Diabetes Gestasional dan Pragestasional Meningkatkan Risiko Kelainan Kongenital

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Diabetes gestasional dan diabetes pragestasional dilaporkan dapat meningkatkan risiko kelainan kongenital pada janin, seperti penyakit jantung kongenital, anensefali, cleft lip, dan cleft palate. Diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang baru terjadi pertama kali saat hamil. Sementara itu, diabetes pragestasional adalah diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2 yang telah ada sejak sebelum hamil.

Kelainan kongenital didefinisikan sebagai kelainan struktural maupun fungsional yang terjadi pada kehidupan intrauterin. Hipotesis saat ini mengatakan bahwa penyebab kelainan kongenital bersifat multifaktorial, yaitu kelainan gen tunggal atau kromosom, paparan teratogenik, defisiensi mikronutrien, dan pengaruh lingkungan. Hiperglikemia pada ibu juga merupakan faktor risiko.[1-3]

Close,Up,Of,Pregnant,Woman,Holding,Glucose,Meter,And,Checking

Laporan dari International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa sekitar 16,7% dari bayi yang lahir hidup dilahirkan oleh ibu dengan hiperglikemia saat kehamilan. Prevalensi hiperglikemia pada kehamilan paling tinggi didapatkan di Asia Tenggara, yaitu sekitar 25,9%.[4]

Sekilas tentang Klasifikasi Hiperglikemia pada Kehamilan

World Health Organization (WHO) dan The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) membedakan hiperglikemia pada kehamilan menjadi diabetes dalam kehamilan dan diabetes gestasional.[4,5]

Diabetes dalam kehamilan merupakan diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2 yang sudah didiagnosis sejak sebelum kehamilan (diabetes pragestasional) atau diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2 yang baru didiagnosis saat kehamilan sesuai kriteria diabetes mellitus pada pasien tidak hamil. Kondisi ini dapat ditemukan di usia gestasi berapa pun.[4,5]

Diabetes mellitus yang sudah ada sejak sebelum kehamilan tersebut berbeda dengan diabetes gestasional, yang merupakan hiperglikemia yang baru terjadi saat hamil dan tidak memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus tipe 1 ataupun 2 pada pasien yang tidak hamil. Diabetes gestasional biasanya muncul di usia gestasi >24 minggu.[4-6]

Laporan IDF menyatakan bahwa diabetes gestasional merupakan bentuk hiperglikemia pada kehamilan yang paling banyak ditemukan. Ditinjau dari kelahiran hidup dari ibu dengan hiperglikemia pada kehamilan, 80,3% adalah kasus diabetes gestasional.[4,5]

Hubungan Diabetes Gestasional dan Pragestasional dengan Kelainan Kongenital

Hiperglikemia pada kehamilan telah terbukti berkaitan dengan berbagai luaran yang kurang baik pada kehamilan, seperti preeklampsia, persalinan preterm, makrosomia, penyakit kongenital pada janin, stillbirth, dan intrauterine fetal death (IUFD).[7,8]

Hiperglikemia pada kehamilan akan menginduksi stres oksidatif pada jaringan fetus yang sedang berkembang. Akumulasi stres oksidatif akan meningkat seiring dengan peningkatan kadar glukosa darah ibu. Jika kemampuan antioksidan fetus tidak dapat mengatasi hal tersebut, terjadi proses biomolekuler seperti perubahan membran sel, disfungsi mitokondria, dan apoptosis. Kombinasi ketiga hal tersebut akan menyebabkan berbagai anomali kongenital.[8]

Studi Wu, et al. terhadap data 29.211.974 kelahiran hidup pada tahun 2011–2018 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa relative risk (RR) kelainan kongenital secara umum dari ibu dengan diabetes pragestasional adalah 2,44 dan RR kelainan kongenital secara umum dari ibu dengan diabetes gestasional adalah 1,28. Nilai RR yang >1 tersebut menandakan adanya peningkatan risiko kelainan kongenital.[2]

Berdasarkan hasil studi Wu, et al. tersebut, diabetes pragestasional dan diabetes gestasional sama-sama meningkatkan risiko kelainan kongenital secara umum tetapi risiko pada diabetes pragestasional lebih tinggi. Nilai RR untuk tiap jenis kelainan kongenital secara lebih spesifik juga terlampir di tabel di bawah, dengan penyakit jantung kongenital sianotik menempati risiko tertinggi.[2]

Tabel 1. Relative Risk Berbagai Kelainan Kongenital Akibat Diabetes Gestasional dan Diabetes Pragestasional

Jenis Kelainan Kongenital RR pada Diabetes Pragestasional RR pada Diabetes Gestasional
Penyakit jantung sianotik 4,61 1,50
Defek anggota gerak 2,80 1,18
Anensefali 2,66 0,85

Cleft palate tanpa cleft lip

2,35 1,40

Cleft lip dengan/tanpa cleft palate

2,06 1,28
Meningomyelocele 2,00 1,13
Hipospadia 1,88 1,29
Hernia diafragma kongenital 1,75 1,23
Omphalocele 1,71 1,22
Kelainan kromosom 1,38 1,01
Sindrom Down 1,34 1,38

Sumber: Wu Y, Liu B, Sun Y, et al. 2020.[2]

Tinjauan sistematik dan meta analisis oleh Zhang, et al. terhadap berbagai studi yang melibatkan total 80.437.056 pasien juga menunjukkan hasil yang serupa. Diabetes gestasional dan diabetes pragestasional dapat meningkatkan risiko kelainan kongenital. Namun, risiko pada ibu dengan diabetes pragestasional jauh lebih signifikan daripada ibu dengan diabetes gestasional.[9]

Skrining dan Manajemen Diabetes Gestasional dan Pragestasional

Skrining dan manajemen hiperglikemia pada kehamilan harus dilakukan agar dapat mengurangi risiko anomali kongenital. Secara garis besar, FIGO menyarankan bahwa pengetahuan mengenai penyakit metabolik dan dampaknya pada kehamilan harus ditingkatkan pada berbagai level fasilitas kesehatan. Selain itu, konseling prakonsepsi dan perawatan prenatal maupun postnatal pada perempuan usia subur harus menjadi prioritas dalam pembangunan sektor kesehatan.[5]

Skrining hiperglikemia pada kehamilan dapat dilakukan dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) pada usia kehamilan 24–28 minggu atau usia kehamilan lebih awal pada perempuan yang memiliki risiko tinggi diabetes. Analisis glukosa darah hendaknya dilakukan dengan sampel darah vena yang dianalisis di laboratorium. Akan tetapi, pada fasilitas kesehatan yang terbatas, glukometer dapat digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah.[4]

Penatalaksanaan hiperglikemia pada kehamilan dilakukan secara komprehensif. Pasien harus diedukasi terkait penyakitnya dan komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang dari hiperglikemia. Selain itu, pasien diminta untuk turut memantau glukosa secara mandiri.[10]

Terapi nutrisi medis juga harus dilakukan dengan pemberian diet seimbang, yaitu diet dengan komposisi 50% kalori dari karbohidrat dan <35% total kalori dari lemak. Diet yang dimodifikasi sesuai status gizi masing-masing pasien sangat direkomendasikan. Aktivitas fisik moderat juga harus dianjurkan pada semua wanita dengan hiperglikemia pada kehamilan.[10,11]

Pengendalian glukosa darah dapat dilakukan dengan insulin. Metformin dan glyburide dapat menembus sawar darah plasenta, sehingga penggunaannya tidak disarankan sebagai terapi lini pertama. Pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik, metformin sebaiknya dihentikan setelah trimester pertama. Obat hipoglikemik oral maupun injeksi lain masih belum memiliki bukti ilmiah yang cukup tentang keamanannya pada ibu hamil.[12]

Secara garis besar, target pengobatan hiperglikemia pada kehamilan adalah sebagai berikut: glukosa darah puasa (GDP) <95 mg/dL, glukosa darah 1 jam postprandial (GD1PP) <140 mg/dL, glukosa darah 2 jam postprandial (GD2PP) <120 mg/dL, dan HbA1c <6%. Namun, target HbA1c tersebut dapat dinaikkan menjadi <7% jika pasien memiliki risiko hipoglikemia.[12]

Kesimpulan

Diabetes pragestasional dan diabetes gestasional terbukti meningkatkan risiko kelainan kongenital. Risiko kelainan kongenital ini terutama lebih tinggi pada kasus diabetes pragestasional daripada kasus diabetes gestasional. Jenis kelainan kongenital yang paling berisiko terjadi akibat diabetes pragestasional dan gestasional adalah penyakit jantung kongenital. Selain itu, contoh kelainan kongenital lain adalah cleft lip, cleft palate, anensefali, hipospadia, dan defek anggota gerak.

Skrining dan manajemen hiperglikemia pada ibu hamil penting dilakukan agar dokter dapat mengurangi risiko kelainan kongenital pada janin. Tahapan awal adalah dengan melakukan konseling prakonsepsi dan TTGO. Bila ibu hamil telah mengalami diabetes pragestasional ataupun gestasional, dokter harus memberikan terapi nutrisi, anjuran aktivitas fisik, terapi farmakologis, dan edukasi mengenai dampak hiperglikemia.

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan

Referensi