Kontroversi Pengaruh ACEI dan ARB terhadap COVID-19

Oleh :
dr. Anastasia Feliciana

Di tengah pandemi coronavirus disease 2019 atau COVID-19, muncul kontroversi mengenai pengaruh angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin II receptor blockers (ARB) terhadap keparahan dan mortalitas penyakit ini.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Beberapa literatur terdahulu menyatakan bahwa antihipertensi golongan ACEI seperti captopril dan lisinopril serta antihipertensi golongan ARB seperti candesartan dan valsartan berdampak buruk terhadap keparahan dan mortalitas COVID-19. Namun, tinjauan sistematik dan meta analisis terbaru menunjukkan bahwa obat-obat golongan tersebut tidak meningkatkan keparahan maupun risiko mortalitas COVID-19.

Sekilas tentang Penyakit Komorbid pada Pasien COVID-19

Diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, dan penyakit paru obstruktif kronik diduga menjadi faktor komorbid yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien COVID-19.[1-3]

shutterstock_1635678595-min

Sebuah studi yang dilakukan Yang et al di Wuhan menyatakan bahwa dari 52 pasien COVID-19 yang dirawat di intensive care unit (ICU), ada 32 pasien yang meninggal dan 50% dari pasien tersebut memiliki penyakit komorbid seperti penyakit serebrovaskular (22%), diabetes mellitus (22%), dan penyakit jantung kronis (9%).[1]

Selain itu, pasien COVID-19 juga ditemukan banyak memiliki komorbid hipertensi. Studi oleh Zhang et al melaporkan bahwa dari 140 pasien yang positif COVID-19, terdapat 30% pasien dengan hipertensi. Studi lain dengan ukuran sampel besar juga menyatakan bahwa dari 1099 pasien COVID-19, sebanyak 23.7% ternyata memiliki hipertensi. Tingginya angka ini menyebabkan pilihan jenis antihipertensi untuk pasien COVID-19 menjadi isu yang sering dibahas.[2,3]

Kontroversi Hipotesis Pengaruh ACEI dan ARB terhadap COVID-19

Di awal pandemi COVID-19, terdapat perbedaan pendapat mengenai dampak ACEI dan ARB terhadap pasien. Beberapa studi saat itu menduga bahwa ACEI dan ARB dapat memperburuk morbiditas dan mortalitas COVID-19, sementara beberapa studi yang lain menyatakan bahwa kedua obat ini bersifat protektif terhadap COVID-19.

Hipotesis tentang Dampak Negatif ACEI dan ARB terhadap COVID-19

Sebuah studi di awal pandemi melaporkan bahwa coronavirus dapat menempel pada sel target melalui angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) yang diekspresikan oleh sel epitel di paru-paru, usus, ginjal, dan pembuluh darah.[4]

Hal tersebut menyebabkan penggunaan ACEI dan ARB ditakutkan dapat memperburuk keparahan COVID-19 dan meningkatkan risiko mortalitas karena obat-obat dari kedua golongan tersebut dapat meningkatkan ekspresi ACE2. Studi oleh Fang et al kemudian menyarankan agar pasien yang diterapi dengan ACEI dan ARB dipantau lebih ketat karena berisiko mengalami COVID-19 yang lebih parah.[5]

Hipotesis tentang Dampak Positif ACEI dan ARB terhadap COVID-19

Secara fisiologis, angiotensinogen diubah menjadi angiotensin I oleh enzim resin lalu diubah menjadi angiotensin II oleh enzim ACE. Angiotensin II ini dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah. Di lain sisi, ACE2 dapat mengubah angiotensin II ini menjadi angiotensin 1–7 yang merupakan vasodilator.

Beberapa studi menyatakan bahwa penempelan protein coronavirus pada ACE2 justru menurunkan ekspresi ACE2. Hal ini menyebabkan jumlah angiotensin II meningkat karena tidak adanya ACE2 yang mengubahnya menjadi agen vasodilator. Aktivitas jalur angiotensin II yang berlebihan ini dapat meningkatkan inflamasi, permeabilitas vaskular paru, dan risiko cedera paru.[6-8]

Pemberian ACEI dan ARB dapat meningkatkan ekspresi ACE2. Oleh sebab itu, terjadi efek paradoks di mana ACE dan angiotensin II memberi dampak buruk pada pasien pneumonia berat, tetapi ACEI dan ARB dapat mengurangi angiotensin II yang beredar secara sistemik dan melindungi pasien dari kerusakan paru-paru yang berat.[6-8]

Suatu studi kemudian dilakukan pada hewan untuk mempelajari hipotesis ini. Hasil studi menunjukkan bahwa inhibitor sistem renin-angiotensin-aldosteron (termasuk ACEI dan ARB) dapat mengurangi gejala pneumonia berat dan gagal napas. Namun, studi lebih lanjut pada manusia masih diperlukan untuk konfirmasi.[9]

Studi Terbaru tentang Pengaruh ACEI dan ARB terhadap COVID-19

Suatu meta analisis terbaru (September 2020) mempelajari 21 studi tentang pengaruh ACEI dan ARB terhadap keparahan dan mortalitas COVID-19. Untuk mortalitas pada pengguna ACEI/ARB, pooled odds ratio (OR) adalah 1.29 [0.89–1.87] p = 0.18 dengan heterogenitas 91%. Sementara itu, pooled OR untuk keparahan COVID-19 adalah 0.94 [0.59–1.50] p = 0.94 dengan heterogenitas 89%.

Ketika mengkombinasikan mortalitas dan keparahan penyakit, pooled OR yang didapat adalah sebesar 1.09 [0.80–1.48] p = 0.58 dengan heterogenitas 92%. Heterogenitas yang tinggi ini diduga terjadi karena bervariasinya definisi “keparahan penyakit” yang digunakan dalam setiap studi. Untuk mengatasi hal ini, pelaku meta analisis kemudian menjalankan analisis sensitivitas lebih lanjut dengan berfokus hanya pada 4 studi yang menggunakan propensity matching.

Analisis keempat studi tersebut menunjukkan pooled OR kombinasi antara mortalitas dan keparahan penyakit sebesar 0.97 [0.75–1.26] p = 0.84 dengan heterogenitas lebih rendah, yaitu 66%. Selain itu, jika hanya memperhatikan studi yang berisiko bias rendah–sedang, pooled OR kombinasi antara mortalitas dan keparahan penyakit adalah 0.80 [0.53–1.21] p = 0.29 dengan heterogenitas 51%.

Hal ini menunjukkan bahwa ACEI dan ARB tidak meningkatkan keparahan penyakit maupun risiko mortalitas COVID-19. Hasil ini bahkan didapat meskipun mayoritas studi yang digunakan cenderung bias ke bahaya penggunaan ACEI dan ARB. Meta analisis ini menyimpulkan bahwa ACEI dan ARB tetap bisa digunakan sebagai antihipertensi pada pasien COVID-19 karena tidak berbahaya. Namun, studi ini belum menyimpulkan apakah kedua obat tersebut memiliki efek protektif pada pasien COVID-19.[10]

Rekomendasi dari European Society of Cardiology (ESC)

Seperti hasil meta analisis terbaru di atas, ESC juga mengemukakan bahwa spekulasi mengenai pengaruh buruk ACEI dan ARB terhadap infeksi COVID-19 tidak memiliki basis bukti ilmiah yang cukup. Konsil Hipertensi ESC merekomendasikan agar dokter dan pasien tetap melanjutkan terapi antihipertensi seperti biasa.

Namun, ESC juga mengingatkan bahwa manfaat protektif ACEI dan ARB terhadap keparahan dan mortalitas COVID-19 belum dapat dipastikan. Meskipun ada penelitian pada hewan yang mendukung hipotesis positif tersebut, saat ini belum ada studi pada manusia yang bisa mengkonfirmasi manfaatnya.[9,11]

Kesimpulan

Kekhawatiran tentang dampak negatif ACEI dan ARB terhadap COVID-19 awalnya muncul karena golongan obat ini dapat meningkatkan ekspresi ACE2 yang merupakan binding site coronavirus. Namun, hipotesis ini telah dipatahkan oleh hasil meta analisis terbaru yang menunjukkan bahwa ACEI dan ARB tidak meningkatkan risiko keparahan penyakit maupun mortalitas pasien COVID-19.

ACEI dan ARB justru diperkirakan dapat bersifat protektif pada pasien COVID-19 karena kedua obat ini dapat mengurangi hiperaktivasi RAS dan mengurangi inflamasi. Namun, efek protektif ini masih membutuhkan uji acak klinis lebih lanjut pada manusia sebelum bisa dipastikan kebenarannya. Untuk saat ini, bukti ilmiah yang ada hanya menunjukkan bahwa ACEI dan ARB tetap bisa digunakan karena tidak berdampak negatif pada pasien COVID-19.

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi