Studi Literatur - Bahaya Blue Light

Oleh :
dr. Paulina Livia Tandijono

Saat ini penggunaan gadget dan alat elektronik lain membuat isu bahaya blue light marak dibahas. Artikel ini akan mengulas bukti medis terkini mengenai benar atau tidaknya bahaya blue light, apa saja bahaya yang mungkin terjadi, dan apakah blue light filter yang saat ini banyak digunakan di kacamata dan lensa intraokular benar dapat melindungi mata dari bahaya blue light.

Definisi Blue Light

Salah satu sumber cahaya buatan yang sedang marak digunakan saat ini adalah light emitting diode (LED). Karena ukurannya yang kecil, LED bisa digunakan untuk layar berbagai alat elektronik seperti telepon genggam, laptop, dan televisi.[1]

shutterstock_1379694356

Namun, meskipun memiliki warna yang beragam, seluruh LED memiliki spektrum cahaya biru (blue) dengan panjang gelombang sekitar 450–470 nm. Gelombang ini sering juga disebut sebagai cahaya short-wavelength. Seiring berjalannya waktu, emisi blue light yang dipancarkan oleh LED dilaporkan semakin meningkat.[1]

Efek Blue Light terhadap Kesehatan Mata

Sesuai yang telah disebutkan, LED memiliki spektrum cahaya yang berbeda dengan sumber cahaya lain. Cahaya dari LED juga akan langsung dilihat oleh mata dan hal ini berbeda dengan proses membaca tradisional yang melihat refleksi cahaya pada buku atau kertas. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mempelajari dampak blue light terhadap kesehatan mata.[1,2]

Interaksi Cahaya dengan Mata Secara Umum

Cahaya dapat merusak mata melalui tiga mekanisme, yaitu secara photomechanical, photothermal, dan photochemical. Pada mekanisme photomechanical, peningkatan energi yang diterima oleh retinal pigment epithelium (RPE) secara mendadak dapat merusak RPE dan merusak fotoreseptor secara permanen.

Sementara itu, pada mekanisme photothermal, kerusakan RPE terjadi akibat paparan cahaya singkat (100 milidetik sampai 10 detik) yang intens sehingga timbul peningkatan suhu jaringan.

Pada proses photochemical, kerusakan terjadi akibat paparan cahaya yang terlihat (spektrum 390–600 nm) dengan intensitas tinggi. Photochemical adalah jenis kerusakan yang paling sering terjadi. Kerusakan ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu paparan durasi pendek (<12 jam) dengan intensitas tinggi dan paparan durasi panjang (12–48 jam) dengan intensitas lebih rendah. Tipe pertama akan merusak RPE, sementara tipe kedua akan merusak fotoreseptor.[1,2]

Interaksi Blue Light dengan Mata

Blue light dapat menimbulkan kerusakan pada RPE melalui mekanisme photochemical yang berdurasi pendek tetapi intens. Pigmen rodopsin memiliki kemampuan untuk menyerap proton. Kemampuan ini meningkat dengan paparan blue light. Akibatnya, jumlah proton yang dimiliki sel bertambah dan melebihi ambang batas sehingga timbul kerusakan sel.

Kerusakan ini memicu produksi reactive oxygen species (ROS). Akumulasi ROS dapat menyebabkan stres oksidatif dan meningkatkan jumlah lipofuscin di RPE. Lipofuscin adalah chromophore yang dapat mengganggu suplai nutrisi fotoreseptor. Selain itu, lipofuscin juga dapat bersifat phototoxic jika menyerap blue light. Hal ini akan memperparah kerusakan retina dan diperkirakan sebagai salah satu penyebab age-related macular degeneration (AMD).[1-3]

Namun, hubungan blue light dengan AMD sebenarnya masih menjadi perdebatan. Meskipun banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa blue light meningkatkan risiko AMD, beberapa penelitian menyatakan bahwa peningkatan tersebut tidak signifikan. Perbedaan antar hasil penelitian ini disebabkan oleh banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan AMD.[1,2,4]

Studi melaporkan bahwa blue light (464 nm) menimbulkan kerusakan lebih berat daripada green light (522 nm) dan white light (456 nm dan 553 nm). Selain itu, jumlah ROS yang dihasilkan pun lebih banyak. Panjang gelombang, intensitas paparan, dan durasi paparan akan memengaruhi beratnya kerusakan retina. Paparan berulang akan menyebabkan kerusakan lebih parah dibandingkan paparan tunggal dengan jumlah yang sama.[1]

Efek Blue Light terhadap Gangguan Tidur

Intrinsically photosensitive retinal ganglion cells (ipRGCs) adalah fotoreseptor yang mengandung melanopsin. Meskipun tidak terlibat dalam proses penglihatan, fotoreseptor ini berperan penting dalam pengaturan siklus sirkadian. Melanopsin bersifat sensitif terhadap cahaya dan berfungsi untuk memberikan informasi pada bagian otak yang mengatur siklus sirkadian. Melanopsin menyerap cahaya, terutama pada spektrum 470–480 nm.[1,2]

Suatu penelitian di Boston menyatakan bahwa blue light dengan spektrum 460–480 nm lebih efektif dalam mengubah siklus sirkadian manusia dibandingkan sinar monokrom (555 nm). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa paparan LED sebelum tidur atau pada malam hari dapat memperlambat waktu tidur dan mempercepat waktu bangun sehingga durasi tidur menjadi lebih pendek.

Selain itu, LED juga menurunkan rasa kantuk dan meningkatkan kesadaran. Perubahan pola tidur ini dihubungkan dengan penurunan sekresi melatonin akibat LED.[1,5,6]

Hal yang sebaliknya dilaporkan pada orang lanjut usia. Pada usia tua, lensa mata menjadi keruh sehingga transmisi blue light (baik dari LED maupun sinar matahari) berkurang. Paparan blue light pada orang lanjut usia tidak menyebabkan penurunan melatonin seperti yang terjadi pada populasi yang lebih muda. Justru, jumlah blue-light yang diterima menjadi terlalu sedikit. Hal ini juga dapat menyebabkan gangguan tidur pada orang lanjut usia.[1,2]

Dalam dunia medis, blue light dapat digunakan untuk terapi gangguan tidur dan depresi yang berhubungan dengan gangguan irama sirkadian. Blue light digunakan untuk mengatur irama sirkadian yang terganggu supaya kembali normal. Perbaikan irama sirkadian ini kemudian akan menyebabkan perbaikan fungsi kognitif.[2,5]

Meta analisis tahun 2022 menyimpulkan bahwa blue light dapat secara positif memengaruhi kinerja kognitif, kewaspadaan, dan waktu reaksi, sehingga mungkin bermanfaat bagi atlet dalam olahraga tim yang membutuhkan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Namun, blue light juga memiliki efek negatif, yaitu penurunan kualitas dan durasi tidur, yang dapat memperburuk kinerja dan pemulihan fisik/kognitif seorang atlet.[11]

Pencegahan Bahaya Blue Light

Suatu penelitian menyatakan bahwa blue light spektrum 400–460 nm lebih berbahaya daripada blue light spektrum 470–490 nm. Pihak industri kemudian disarankan untuk mengembangkan layar yang memancarkan spektrum 470–490 nm.

Pencegahan juga dapat dilakukan melalui pembatasan waktu paparan. American Academy of Pediatrics menyarankan penggunaan gadget <2 jam/hari. Namun, karena hal ini mungkin sulit dilakukan, berbagai metode perlindungan lain seperti gadget dengan blue light filter, kacamata blue light blocking, dan lensa intraokular (IOL) blue light blocking mulai banyak diteliti.[1,3,7]

Gadget dengan Blue Light Filter

Menyadari potensi bahaya blue light, pihak industri kini memproduksi gadget dengan fitur “blue light filter”. Fitur ini akan menurunkan pancaran blue light dari layar. Walau demikian, manfaat dari filter ini masih belum didukung oleh bukti ilmiah.

Kacamata dan Lensa Intraokular Blue Light Blocking (BB)

Suatu tinjauan literatur tahun 2017 mempelajari 3 studi yang meneliti efek perlindungan kacamata BB. Hanya satu studi yang menyatakan ada perbaikan siklus tidur pada pasien insomnia yang menggunakan kacamata high-BB dibandingkan low-BB. Sementara itu, dua studi lainnya menunjukkan bahwa kacamata BB tidak memperbaiki gejala mata lelah (eye strain) maupun meningkatkan kualitas penglihatan (ketajaman visus, sensitivitas kontras, glare, dan lain-lain).[8]

Efek IOL-BB masih dalam perdebatan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa IOL-BB meningkatkan kualitas penglihatan dan mengurangi glare. Bahkan, ada penelitian yang menunjukkan bahwa IOL-BB bersifat protektif terhadap AMD karena dapat mengurangi jumlah lipofuscin dan ROS. Sayangnya, efek ini belum terbukti signifikan secara klinis. Penelitian lain juga menunjukkan tidak adanya perbedaan kualitas penglihatan antara IOL biasa dan IOL-BB.[4,7,9]

Efek lain yang juga masih diperdebatkan adalah penurunan kemampuan penglihatan dalam keadaan gelap (scotopic) atau kurang cahaya (mesopic) akibat IOL-BB dan efek gangguan ritme sirkadian karena jumlah blue light yang diterima menjadi terlalu sedikit. Efek-efek negatif ini juga masih menunjukkan hasil inkonsisten ketika dipelajari oleh berbagai studi yang berbeda.[7,10]

Secara teori, kacamata dan IOL-BB dapat memberikan efek protektif pada mata dengan menurunkan transmisi blue light. Namun, hal ini belum dibuktikan bermanfaat secara klinis. Studi-studi yang sudah dilakukan masih memberikan hasil yang inkonsisten.[9]

Kesimpulan

Blue light adalah gelombang cahaya pendek (biru) dengan panjang 450–470 nm, yang sering dipancarkan oleh peralatan elektronik seperti telepon genggam, laptop, dan TV. Efek negatif yang dapat ditimbulkan oleh paparan blue light berlebih adalah gangguan siklus sirkadian, pemendekan waktu tidur, serta kerusakan RPE dan fotoreseptor. Kerusakan retina ini juga diduga merupakan salah satu penyebab AMD, tetapi hal ini masih belum terbukti.

Untuk mengurangi risiko bahaya blue light, industri elektronik telah disarankan untuk menggunakan blue light spektrum 450–490 nm. Bagi pengguna, sayangnya hingga saat ini efek protektif kacamata atau IOL-BB masih diperdebatkan. Secara teori, keduanya dapat memberikan efek positif dengan menurunkan transmisi blue light. Namun, bukti yang ada saat ini masih belum cukup untuk memastikan dampak klinisnya.

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi