Pemanfaatan CT Scan dalam Manajemen Fraktur Wajah

Oleh :
dr. Johannes Albert B. SpBP-RE

CT Scan merupakan modalitas pemeriksaan penunjang yang sering dipilih dalam proses diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan kecurigaan fraktur wajah. Fraktur wajah merupakan salah satu kasus trauma yang sering ditemui di instalasi gawat darurat. Diagnosis dan tata laksana yang dini pada kasus fraktur wajah akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan luaran fungsional dan kosmetik bagi pasien.[1,2]

Keterbatasan Pemeriksaan Fisik dan Rontgen Polos dalam Kasus Fraktur Wajah

Penegakan diagnosis fraktur wajah dimulai dengan pemeriksaan yang paling sederhana, yaitu pemeriksaan fisik. Meskipun dokter pemeriksa sudah terampil dan memiliki jam terbang tinggi, tetap ada beberapa faktor yang dapat menurunkan tingkat akurasi pemeriksaan fisik, misalnya adanya pembengkakan, perdarahan, dan rasa nyeri saat pemeriksaan. Pemeriksaan fisik juga sulit dilakukan pada pasien yang tidak kooperatif, seperti pasien anak dan pasien dengan penurunan kesadaran. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang radiologi sangat penting dalam membantu menegakkan diagnosis pasien dengan kecurigaan fraktur wajah.[2,3]

Pemanfaatan CT Scan dalam Manajemen Fraktur Wajah (2)-min

Ada beberapa pilihan pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur wajah. Pemeriksaan radiologi yang paling sederhana, murah, dan tersedia luas adalah rontgen polos kepala. Namun, posisi tulang wajah yang saling tumpang tindih (superimposed) menyebabkan visualisasi garis fraktur menjadi lebih sulit jika diperiksa menggunakan rontgen polos. Kekurangan ini dapat coba diatasi dengan menggunakan beberapa posisi pemeriksaan, misalnya Caldwell, Waters, dan Towne. Meskipun demikian, superimposisi tetap dapat terjadi pada ketiga posisi tersebut. Selain itu, pasien juga memerlukan manipulasi posisi leher yang akan sulit dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami cedera servikal.[4,5]

Rontgen panoramik dapat dimanfaatkan untuk visualisasi maksila dan mandibula. Pada pemeriksaan ini, mandibula dan maksila dapat dievaluasi dengan lebih baik dibandingkan penggunaan rontgen polos. Sensitivitas pemeriksaan ini untuk mendeteksi fraktur mandibula juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan rontgen polos (92% vs 66%). Namun, rontgen panoramik memiliki keterbatasan, seperti kesulitan memposisikan pasien, kemungkinan adanya distorsi geometri, serta kerentanan terhadap timbulnya artefak akibat pergerakan pasien saat pemeriksaan berlangsung.[5]

Kelebihan dan Kekurangan CT Scan dalam Kasus Fraktur Wajah

CT Scan dianggap sebagai pencitraan terbaik untuk kasus fraktur wajah, baik pada pasien dewasa maupun pasien anak. Dengan menggunakan CT Scan, dokter dapat mengevaluasi tulang wajah melalui berbagai view dan potongan gambar (aksial, sagittal, dan koronal), sehingga diharapkan ketepatan diagnosis dapat meningkat. Selain itu, CT Scan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak, seperti otot mata dan nervus optikus, sehingga potensi cedera pada organ dapat dievaluasi.

Teknologi CT Scan saat ini dapat menghasilkan gambar rendering 3 dimensi (3D). Gambaran 3D ini, meskipun tidak meningkatkan sensitivitas, tetapi akan bermanfaat untuk menilai konfigurasi, keparahan, dan displacement fraktur tulang wajah. Gambaran 3D juga dapat digunakan untuk keperluan edukasi pasien dan keluarga.[1,2,5,6]

Kekurangan CT Scan dibandingkan dengan rontgen konvensional adalah harga dan paparan radiasi yang lebih tinggi. Saat ini, telah tersedia teknologi CT Scan dengan paparan radiasi lebih kecil dibandingkan multislice computed tomography (MSCT), yaitu cone beam computed tomography (CBCT). Kekurangan CBCT dibandingkan MSCT adalah visualisasi jaringan lunak yang lebih inferior dan waktu pemindaian yang sedikit lebih panjang. Paparan radiasi pada MSCT juga dapat diminimalkan dengan menggunakan mesin MSCT 128 slice atau lebih tinggi.[4-6]

Bukti Ilmiah Tentang Penggunaan CT Scan dalam Kasus Fraktur Wajah

Sebuah studi yang dilakukan oleh Shah et al mencoba membandingkan CT Scan rekonstruksi 3D dengan rontgen polos dalam evaluasi fraktur maksilofasial sebelum operasi dan pengaruhnya terhadap manajemen bedah. Studi ini melibatkan 55 pasien yang diduga mengalami fraktur maksilofasial berdasarkan pemeriksaan klinis. Hasil studi menunjukkan bahwa CT Scan lebih unggul dibandingkan rontgen polos dalam mendiagnosis fraktur pada zygoma, maksila, mandibula, dan tulang hidung. Gambar koronal dan aksial ditemukan lebih diagnostik di lokasi fraktur  tertentu, antara lain kompleks zigomatikomaksila, orbita, dinding maksila lateral, dan dinding maksila anterior.[1]

Peran CT Scan dalam Perencanaan Operasi Fraktur Wajah

Selain berperan dalam penegakan diagnosis, CT Scan juga sangat membantu dalam proses perencanaan tindakan operasi. Konfigurasi dan tingkat keparahan fraktur yang bisa divisualisasikan dengan baik dapat membantu dokter spesialis bedah plastik dalam perencanaan tindakan operasi. Data tersebut dapat digunakan untuk menentukan lokasi fiksasi, teknik operasi, serta implant yang dibutuhkan untuk memfiksasi fragmen tulang.

Sebuah studi menunjukkan bahwa sebagian besar pasien fraktur wajah yang didiagnosis menggunakan rontgen konvensional, memerlukan pula pemeriksaan CT Scan lanjutan untuk persiapan operasi. Oleh karena itu, pasien dengan kecurigaan fraktur wajah sebaiknya langsung menjalani pemeriksaan CT Scan tanpa perlu menjalani pemeriksaan rontgen konvensional terlebih dulu. Pendekatan ini dapat dilakukan pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas CT Scan untuk meminimalisir paparan radiasi dan meningkatkan efisiensi biaya.[6,7]

Kesimpulan

Pada pasien dengan fraktur wajah, CT Scan adalah pencitraan pilihan karena dapat mendeteksi bahkan patah tulang yang kecil secara cepat dan akurat. CT Scan juga bermanfaat dalam menentukan pendekatan bedah terbaik bagi pasien. Pada fasilitas dimana CT Scan tersedia, pasien yang dicurigai mengalami fraktur wajah sebaiknya langsung menjalani CT Scan tanpa rontgen polos terlebih dahulu. Hal ini akan lebih menghemat waktu, biaya, dan mengurangi jumlah paparan radiasi pasien.

Referensi