Gejala dan Terapi Cairan Oral pada Demam: Fokus Pada Demam Berdarah Dengue Dewasa

Oleh :
dr. Robert Sinto SpPD KPTI

Terapi cairan oral merupakan salah satu manajemen dari demam, termasuk demam berdarah dengue, yang sangat penting dilakukan. Demam menyebabkan respon fisiologis yaitu berkeringat. Selain itu, mekanisme demam juga menyebabkan kekurangan cairan akibat peningkatan permeabilitas vaskular. 

Saat menggantikan kehilangan cairan ini, kita harus mengingat bahwa bukan hanya air yang hilang. Namun, elektrolit seperti sodium, potassium, klorida, dan mineral ion lainnya juga ikut hilang. Pemberian cairan melalui oral sebagai upaya untuk terapi penggantian cairan merupakan salah satu hal yang penting, dan pemilihan minuman yang mengandung elektrolit penting untuk menggantikan kehilangan tersebut. 

Sick,Day,At,Home,In,Winter,Season.,Young,Asian,Woman

Mekanisme Demam

Demam, didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal, merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari. Melalui mekanisme yang spesifik, demam dapat disebabkan baik oleh substansi pirogen yang memengaruhi pusat pengaturan suhu maupun kelainan langsung pada otak sebagai pusat pengaturan suhu (termostat). 

Sebagai respon terhadap adanya demam, tubuh akan melakukan adaptasi untuk menjaga suhu dalam rentang normal, salah satunya melalui pengeluaran keringat yang disertai dengan sekresi ion natrium, kalium, klorida dan beberapa ion mineral lainnya. Dalam upaya penanganan demam, penentuan penyebab demam merupakan langkah utama yang harus diketahui karena akan menentukan terapi spesifik etiologi demam. 

Memahami Demam Dengue di Indonesia

Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai dalam praktik klinik sehari–hari. Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan infeksi dengue merupakan penyebab tertinggi demam akut yang memerlukan perawatan di rumah sakit.

Hingga pertengahan tahun 2024, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencatat peningkatan kasus dan kematian akibat demam berdarah dengue dibandingkan kurun waktu yang sama pada tahun 2023. Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur adalah 3 provinsi yang melaporkan kasus tertinggi, sementara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah 3 provinsi yang melaporkan kematian tertinggi.

Dalam upaya penanganan demam berdarah, penegakan diagnosis dengan menggunakan data klinis ditunjang dengan pemeriksaan diagnostik etiologi merupakan langkah utama yang harus dikerjakan. Hingga saat ini belum ada antivirus yang terindikasi untuk penanganan demam berdarah dengue. 

Bagian terpenting dalam terapi demam berdarah dengue yang memengaruhi luaran pasien adalah terapi cairan. Perhatian khusus perlu diperhatikan pada pemberian terapi cairan oral, sebagai upaya sederhana yang harus diinisiasi sejak dini dalam penanganan kasus demam berdarah di rawat jalan hingga rawat inap. 

Tulisan ini akan membahas fisiologi kehilangan cairan tubuh pada demam berdarah, korelasi patofisiologi serta aspek klinis praktis pilihan terapi cairan oral pada tatalaksana demam berdarah dengue.

Fisiologi Pengeluaran Keringat

Kenaikan set–point termostat di hipotalamus akibat pirogen akan memacu tubuh untuk melakukan adaptasi peningkatan suhu tubuh melalui peningkatan produksi panas tubuh dan konservasi panas tubuh. Selanjutnya, jika faktor penyebab kenaikan set–point hipotalamus tersebut sudah teratasi (baik secara alamiah atau melalui pengobatan antipiretik), set–point hipotalamus akan kembali turun ke nilai yang lebih rendah, menuju set–point normal. 

Pada keadaan ini, terjadi mekanisme adaptasi tubuh untuk menekan produksi dan mengeluarkan panas tubuh melalui vasodilatasi dan pengeluaran keringat. Keringat yang diproduksi tubuh mampu meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui mekanisme evaporasi. Peningkatan 1°C suhu tubuh akan mampu membuat tubuh mengeluarkan keringat untuk membuang 10 kali lipat produksi panas tubuh. Proses pengeluaran keringat akan dimulai pada set–point hipotalamus yang lebih rendah bila suhu kulit tinggi. 

Komposisi Keringat

Kelenjar keringat manusia tersusun atas 2 bagian. Bagian pertama yaitu tempat produksi keringat, terletak pada area subdermal dalam berupa kumparan, yang akan dikeluarkan melalui bagian kedua yang melintang melintasi dermis hingga epidermis kulit. Pada proses transportasi ini pulalah, terjadi perubahan komposisi keringat. 

Sekret keringat awal memiliki komposisi natrium berkisar 142 mEq/L dan klorida 104 mEq/L, beserta solut plasma lain. Dalam proses pengeluaran melalui saluran keringat, terjadi reabsorbsi ion natrium dan klorida dengan berbagai variasi derajat.

Saat kelenjar keringat terstimulasi ringan, sekret keringat awal akan melalui saluran keringat secara perlahan, dan terjadi reabsorbsi ion natrium dan klorida dengan hasil akhir konsentrasi natrium dan klorida mencapai masing-masing sebesar 5 mEq/L. Proses ini akan mengurangi tekanan osmotik keringat sehingga terjadi pula reabsorbsi air dan peningkatan kepekatan komponen penyusun lain keringat seperti urea, asam laktat, ion kalium. 

Pada keadaan stimulasi kuat produksi keringat oleh sistem saraf simpatis, sekret keringat awal tidak mampu secara efektif terabsorbsi oleh saluran keringat. Pada seseorang yang belum mengalami adaptasi, natrium dan klorida mencapai konsentrasi masing-masing sebesar 50–60 mEq/L. Proses reabsorbsi air juga hanya berlangsung minimal, menyebabkan peningkatan minimal pengeluaran urea, laktat dan kalium.

NaCl dalam Keringat

Pada seseorang yang telah mengalami adaptasi dan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak, terjadi efisiensi pengeluaran panas tubuh melalui keringat hingga mencapai 10 kali pengeluaran panas tubuh normal, disertai penurunan konsentrasi natrium dan klorida pada keringat sebagai upaya tubuh mengkonservasi kadar Na+ dan Cl-. Adaptasi ini diperantarai oleh aldosteron yang menyebabkan penurunan kadar Na+ dan Cl- cairan ekstraseluler dan plasma.

Sebagai perbandingan, seorang yang baru berkeringat secara profuse dapat mengeluarkan NaCl sebanyak 15–30 gram per hari. Jika proses adaptasi ini berjalan terus, pengeluaran NaCl melalui keringat dapat berkurang hingga 3–5 g/ hari dalam 4–6 minggu berikutnya. Dengan demikian dapat dimengerti, keringat yang diproduksi tubuh dalam proses demam bukan tersusun atas air murni namun air yang mengandung komponen elektrolit. 

Pemahaman ini penting dalam penentuan pilihan terapi cairan yang direncanakan sebagai bagian tatalaksana demam berdarah dengue.

Patofisiologi Kebocoran Plasma pada Demam Dengue

Kebocoran plasma merupakan salah satu mekanisme patofisiologi dari infeksi dengue yang dimediasi oleh mediator inflamasi, disfungsi platelet dan meningkatnya permeabilitas endovaskular.

Sitokin Sebagai Salah Satu Penyebab Kebocoran Plasma 

Beberapa penelitian menyimpulkan didapatkan peningkatan sitokin imunosupresif, pro-inflamasi, kemokin pada pasien dengan infeksi dengue.  Teori memperkirakan sitokin ini salah satunya dihasilkan oleh sel T spesifik dengue virus (DENV). 

Namun demikian, Weiskopf D et al melaporkan sel T spesifik DENV mungkin memiliki efek protektif; sehingga lebih dicurigai sel dendritik, monosit dan makrofag yang menjadi sumber utama sitokin lewat jalur imunitas bawaan. Pada fase kritis, kadar sitokin imunosupresif menurun, sementara kadar sitokin pro-inflamasi seperti yaitu tumour necrosis factor–α (TNF–α) meningkat. 

Kebocoran Plasma Terkait Sel Mast

Penelitian mengenai patogenesis sel mast dan produknya pada infeksi dengue, seperti sitokin dan vascular endothelial growth factor (VEGF) masih terus berkembang hingga saat ini. Syenina A dkk melaporkan kadar VEGF, chymase dan tryptase lebih tinggi pada pasien dengan infeksi dengue, terutama yang mengalami kebocoran plasma. 

Salah satu studi menunjukkan peningkatan histamin urin 24 jam pada pasien demam berdarah dan model murine mendapati peningkatan permeabilitas dari sawar darah otak berkurang signifikan dengan antihistamin dosis tertentu. Infeksi dengue yang masif pada sel mast diperkirakan menyebabkan peningkatan degranulasi pada infeksi dengue sekunder, sehingga meningkatkan aktivasi endotel dan kebocoran plasma. 

Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mekanisme sel mast karena peningkatan yang terjadi pada keadaan demam berdarah jika dibandingkan dengan demam dengue masih menunjukkan parameter normal dan pada infeksi dengue primer atau sekunder tidak menunjukkan adanya perbedaan.

Lipid Sebagai Mediator

Platelet–activating factor (PAF) merupakan fosfolipid yang mempunyai fungsi fisiologis berikatan dengan reseptornya. PAF merupakan induktor poten dalam meningkatkan permeabilitas pada keadaan sepsis dan anafilaksis; dan dapat mengaktifkan nuclear factor–κB (NF–κB) yang akan menghasilkan sitokin inflamasi lain seperti TNF–α dan IL–1β. PAF dihasilkan oleh sel endotel, leukosit, sel mast, makrofag, dan monosit. 

Menurut Souza DG dkk pada model murine kondisi infeksi dengue, PAF mempunyai hubungan antara kebocoran plasma yang reversibel dengan menghambat PAF. Pada studi didapatkan peningkatan signifikan kadar PAF pada demam berdarah fase kritis dan perbaikannya dengan memblokade reseptor PAF. 

Fosfolipase A2s yang merupakan enzim pada respon inflamasi dan secretory phospholipase A2 (sPLA2) diketahui menjadi pengatur dan penghasil dari PAF. Studi menunjukkan aktivitas sPLA2 meningkat pada pasien demam berdarah dibandingkan demam dengue; serta VEGF yang meningkat pada demam berdarah juga diketahui menginduksi produksi sPLA2.

Sphingosine–1–phosphate (S1P) merupakan faktor yang memperkuat integritas dari dinding endotel dan melawan efek dari VEGF terhadap endotel vaskular. Pada studi didapatkan bahwa kadar S1P darah menurun signifikan pada demam berdarah, terutama pada fase kritis.

Trombosit merupakan sumber utama dari S1P dan didapatkan adanya hubungan signifikan antara jumlah trombosit dengan kadar S1P serum pada dengue akut. Sehingga penurunan jumlah trombosit dapat menyebabkan penurunan kadar S1P darah terutama pada fase kritis, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel.

Leukotrienes merupakan enzim yang didalamnya termasuk LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4. Selain dikenal sebagai mediator proinflamasi dan chemoattractants poten, beberapa leukotrienes diketahui dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan kebocoran plasma. Peningkatan dari aktivitas LTB4 ditemukan pada infeksi dengue akut, yang dihasilkan dari paparan neutrofil terhadap DENV. Sehingga dapat disimpulkan bahwa leukotrienes juga memegang peranan penting dalam kebocoran plasma pada infeksi dengue. 

NS1 Dengue Sebagai Pemicu Peningkatan Permeabilitas Endotel

Protein NS1 dari DENV merupakan lipoprotein yang mempunyai peranan penting dalam replikasi virus intraseluler dan berdampak besar pada sistem imun. Studi melaporkan bahwa kadar NS1 yang tinggi muncul pada demam berdarah dan antigen NS1 bertahan lebih lama pada pasien dengan kebocoran plasma. 

Diketahui bahwa DENV NS1 berinteraksi dengan sistem komplemen sehingga menghasilkan sitokin inflamasi TLR4, menginduksi sitokin dari monosit yaitu IL–10, dan sitokin proinflamasi yaitu IL–6, IL–1β, serta TNF–α. Pada umumnya, durasi kadar antigen NS1 dalam darah ditemukan pada hari ke–4 hingga ke–8 dari awal penyakit, dan ditemukan adanya hubungan antigen lebih dari hari ke–5 yang akan lebih mungkin menjadi dengue berat. 

Namun studi yang dilakukan Fox A et al di Filipina melaporkan tidak adanya perbedaan kadar NS1 pada keadaan infeksi dengue primer atau sekunder maupun pada keadaan demam berdarah dengue atau demam dengue. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi hal tersebut.

Infeksi Endotel dan Produksi Mediator Inflamasi

Pada studi in vivo, didapatkan sel endotel dapat secara langsung diinfeksi oleh DENV dan menghasilkan mediator inflamasi, sehingga menimbulkan disfungsi endotel. Pada mencit, ditemukan adanya hubungan apoptosis sel endotel karena infeksi secara langsung dan TNF–α. 

Sedangkan temuan pada in vitro, apoptosis sel endotel diakibatkan secara langsung dari nitrit oksida dan efek komplemen antibodi anti–NS1. Namun hasil otopsi mengatakan sebaliknya bahwa tidak ditemukan adanya hubungan langsung terhadap komplemen antibodi anti–NS1 dan infeksi secara langsung oleh virus tersebut. Sehingga masih belum diketahui jelas bagaimana mekanisme infeksi langsung dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Kebocoran Plasma dan Angiopoietin

Angiopoietin 1 (ang–1) dan 2 (ang–2) bekerja lewat reseptor tyrosine kinase untuk mempertahankan integritas dari endotel. Meskipun begitu, ang–2 mempunyai efek yang berlawanan dengan ang-1, dan dapat meningkatkan permeabilitas endotel. 

Namun rasio ang–2 dengan ang–1 pada pasien dengan kebocoran plasma ditemukan tidak berbeda pada yang tidak mengalami hal tersebut. Meskipun begitu, ditemukannya adanya hubungan antara aktivitas sPLA2 yang menginduksi PAF, sehingga PAF menginduksi produksi ang–2 dan kembali lagi menginduksi sPLA2 pada hewan.

Kebocoran Plasma dan Trombosit

Trombosit pasien dengan infeksi dengue diketahui dapat mengekspresikan P–selectin, molekul yang mempunyai sifat mengikat antara trombosit dengan leukosit. Trombosit diketahui akan membentuk agregasi trombosit–monosit pada keadaan trombositopenia dan kejadian agregasinya mempunyai korelasi kuat pada kejadian kebocoran plasma. 

Agregasi trombosit-monosit tersebut memicu produksi sitokin dan dalam keadaan infeksi dengue, dapat memicu produksi IL–1β, IL–8, dan IL–10 oleh monosit. Malavige GN et al menemukan bahwa kadar IL–10, IL–1β, protein chemoattractant monosit, dan IL–8 berhubungan dengan kejadian dengue berat, dan monosit merupakan sumber utama dari IL–10. 

Trombosit juga diketahui memengaruhi permeabilitas vaskular dengan memproduksi IL–1β dari mikropartikelnya. Kamaladasa A et al melaporkan kejadian kadar IL–1β yang tinggi pada dengue berat dan mendapati hubungannya dengan peningkatan permeabilitas vaskular.

Peningkatan kejadian kebocoran plasma yang signifikan pada keadaan di atas menyimpulkan bahwa IL–1β dan mikropartikel dapat meningkatkan permeabilitas vaskular. Berbeda dengan IL–1β yang sudah terbukti, serotonin yang dihasilkan oleh mikropartikel trombosit masih dalam perdebatan apakah mempunyai peran yang signifikan dalam kebocoran plasma pada pasien dengue. 

Mediator Lainnya pada Kebocoran Plasma

Endotel yang teraktivasi karena kondisi permeabilitas vaskular diketahui akan menghasilkan nitrit oksida. Thein TL et al melaporkan kadar nitrit oksida yang lebih tinggi pada pasien demam berdarah fase febris jika dibandingkan dengan demam dengue. 

Namun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut karena masih menjadi perdebatan. Mediator lain yang diketahui dapat menyebabkan kebocoran plasma, antara lain: bradikinin, protein komplemen C3a dan C5a, IL–33, produk fibrin, prostaglandin E2, F2, dan D2

Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan peran komplemen dan prostaglandin terhadap kebocoran plasma pada demam berdarah. Sedangkan untuk IL–33 dan bradikinin, Malavige et al melaporkan tidak menemukan adanya perbedaan kadar keduanya pada pasien demam berdarah dan demam dengue. 

Terapi Cairan Oral

Pengelolaan terapi cairan sebagai bagian terapi suportif penanganan pasien demam berdarah dengue merupakan aspek yang harus direncanakan dengan benar untuk mendapatkan luaran yang baik. Kebocoran plasma, dehidrasi, disfungsi miokard merupakan penyebab terjadinya komplikasi sindrom renjatan dengue. 

Selain memperhatikan jenis cairan, durasi, dosis dan deeskalasi, perlu pula diperhatikan tujuan pemberian cairan apakah untuk mencapai tujuan resusitasi, rumatan, penggantian atau nutrisi. Pada seluruh kasus, terapi cairan harus dimulai sedini mungkin dalam bentuk terapi oral dan dimodifikasi sesuai perkembangan keadaan klinis pasien. Makalah ini selanjutnya akan terfokus pada pembahasan terapi cairan oral. 

Jenis Cairan Oral yang Direkomendasikan

Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, keringat yang diproduksi tubuh dalam proses demam bukan tersusun atas air murni namun air yang mengandung komponen elektrolit. Karena itu, untuk mencegah risiko dehidrasi akibat kebocoran plasma dan menggantikan cairan tubuh yang keluar dalam bentuk keringat, pilihan terapi cairan oral yang mengandung elektrolit dalam jumlah seimbang perlu diperhatikan, contohnya: cairan elektrolit isotonik, cairan rehidrasi oral, susu, jus buah, dan lain lain. 

Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO 2011, dimana pasien demam berdarah Dengue disarankan untuk mengkonsumsi minuman elektrolit isotonik. Selain itu, sebuah penelitian uji acak tersamar ganda yang dilakukan di Indonesia pada pasien demam berdarah dengue menunjukkan pemberian cairan elektrolit isotonik membantu mengurangi gejala mual, muntah dan menurunkan suhu tubuh lebih cepat dibandingkan dengan pemberian air putih. 

Waktu yang Tepat untuk Memulai Pemberian Cairan Oral

Pemberian cairan oral perlu diberikan selama pasien masih dapat menerima asupan oral dan tidak didapatkan kontraindikasi pemberian cairan oral. Pemberian cairan tambahan secara intravena diindikasikan bila asupan oral dinilai tidak mencukupi atau terdapat ketidakseimbangan hemodinamik. 

Jumlah Cairan yang Tepat pada Pasien

Jumlah cairan yang perlu diberikan pada pasien demam, perlu mencakup kebutuhan harian pasien ditambah perhitungan kehilangan yang tidak disadari, atau insensible water loss, misalnya melalui keringat. Terdapat beberapa metode perhitungan kebutuhan cairan yang dapat digunakan, antara lain perhitungan kebutuhan harian berdasarkan berat badan pasien sebanyak 1500 mL + [(berat badan ideal – 20 kg) x 20] mL. 

Pada keadaan demam, untuk setiap kenaikan suhu 1°C dari 37°C, perlu diperhitungkan tambahan insensible water loss minimal 600–1000 ml cairan setiap hari. Penggunaan tabel cairan untuk pasien rawat jalan telah terbukti sebagai salah satu intervensi yang mudah dan murah untuk mengurangi angka perawatan inap dan kebutuhan pemberian cairan intravena pada pasien terduga demam dengue.

Pertimbangan Pemberian Cairan Secara Oral atau Intravena

Penyapihan suplementasi cairan dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan perbaikan keadaan klinis pasien. Bila tidak lagi diperlukan, pemberian cairan intravena dapat terlebih dahulu dikurangi sebelum akhirnya pemberian terapi cairan oral dikembalikan pada kebutuhan sesuai perhitungan rumatan orang sehat. 

Kesimpulan

Terapi cairan oral penting diperhatikan dalam tata laksana demam berdarah dengue karena akan memengaruhi luaran pasien. Keringat yang diproduksi tubuh dalam proses demam tersusun atas air yang mengandung komponen elektrolit. 

Karena itu, pilihan terapi cairan oral sebagai rumatan dan pengganti cairan tubuh yang keluar dalam bentuk keringat harus mengandung elektrolit dalam jumlah seimbang, contohnya: cairan elektrolit isotonik, cairan rehidrasi oral, susu, jus buah sesuai rekomendasi WHO. Pemberian cairan oral perlu diberikan selama pasien masih dapat menerima asupan oral dan tidak didapatkan kontraindikasi pemberian cairan oral, dengan memperhitungkan tambahan insensible water loss sebanyak 2,5 mL/kg berat badan/hari untuk setiap kenaikan suhu 1°C dari 37°C.

Referensi