Efek Omega-3 untuk Mengurangi Risiko Flare Gout Arthritis

Oleh :
dr.Kurnia Agustina Sitompul, M.Gizi, Sp.GK

Efek konsumsi polyunsaturated fatty acids omega-3 (PUFA n-3) terhadap penurunan risiko flare gout arthritis kini banyak menarik perhatian. Beberapa studi menunjukkan bahwa PUFA omega-3, baik dalam bentuk makanan alami maupun suplementasi, dapat menurunkan risiko flare gout. Namun, informasi dan bukti klinis terkait manfaat omega-3 ini sebenarnya masih terbatas.[1,2]

Sekilas tentang Patofisiologi Gout

Hiperurisemia kronik dapat menyebabkan gout, yaitu suatu penyakit progresif akibat deposisi kristal monosodium urat (MSU) di persendian, ginjal, dan jaringan ikat. Patogenesis hiperurisemia ini dapat melibatkan peningkatan produksi asam urat atau penurunan ekskresi asam urat.[3]

shutterstock_436300522-min

Produksi asam urat berlebih dapat terjadi akibat konsumsi makanan yang tinggi purin, gangguan sintesis endogen purin, serta pemecahan purin berlebihan. Sementara itu, penurunan ekskresi asam urat umumnya terjadi karena gangguan ekskresi di ginjal.[4]

Salah satu fase perjalanan gout adalah munculnya flare atau serangan akut dengan onset tiba-tiba berupa peradangan sendi, terutama sendi metatarsophalangeal (MTP) 1. Serangan pertama dapat diikuti serangan berulang 6 bulan hingga 2 tahun setelahnya. Inflamasi ini adalah peradangan steril yang dipicu oleh kristal MSU. Deposit kristal MSU memicu fagositosis yang mengaktivasi pelepasan sitokin proinflamasi dan memediasi peradangan.[3,5,6]

Hubungan Polyunsaturated Fatty Acids dan Hiperurisemia

PUFA merupakan asam lemak yang terdiri dari dua atau lebih ikatan ganda pada rantai karbonnya. Berdasarkan posisi ikatan ganda tersebut, PUFA dapat dikategorikan menjadi omega-3 dan omega-6 yang berasal dari alpha-linolenic acid (ALA) dan linoleic acid (LA). Keduanya disebut sebagai asam lemak esensial karena tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia dan harus diperoleh dari sumber eksternal.[7]

Hiperurisemia dapat terjadi akibat peningkatan reabsobsi urat di ginjal melalui urate transporter (URAT), terutama URAT-1. Oleh karena itu, konsumsi nutrien yang memiliki sifat inhibitor URAT-1 dianggap memiliki efek menguntungkan untuk manajemen kadar MSU yang tinggi.

Penelitian Saito et al melaporkan bahwa efek inhibitor URAT-1 ditemukan dalam 25 jenis asam lemak secara in-vitro. Hampir semua jenis PUFA merupakan inhibitor yang lebih kuat dibandingkan asam lemak jenuh (SFA).

Bahkan, berdasarkan nilai inhibitory concentration (IC50), eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexanoic acid (DHA) yang merupakan omega-3 adalah inhibitor terkuat walau dalam konsentrasi rendah. Peningkatan asupan omega-6 bisa memicu terjadinya inflamasi, tetapi konsumsi omega-3 dapat menurunkannya.[1]

Polyunsaturated Fatty Acids sebagai Agen Antiinflamasi

Berdasarkan beberapa penelitian, omega-3 memiliki efek antiinflamasi yang bermanfaat pada gout. EPA dan DHA dinyatakan mampu menghambat beberapa jalur inflamasi seperti toll-like receptor, aktivitas NALP-3 inflammasome, kemotaksis neutrofil, sintesis prostaglandin, dan aktivitas nuklear faktor-kB (NF-kB).

Suatu penelitian oleh Abishek et al terhadap 112 laki-laki dengan gout dilakukan untuk melihat efek kadar omega-3 terhadap serangan gout. Setelah melakukan penyesuaian kovariat, penelitian ini menemukan hubungan yang bermakna antara rendahnya kadar omega-3 dengan sering terjadinya serangan gout akut. Penelitian ini memunculkan teori bahwa suplementasi omega-3 mungkin dapat mencegah serangan gout akut.[8]

Studi lain dari Iverson et al meneliti pengaruh n-3-carboxylic acids (OM-3-CA) terhadap tikus yang sudah dipaparkan kristal pemicu inflamasi secara in-vivo. Setelah injeksi kristal MSU intraartikular, terapi dengan OM-3-CA (1 ml/kg) dan indomethacin (1 mg/kg) menunjukkan rerata hasil yang sama dalam penurunan reaksi nyeri (23% dan 41%) dan pengurangan bengkak (58% dan 50%) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.[9]

Gout arthritis juga kerap dikaitkan dengan keadaan hiperhomosistein. Suatu studi oleh Huang et al membagi 30 subjek ke dalam tiga kelompok, di mana satu kelompok diberikan 1000 μg vitamin B-12, satu kelompok diberikan 2 gram minyak ikan, dan satu kelompok diberikan keduanya. Setelah 4–8 minggu, kelompok yang mendapatkan kedua suplementasi menunjukkan penurunan homosistein sebanyak 39% dan penurunan konsentrasi C-reactive protein.[10,11]

Pengaruh Polyunsaturated Fatty Acids Omega-3 terhadap Gout Arthritis

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, efek potensial konsumsi makanan dan/atau suplementasi yang kaya omega-3 terhadap penurunan risiko serangan gout akut juga akhirnya menarik perhatian.

Studi kohort oleh Zhang et al yang mempelajari 724 subjek melaporkan bahwa dari seluruh subjek, terdapat 22% yang mengonsumsi omega-3 48 jam sebelum flare gout. Dari 22% tersebut, 19% mengonsumsi omega-3 dari sumber alami berupa ikan teri, mackerel, salmon, sarden, trout, dan herring, sedangkan 4,6% mengonsumsi suplementasi minyak ikan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumsi omega-3 dari sumber ikan alami sebelum flare gout dapat mengurangi risiko rekurensi flare sebesar 23% bila dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsinya. Penurunan risiko ini juga dilaporkan tergantung pada dosis, di mana konsumsi jumlah ikan lebih banyak dikaitkan dengan penurunan risiko flare yang lebih signifikan.

Namun, hal serupa tidak dialami oleh subjek yang mengonsumsi PUFA omega-3 dari suplementasi. Hal ini diperkirakan terjadi karena dosis omega-3 dalam suplementasi umumnya lebih rendah daripada dalam ikan alami. Studi menunjukkan bahwa rerata omega-3 yang diperoleh dari suplementasi adalah 0,3 gram, padahal efek antiinflamasi PUFA dilaporkan baru terlihat pada dosis ≥3,4 gram. Dalam ikan alami, jumlah omega-3 dapat mencapai 0,7–5,6 gram per sajian.[12]

Efek Samping Konsumsi Omega-3

Konsumsi omega-3 sebenarnya memiliki efek samping yang tidak signifikan, terutama bila konsumsi omega-3 dilakukan melalui suplementasi yang berdosis rendah. Contoh efek samping yang dapat timbul akibat konsumsi suplementasi dosis tinggi adalah peningkatan risiko perdarahan dan gangguan saluran cerna, seperti mual, eruktasi, dan feses menjadi encer.

Hal ini menimbulkan pertentangan, karena konsumsi suplementasi berdosis rendah dinyatakan tidak efektif untuk mengurangi risiko flare gout, tetapi konsumsi dosis tinggi dapat menimbulkan risiko perdarahan dan gangguan saluran cerna.[12]

Konsumsi omega-3 dari sumber makanan alami juga memiliki masalah tersendiri. Sebagai contoh, ikan laut yang berminyak, meskipun kaya akan omega-3, juga kaya akan purin. American College of Rheumatology pada tahun 2020 tetap menyatakan bahwa salah satu manajemen gout adalah diet rendah purin, sehingga konsumsi ikan laut juga perlu dibatasi.[13]

Kesimpulan

Bukti medis yang ada saat ini menunjukkan bahwa konsumsi omega-3 dari sumber alami (ikan berminyak) memberikan efek protektif terhadap flare gout arthritis, tetapi konsumsi omega-3 dari suplementasi umumnya tidak memberikan dosis omega-3 yang cukup untuk mencapai efek protektif.

Penelitian lebih lanjut, terutama berupa uji klinis acak terkontrol dengan skala yang lebih besar, masih diperlukan untuk memastikan efek protektif ini dan menemukan rekomendasi dosis yang tepat. Untuk saat ini, belum ada konsensus mengenai dosis omega-3 yang disarankan untuk pencegahan flare gout. Dosis dari suplementasi umumnya lebih rendah, sedangkan dosis dari sumber alami seperti ikan laut umumnya lebih tinggi tetapi juga kaya purin, sehingga perlu dibatasi.

Referensi