Bukti Ilmiah Potensi Koenzim Q10 untuk Tata Laksana Gagal Jantung

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Koenzim Q10 adalah senyawa larut lemak yang diduga bermanfaat dalam tata laksana gagal jantung. Gagal jantung, baik tipe preserved atau reduced ejection fraction, meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien di seluruh dunia. Gagal jantung merupakan kondisi energy-depleted yang berkaitan dengan rendahnya produksi adenosin trifosfat (ATP), disfungsi mitokondria, abnormal calcium handling, peningkatan reactive oxygen species, dan disfungsi endotel miokardium.

Saat ini sudah tersedia banyak terapi gagal jantung yang bekerja dengan memodulasi jalur neurohormonal, seperti pada aksis renin-angiotensin-aldosteron. Namun, terapi tersebut mempunyai keterbatasan akibat efek sampingnya, sehingga masih dibutuhkan opsi terapi lain dengan profil netral terhadap hemodinamik pasien. [1-4]

heartfailcomp

Mekanisme Kerja Koenzim Q10 pada Gagal Jantung

Koenzim Q10 (CoQ10) hadir dalam dua bentuk berbeda, yaitu dalam bentuk reduksi sebagai Ubiquinol dan bentuk oksidasi sebagai Ubiquinone. Koenzim Q10 merupakan senyawa larut lemak yang terlibat pada fosforilasi oksidatif mitokondria. Bukti klinis menunjukkan bahwa substansi ini memiliki manfaat antioksidan dan berperan pada produksi adenosin trifosfat (ATP).

Manfaat pemberian CoQ10 pada pasien gagal jantung dapat dijelaskan melalui sejumlah mekanisme :

  • CoQ10 akan meningkatkan pembentukan ATP dan energi sel dengan cara mediasi transfer elektron pada rantai transpor elektron
  • CoQ10 dapat mengurangi stres oksidatif, mencegah terjadinya oksidasi membran dan peroksidasi lipid
  • CoQ10 meningkatkan sintesis ATP dengan cara menstabilisasi calcium dependent ion channels di miokardium
  • CoQ10 menghalangi reaksi antara Nitric Oxide (NO) dengan peroksidase, sehingga secara tidak langsung melindungi NO dan bisa mengurangi resistensi vaskular, sekaligus meningkatkan fungsi ejeksi jantung [1,2,4]

Data penelitian menemukan bahwa terdapat deplesi kadar CoQ10 miokardium pada kondisi gagal jantung. Derajat defisiensi CoQ10 ternyata berkorelasi dengan derajat keparahan gejala gagal jantung, dimana kadar CoQ10 paling rendah ditemukan pada pasien gagal jantung New York Heart Association (NYHA) kelas IV. Selain itu, studi observasional oleh Molyneux et al menemukan CoQ10 sebagai prediktor independen terhadap kesintasan pasien gagal jantung kronis. [1,2,4,5]

Bukti Klinis Pemberian Koenzim Q10 pada Pasien Gagal Jantung

Sudah ada sejumlah penelitian klinis yang menyelidiki dampak pemberian Koenzim Q10 (CoQ10) pada pasien gagal jantung. [1-4] Salah satunya, meta analisis oleh Fotino et al pada tahun 2013 yang meneliti mengenai efek CoQ10 terhadap fraksi ejeksi dan klasifikasi NYHA pasien gagal jantung. Mereka menyimpulkan bahwa pemberian CoQ10 mampu memperbaiki fraksi ejeksi dan klasifikasi NYHA pasien. Namun, pada analisis subgrup post hoc, ditemukan bahwa peningkatan fraksi ejeksi hanya signifikan pada partisipan dengan baseline fraksi ejeksi ≥ 30%. [6]

Pada tahun 2014, tinjauan sistematik Cochrane mengevaluasi tujuh uji acak terkontrol dengan total 914 pasien yang membandingkan keamanan dan efikasi pemberian CoQ10 dengan plasebo pada pasien gagal jantung. Namun, tinjauan ini menyatakan bahwa studi yang ada masih terlalu heterogen dan memiliki metode penelitian yang kurang baik untuk menarik kesimpulan mengenai efikasi dan keamanan CoQ10. [7]

Sebagai tindak lanjut dari isu tersebut, percobaan Q-SYMBIO dilakukan. Percobaan Q-SYMBIO merupakan penelitian acak terkontrol multicenter yang mencakup 420 pasien gagal jantung derajat sedang-berat. Pada grup terapi, CoQ10 sebanyak 100 mg tiga kali sehari ditambahkan ke terapi standar gagal jantung, dengan durasi penelitian mencapai 2 tahun.

Dalam 16 minggu pertama (short term end point), belum ada perbedaan bermakna dalam hal kelas fungsional NYHA, skor visual analogue scale (untuk dispnea, kelelahan dan gejala lain), N-terminal pro-brain natriuretic polypeptide (NT-proBNP), dan tes berjalan 6 menit antara grup terapi CoQ10 dengan plasebo. Namun, untuk long term endpoint (2 tahun), ditemukan reduksi signifikan pada Major Adverse Cardiovascular Events (MACE), kelas fungsional NYHA, dan NT-proBNP pada grup CoQ10. Pada penelitian ini, MACE  didefinisikan sebagai rawat inap karena perburukan gagal jantung, kematian akibat sebab kardiovaskular, transplantasi jantung darurat, atau kebutuhan bantuan mekanik artificial.

Hasil penelitian Q-SYMBIO memperlihatkan bahwa pemberian suplemen CoQ10 jangka panjang pada pasien gagal jantung tampaknya aman dan mampu memperbaiki gejala serta mengurangi mortalitas pasien gagal jantung. [1,8-11]

Mayoritas penelitian terhadap CoQ10 yang sudah dilakukan sebelumnya berfokus pada pasien gagal jantung dengan low ejection fraction. Penelitian dampak CoQ10 pada pasien gagal jantung tipe preserved ejection fraction masih berlangsung saat ini. Penelitian tersebut diperkirakan akan selesai pada bulan maret tahun 2021 mendatang. [12]

Posisi Pedoman Klinis Terhadap Terapi CoQ10 pada Gagal Jantung

Meskipun sudah tersedia begitu banyak uji klinis maupun meta analisis dalam 30 tahun terakhir tentang pemberian Koenzim Q10 (CoQ10) pada pasien gagal jantung, heterogenitas data antara penelitian masih dianggap belum cukup untuk menetapkan kesimpulan akhir atas luaran klinis yang diselidiki. Selain itu, desain penelitian yang ada dianggap masih underpowered untuk menguji keamanan pemberian CoQ10 jangka panjang. Oleh sebab itu, baik pihak American Heart Association/ American College of Cardiology (AHA/ACC) maupun European Society of Cardiology (ESC) masih belum merekomendasikan suplemen CoQ10 pada terapi gagal jantung. [1,13,14]

Kesimpulan

Berdasarkan teori dan bukti klinis awal, pemberian Koenzim Q10 (CoQ10) dapat bermanfaat pada penatalaksanaan gagal jantung, khususnya tipe low ejection fraction. Meski demikian, isu heterogenitas data, desain penelitian yang dianggap inadekuat untuk memastikan keamanan penggunaan jangka panjang, serta masih minimnya data untuk pasien gagal jantung tipe preserved ejection fraction menyebabkan berbagai pedoman klinis belum memasukkan CoQ10 dalam tata laksana standar gagal jantung.

Referensi