Kanker Ovarium Stadium Lanjut - Pembedahan atau Kemoterapi Neodajuvan

Oleh :
dr.Akbar Novan Dwi Saputra, SpOG

Manajemen terapi kanker ovarium stadium lanjut masih banyak diperdebatkan. Manakah yang terbaik bagi pasien, pembedahan dan adjuvan kemoterapi atau neoadjuvan kemoterapi yang dilanjutkan dengan pembedahan.

Kanker ovarium adalah penyebab kematian paling umum pada wanita dengan keganasan ginekologi dan merupakan penyebab kematian kelima akibat kanker pada wanita di Amerika Serikat. Sebanyak 80% kasus kanker ovarium terdiagnosa pada stadium lanjut, dimana sudah terjadi metastasis ke rongga abdomen maupun metastasis jauh.[11,12]

kanker ovarium, stadium lanjut kanker ovarium, pembedahan kanker ovarium, kemoterapi, kemoterapi kanker ovarium, alomedika

Pedoman Tata Laksana Kanker Ovarium Stadium Lanjut

National Comprehensive Cancer Network (NCCN), Amerika Serikat, mengeluarkan standar terapi dalam tata laksana kanker ovarium stadium lanjut. Rekomendasi tata laksana primer pasien dengan kanker ovarium stadium lanjut adalah pembedahan (debulking surgery) dilanjutkan dengan kemoterapi sistemik. Untuk beberapa kasus dugaan keganasan ovarium, pembedahan inisial adalah histerektomi dan salpingooophorectomy dengan staging dan pembedahan debulking.[1,11,12]

European Society of Gynaecological Oncology (ESGO) tahun 2017 merekomendasikan pembedahan dengan tujuan untuk memperoleh sitoreduksi komplit. Penelitian oleh du Bois et al. berdasarkan analisis multivariat menyatakan bahwa pasien dengan reseksi komplit memiliki perbaikan pada progression-free survival (PFS) dan overall survival (OS) dibandingkan pasien dengan reduksi optimal (tumor nodul <1 cm).[2,3]

Hal ini serupa dengan tata laksana di Indonesia. Pada sebagian besar kasus di Indonesia, kanker ovarium  diterapi  dengan prosedur  pembedahan sitoreduksi dan kemudian diikuti adjuvan kemoterapi berbasis platinum dan kemoterapi berbasis taxan. Kemoterapi neoadjuvan (neoadjuvant chemotherapy/NACT) sebelum operasi definitif merupakan salah satu pilihan alternatif bayi pasien dengan kondisi tertentu.[4]

Kandidat Pasien Kemoterapi Neoadjuvan (NACT)

Saat ini, belum terdapat konsensus yang menyebutkan bahwa pasien dengan kanker ovarium epitel lanjut (EOC) harus ditawarkan kemoterapi neoadjuvan (NACT) atau ditawarkan operasi debulking primer. Pemilihan modalitas NACT lebih dipilih dilakukan untuk pasien-pasien EOC dengan komorbiditas medis atau keadaan umum yang buruk.

Selain itu, modalitas NACT juga dapat ditawarkan untuk pasien dengan EOC stadium lanjut (misalnya, stadium IIIC/IV) dengan kondisi tumor yang secara klinis tidak dapat dioperasi, atau yang tampaknya prosedur operasi tidak mungkin mencapai sitoreduksi optimal, yaitu tidak ada kanker residual atau <10 mm penyakit residual setelah operasi.[5–7]

Pasien-pasien dengan kanker ovarium epitel (EOC) yang merupakan kandidat operatif dengan kondisi medis atau status performance yang buruk yang tidak bisa dilakukan operasi sitoreduksi optimal, disarankan untuk dilakukan NACT.[13]

Kemoterapi Neoadjuvan (NACT) vs Operasi Primer

Penelitian meta analisis oleh Coleridge et al. yang menyertakan 1.713 wanita dengan kanker ovarium stadium IIIC/IV yang di randomisasi untuk mendapatkan kemoterapi neoadjuvan (NACT) diikuti oleh pembedahan debulking atau pembedahan diikuti oleh adjuvan kemoterapi.

Penelitian ini menunjukan bahwa, tidak ada perbedaan overall survival maupun progression–free survival di kedua perlakuan. Perbedaan hasil statistik bermakna didapatkan pada temuan adverse effect populasi EOC yang tidak mendapatkan NACT.[8]

Data dari meta analisis ini menunjukkan bahwa pasien yang melakukan NACT memiliki risiko transfusi darah lebih rendah, menurunkan risiko tromboemboli vena, risiko infeksi lebih rendah dibandingkan dengan operasi primer.

Pasien yang dilakukan NACT cenderung kemungkinan kebutuhan pembuatan stoma dan reseksi usus. Selain itu, NACT juga menurunkan angka mortalitas postoperasi. Akan tetapi, temuan hasil ini masuk dalam low–moderate evidence. Maka dari itu, masih dibutuhkan penelitian yang lebih baik.[8,13]

Temuan Penelitian Lain yang Mendukung Keuntungan NACT dibandingkan PDS

Temuan metaanalisis ini sesuai dengan penelitian kohort oleh Thrall et al. yang melihat luaran operasi dan kemoterapi (adjuvan maupun neoadjuvan) terhadap pasien dengan kanker ovarium stadium lanjut.

Data yang digunakan berasal dari penelitian Surveillance, Epidemiology and End-Results (SIER) dan Medicare Healthcare. Berdasarkan data ini, didapatkan bahwa dari 6.844 wanita, sebanyak 1.059  wanita (15,5%) diklasifikasikan untuk mendapatkan kemoterapi paliatif. Sedangkan 4.827 wanita (83,4%) mendapatkan PDS dan 958 wanita (16,6%) mendapatkan NACT.[9]

Hasil penelitian kohort ini menunjukan bahwa pasien yang mendapatkan NACT memiliki perawatan ICU lebih cepat 3 hari dibandingkan dan admisi ICU lebih rendah dibandingkan dengan PDS. Komplikasi pembedahan lebih sering ditemukan pada populasi PDS dibandingkan dengan interval debulking surgery (IDS).

Akan tetapi, perbandingan median survival pasien stage III pada PDS:IDS adalah 27,8:23,3 bulan. Sedangkan median survival pasien stage IV antara PDS dan IDS tidak banyak berbeda.[9]

Terlepas dari manfaat NACT pada luaran perioperatif dan kemungkinan sitoreduksi lengkap, NACT tampaknya tidak meningkatkan angka survival rate. Maka dari itu, berdasarkan studi, NACT menguntungkan bagi wanita yang usianya lebih tua dengan kanker ovarium lanjut stadium IV.[9]

The European Organization for the Research and Treatment of Cancer (EORTC) 55.971 trial melakukan penelitian terhadap 670 wanita dengan kanker ovarium epitelial stadium IIIC/IV (EOC).

Responden secara acak dilakukan operasi primary debulking (PDS) diikuti oleh enam siklus kemoterapi berbasis platinum dibandingkan dengan yang dilakukan NACT dengan carboplatin dan paclitaxel selama 3 siklus diikuti dengan bedah sitoreduksi interval dan kemudian dilanjutkan kemoterapi adjuvan.[7]

Hasil penelitian ini melaporkan dibandingkan dengan PDS, NACT memiliki tingkat komplikasi pascaoperasi lebih rendah. Tingkat sitoreduksi optimal yang lebih tinggi didefinisikan sebagai <10 mm dari residual massa tumor pada akhir operasi. Akan tetapi, tidak ada perbedaan dalam progression free survival (PFS, 12 bulan di setiap kelompok; hazard ratio [HR] 1,01, 95% CI 0,86–1,17) atau kelangsungan hidup secara keseluruhan (OS, 29 berbanding 30 bulan, HR 0,98, 95% CI 0,82–1,18).[7]

Pasien yang dilakukan operasi primer mengalami peningkatan yang secara statistik tidak signifikan dalam overall survival rate dibandingkan dengan mereka yang menjalani NACT, jika sama–sama tidak ada tumor residual pada saat operasi (masing–masing 45 berbanding 38 bulan) atau jika hanya ada residual tumor secara mikroskopis, yaitu untuk penyakit residual <10 mm, 32 berbanding 27 bulan.[7]

Potensi Risiko Terkait NACT

Berdasarkan penelitian EORTC tersebut, penelitian ini menekankan potensi risiko terkait dengan NACT. Beberapa potensi risiko tersebut adalah progresivitas penyakit dan ketidaktepatan diagnostik. Kira–kira 10% dari pasien yang memulai NACT tidak menjalani sitoreduksi interval. Hal ini disebabkan kemungkinan karena progresifitas penyakit yang dini.[10]

Bagi pasien yang menjalani kemoterapi neoadjuvant, diagnosis kanker ovarium epitel didasarkan pada biopsi inti atau evaluasi sitologi spesimen yang diperoleh secara umum dari implan peritoneum atau dari cairan pleura atau cairan asites.

Akibatnya, beberapa pasien mungkin salah didiagnosis memiliki EOC dan kemudian menjalani kemoterapi yang salah dan pembedahan yang tidak perlu. Sekitar 3% pasien yang dirawat pada penelitian ini mengalami perubahan diagnosis pada saat operasi.[10]

Penelitian ini juga dikritik, karena penggunaan berbagai macam regimen kemoterapi (hanya 78% dan 88% pasien dalam pembedahan primer dan interval debulking yang masing-masing menerima kemoterapi berbasis platinum dan taxane).

Selain itu, terdapat kemungkinan bias pada pemilihan pasien dimana hanya pasien yang paling sakit/pasien yang paling kritis secara medis atau stadium IIIC/IV yang terdaftar, dan heterogenitas dari outcome pembedahan yang diamati (misalnya, tingkat sitoreduksi optimal yang rendah) pada masing–masing negara yang berbeda.

Tingkat sitoreduksi optimal pada pasien yang menjalani operasi primer hanya 42% (dengan kurang dari setengah berhasil di sitoreduksi menjadi tidak ada penyakit residual), menunjukkan bahwa upaya operasi secara maksimal tidak dilakukan  seragam.[7,10]

Kesimpulan

Pasien-pasien dengan kanker ovarium epitel (EOC) yang merupakan kandidat operatif dengan kondisi medis atau status performance yang buruk yang tidak bisa dilakukan operasi sitoreduksi optimal, disarankan untuk dilakukan kemoterapi neoadjuvan (NACT).

Berdasarkan penelitian kohort, pasien yang diuntungkan dengan NACT adalah pasien usia tua dengan performance yang buruk dan terdiagnosis kanker ovarium stadium lanjut stage IV. Pada pasien-pasien dengan EOC stadium III atau IV yang belum jelas apakah sitoreduksi optimal dapat dilakukan, disarankan untuk dilakukan laparoskopi diagnostik untuk menentukan resektabilitas massa tumor dibandingkan tetap melanjutkan dengan NACT.

Hasil dari beberapa penelitian mendapatkan tidak ada perbedaan pada overall survival (OS) dan progression-free survival (PFS) antara pasien yang dilakukan NACT diikuti Sitoreduksi dan pasien yang dilakukan pembedahan yang diikuti kemoterapi.  Namun angka komplikasi seperti infeksi, kebutuhan pembuatan stoma dan reseksi usus ditemukan lebih rendah pada kelompok NACT.

 

 

Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli

Referensi