamin D tambahan yang direkomendasikan oleh The European Society for Paediatric Gastroenterology (ESPGHAN) adalah sebanyak 10 μg/hari atau setara dengan 400 IU, untuk anak usia 0–2 tahun dengan alergi susu sapi.[7,12]

Kesimpulan

Alergi susu sapi merupakan salah satu alergi yang paling sering terjadi pada bayi dan anak di dunia. Tata laksana utamanya adalah eksklusi protein susu sapi dari diet bayi. Namun, eksklusi susu sapi dapat menyebabkan dampak negatif pada status nutrisi dan pertumbuhan bayi, karena susu sapi merupakan sumber utama dari kalsium, fosfor, vitamin B2 (riboflavin), B5 (asam pantothenic), B12 (cobalamin), D, protein dan lipid.

Nutrisi pengganti dari protein susu sapi harus diperhatikan berdasarkan usia, klinis, status nutrisi, ketersediaan serta biaya dari susu formula. Formula terhidrolisat ekstensif protein susu sapi merupakan tata laksana pilihan pada bayi usia di bawah 6 bulan tanpa risiko syok anafilaktik.

Formula asam amino dapat digunakan pada kasus alergi yang berat, misalnya anafilaksis. Formula terhidrolisat protein beras dapat digunakan sebagai pilihan kedua, sebab ketersediaan formula ini masih terbatas. Formula isolat protein kedelai hanya dianjurkan pada bayi usia di atas 6 bulan.

Kalsium dan vitamin D dianjurkan sebagai nutrisi tambahan untuk bayi dengan alergi susu sapi. Dosis suplemen kalsium adalah 500 mg/hari, dan hanya diperlukan apabila konsumsi susu formula dari bayi kurang dari 500 mL/hari. Vitamin D yang direkomendasikan oleh ESPGHAN adalah 10 μg/hari untuk anak usia 0–2 tahun.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi