Efek Kortikosteroid pada Rhinosinusitis Akut

Oleh :
dr.Nastiti Dwi Cahyani, Sp.T.H.T.K.L

Kortikosteroid sering diresepkan untuk mengatasi inflamasi pada rhinosinusitis akut. Sediaan yang terutama digunakan untuk kasus ini adalah kortikosteroid intranasal, contohnya fluticasone atau budesonide. Berbagai studi telah dilakukan untuk membuktikan apakah penggunaan kortikosteroid pada kasus rhinosinusitis akut benar bersifat efektif dan berprofil keamanan yang baik.

Rhinosinusitis adalah inflamasi pada hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan dua atau lebih gejala, di mana salah satunya harus berupa kongesti hidung atau anterior/posterior nasal drip, dan dapat disertai nyeri fasial atau reduksi penciuman. Rhinosinusitis juga kadang disertai temuan endoskopi berupa polip nasal, discharge mukopurulen (terutama dari meatus media), edema/obstruksi mukosa, dan/atau perubahan computed tomography (CT) berupa penebalan mukosa.

shutterstock_1786134956

Kasus rhinosinusitis dikatakan akut bila berlangsung <12 minggu dan dikatakan kronik bila berlangsung >12 minggu. Rhinosinusitis akut sering kali disebabkan karena infeksi virus atau bakteri dan biasanya dapat mengalami resolusi sendiri tanpa intervensi.[1-3]

Mekanisme Kerja Kortikosteroid pada Rhinosinusitis Akut

Kompleks osteomeatal berperan penting dalam pembersihan sekret di sinus paranasal. Peradangan pada kompleks ini dapat mengganggu drainase sinus dan menimbulkan berbagai gejala rhinosinusitis seperti tersebut di atas. Kortikosteroid sering diberikan untuk kasus rhinosinusitis karena efek antiinflamasinya.

Efek antiinflamasi kortikosteroid didapatkan dari kemampuan mengurangi sintesis sitokin tertentu (contohnya interleukin, TNF-α, IFN-γ, GM-CSF) dari makrofag, monosit, limfosit, fibroblas, dan sel epitel. Hal ini memengaruhi perekrutan, lokalisasi, sintesis protein, dan kelangsungan hidup sel-sel inflamasi.[4,5]

Efektivitas Kortikosteroid Intranasal pada Rhinosinusitis Akut

Hayward et al melakukan tinjauan sistematis dan meta analisis terhadap 6 studi dengan total 2495 pasien. Mereka menemukan bahwa kortikosteroid intranasal bermanfaat mengurangi gejala sinusitis akut, terutama ketika diberikan hingga 21 hari. Peningkatan dosis dilaporkan berbanding lurus dengan resolusi gejala dan skor gejala individual menunjukkan bahwa nyeri fasial dan kongesti nasal merupakan keluhan yang paling responsif terhadap kortikosteroid intranasal.[2]

Hasil serupa dilaporkan oleh meta analisis Cochrane terhadap 4 studi yang melibatkan 1943 peserta. Kortikosteroid intranasal dilaporkan dapat mempercepat resolusi gejala sinusitis akut dibandingkan plasebo (73% vs 66,4%). Dosis kortikosteroid intranasal yang lebih tinggi juga dilaporkan memiliki efek yang lebih kuat pada perbaikan gejala atau resolusi total. Perbaikan gejala karena kortikosteroid ini terlepas dari diberikan atau tidaknya antibiotik.[6]

Kortikosteroid intranasal yang digunakan pada studi Cochrane tersebut adalah fluticasone propionate, mometasone, dan budesonide. Tidak ada efek samping mayor dilaporkan akibat penggunaan kortikosteroid intranasal, tetapi terdapat efek samping minor berupa epistaksis, sakit kepala, dan iritasi hidung. Hasil ini sejalan dengan studi lain oleh Demoly et al yang melaporkan bahwa efek samping yang terjadi hanya bersifat lokal dan ringan (epistaksis dan sakit kepala) tanpa efek sistemik.[6,7]

Tinjauan sistematik oleh American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery menyatakan bahwa meskipun tampak bermanfaat, penggunaan kortikosteroid  intranasal untuk rhinosinusitis akut masih membutuhkan studi dengan metodologi lebih baik, terutama pada pasien yang antibiotic-naïve, sebelum dapat menjadi rekomendasi terapi rutin.[8]

Efektivitas Kortikosteroid Sistemik pada Rhinosinusitis Akut

Meta analisis Cochrane juga mempelajari 5 uji klinis acak yang melibatkan 1193 pasien untuk mengetahui efikasi kortikosteroid oral pada sinusitis akut. Partisipan dibedakan menjadi grup yang menerima prednison 24–80 mg/hari atau betamethasone 1 mg/hari dengan grup yang bersifat kontrol.

Dari 5 uji klinis tersebut, 4 memadukan kortikosteroid oral dengan antibiotik, sedangkan 1 menggunakan kortikosteroid sebagai monoterapi. Hasil menunjukkan bahwa steroid oral sebagai monoterapi tidak bermanfaat pada perbaikan gejala sinusitis akut. Namun, kortikosteroid oral bersama antibiotik dilaporkan memperbaiki gejala dalam jangka waktu pendek, meskipun risiko bias hasil tersebut masih tinggi.[9,10]

Hasil serupa juga dilaporkan oleh beberapa studi lain, contohnya studi oleh Ratau et al tentang betamethasone 1 mg/hari sebagai terapi adjuvan amoxicillin-clavulanate dan studi Gehanno et al tentang methylprednisolone 3x8 mg selama 5 hari sebagai terapi adjuvan amoxicillin-clavulanate.[10]

Namun, karena kortikosteroid sistemik lebih berisiko menimbulkan efek samping serius, penggunaannya sebaiknya dihindari, terutama bila terdapat opsi intranasal. Selain itu, studi terkait manfaat kortikosteroid sistemik ketika dipadukan dengan antibiotik ini rata-rata merupakan studi di unit pelayanan kesehatan sekunder, sehingga memiliki risiko bias cukup tinggi.[9,10]

Kesimpulan

Hasil studi yang ada saat ini menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid intranasal dapat membantu meringankan dan mempercepat resolusi gejala rhinosinusitis akut, tanpa menimbulkan efek samping sistemik. Efek samping yang timbul bersifat lokal dan berderajat ringan–sedang, yaitu epistaksis, sakit kepala, dan iritasi hidung.

Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai monoterapi dilaporkan tidak efektif. Namun, penggunaan kortikosteroid sistemik sebagai terapi adjuvan antibiotik dilaporkan dapat memperbaiki gejala rhinosinusitis akut. Studi lebih lanjut tentang hal ini masih perlu dilakukan mengingat risiko bias studi yang ada masih tinggi.

Secara umum, pemberian kortikosteroid sistemik pada rhinosinusitis akut sebaiknya dihindari untuk mencegah efek samping sistemik, terutama bila terdapat pilihan kortikosteroid intranasal.

Referensi