Injeksi Anti-VEGF untuk Terapi Retinopati Diabetik

Oleh :
dr. Utami Noor Syabaniyah SpM

Injeksi anti-VEGF atau anti-vascular endothelial growth factor untuk terapi retinopati diabetik diperkirakan dapat meningkatkan ketajaman visus. Retinopati diabetik adalah komplikasi mikrovaskular yang paling umum akibat diabetes mellitus dan merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan. Oleh sebab itu, potensi anti-VEGF sebagai terapi retinopati diabetik patut dievaluasi lebih lanjut.[1-3]

Retinopati diabetik dibedakan menjadi non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan proliferative diabetic retinopathy (PDR). Kondisi PDR merupakan tahap akhir dari retinopati diabetik, yang ditandai dengan neovaskularisasi akibat produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) secara abnormal. Pada retinopati diabetik, produksi VEGF merupakan respons dari kondisi iskemik ataupun hipoksia.[1,3]

AntiVEGFRetinopatiDiabetik Sumber: Wikimedia Commons, 2022.

Peningkatan produksi VEGF yang dipicu oleh hipoperfusi dan iskemia retina berperan penting dalam terjadinya komplikasi neovaskular pada pasien retinopati diabetik. VEGF mendorong proliferasi dan migrasi sel-sel endotel vaskular serta dapat meningkatkan permeabilitas vaskular.[1,3]

Studi epidemiologi global memperkirakan bahwa >500 juta individu mengalami diabetes pada tahun 2021. Sekitar ⅓ populasi diabetik tersebut mengalami ancaman retinopati diabetik. Semakin beratnya diabetes dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti edema makula, ablasio retina, perdarahan vitreus, dan glaukoma neovaskular yang akhirnya menimbulkan kebutaan irreversible. Beban penyakit yang besar ini membuat opsi terapi yang lebih baik diperlukan.[1,3,4]

Pilihan Anti-VEGF untuk Terapi Retinopati Diabetik

Pemberian anti-VEGF ditujukan untuk menghambat pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi), mengurangi permeabilitas vaskular, dan mengurangi edema. Terdapat berbagai agen anti-VEGF yang tersedia, masing-masing dengan karakteristik farmakologis dan durasi efek yang berbeda.[1,3,5]

Beberapa pilihan obat anti-VEGF mencakup pegaptanib sodium dan antibodi seperti bevacizumab, ranibizumab, brolucizumab, dan faricimab, serta protein fusi rekombinan misalnya aflibercept dan conbercept. Semua agen anti-VEGF ini dapat menyebabkan regresi neovaskularisasi, edema makula, atau keduanya.[1,3,5]

Pegaptanib (oligonukleotida yang dimodifikasi) hanya menghambat isoform VEGF 165. Bevacizumab dan ranibizumab (fragmen antibodi monoklonal) menghambat semua isoform VEGF-A. Aflibercept dan conbercept adalah protein fusi rekombinan yang menghambat VEGF-A, VEGF-B, dan faktor pertumbuhan plasenta. Faricimab adalah antibodi imunoglobulin bispesifik yang menghambat VEGF-A dan angiopoietin-2.[1,3,5]

Selama >20 tahun, anti-VEGF telah digunakan untuk tata laksana penyakit mata seperti diabetic macular edema (DME) dan age-related macular degeneration (AMD). Di antara obat anti-VEGF, ranibizumab dan aflibercept merupakan yang disetujui oleh FDA untuk kasus DME dan PDR.[5-7]

Ranibizumab berikatan dengan VEGF dan mencegah ikatan dengan reseptor sehingga menghambat angiogenesis. Bevacizumab awalnya disetujui FDA untuk terapi kanker kolon tetapi juga sering digunakan pada kasus retinopati diabetik secara off-label (terutama di negara berkembang) karena bevacizumab lebih ekonomis daripada anti-VEGF yang lain.[5-7]

Pemberian Anti-VEGF untuk Terapi Retinopati Diabetik dan Kendalanya

Pada kasus mata, anti-VEGF diberikan melalui injeksi intravitreal. Dikarenakan half-life yang pendek, injeksi anti-VEGF diperlukan >1 kali dengan jarak sekitar 1 bulan antar injeksi untuk tata laksana DME. Pada pasien DME, dosis inisial umumnya adalah 3–4 kali injeksi anti-VEGF secara berturut-turut.[1,5-7]

Setelah itu, interval pengobatan ditentukan oleh dokter berdasarkan progresivitas penyakit yang dinilai dari visus dan/atau parameter anatomis (ketebalan makula) yang dapat dilihat dari pemeriksaan optical coherence tomography (OCT). Agen anti-VEGF memiliki efek samping, terutama yang terkait dengan efek pada pembuluh darah di seluruh tubuh. Efek samping ini dapat mencakup stroke dan serangan jantung.[1,5-7]

Selain itu, meskipun obat anti-VEGF efektif bagi banyak pasien retinopati diabetik, ada beberapa kendala dalam penggunaannya. Contohnya, beberapa pasien menunjukkan respons yang tidak memadai terhadap pengobatan, dan tindakan injeksi intravitreal secara rutin dapat membebani pasien, keluarga, serta pelayanan kesehatan.[1,3]

Bukti tentang Efikasi dan Keamanan Anti-VEGF untuk Terapi Retinopati Diabetik

Uji-uji klinis telah mengevaluasi efikasi dan keamanan berbagai agen anti-VEGF seperti ranibizumab, aflibercept, dan bevacizumab dalam tata laksana retinopati diabetik. Hasilnya menunjukkan bahwa agen anti-VEGF dapat meningkatkan tajam penglihatan dan mengurangi edema pada makula dilihat melalui pemeriksaan OCT. Efek samping anti-VEGF juga dilaporkan minimal.[5,8-10]

Meta-analisis oleh Virgili et al. membandingkan efektivitas anti-VEGF (ranibizumab, aflibercept, dan bevacizumab) dengan panretinal photocoagulation laser (PRP). Hasil menunjukkan bahwa anti-VEGF memberikan hasil yang lebih baik dalam hal visual outcome. Aflibercept memberikan beberapa keuntungan dibandingkan ranibizumab dan bevacizumab pada pasien dengan DME dalam hal visual outcome setelah 1 tahun.[7]

Sementara itu, meta-analisis Zhang et al. menyatakan bahwa ranibizumab memperbaiki tajam penglihatan secara lebih baik daripada PRP dan aflibercept. Fallico et al. melaporkan bahwa PRP dan terapi anti-VEGF, baik digunakan secara sendiri-sendiri maupun dikombinasi, dapat menghasilkan regresi neovaskularisasi (dengan anti-VEGF memberikan hasil yang lebih baik). Conbercept intravitreal yang diberikan sebelum operasi vitrektomi dapat menjadi adjuvan efektif pada kasus retinopati diabetik seperti yang dilaporkan oleh Wang et al.[8-10]

Studi retrospektif oleh Moshfeghi et al. menyatakan bahwa pasien NPDR berat yang tidak pernah mendapatkan pengobatan (anti-VEGF ataupun laser) memiliki cumulative incidence sebesar 46.8% untuk menjadi PDR dalam 4 tahun. Insiden PDR ditemukan lebih rendah pada pasien NPDR yang mendapatkan anti-VEGF. Oleh sebab itu, studi ini menyimpulkan bahwa terapi anti-VEGF pada pasien NPDR berat mungkin membantu mengurangi progresivitas menjadi PDR.[2]

Akan tetapi, berbeda dengan studi-studi sebelumnya, tinjauan sistematik terkini oleh Martinez et al. (2023) terhadap pasien diabetes dengan PDR mengatakan bahwa bila dibandingkan dengan PRP sendiri, kombinasi PRP dan anti-VEGF bisa meningkatkan ketajaman visus tetapi peningkatan tidak signifikan secara klinis. Dalam hal secondary outcome, kombinasi anti-VEGF dengan PRP menyebabkan regresi pembuluh darah baru, mengurangi perdarahan vitreus, dan mungkin mengurangi kebutuhan untuk vitrektomi dibandingkan dengan mata yang diobati dengan PRP saja.[3]

Martinez et al. menyatakan bahwa efek samping jarang terjadi, tetapi tidak cukup data untuk menentukan perbedaan keamanan yang signifikan antara kedua pendekatan pengobatan tersebut sehingga dampaknya terhadap kualitas hidup pasien belum dapat disimpulkan. Uji klinis lebih lanjut dengan follow-up lebih lama masih diperlukan untuk menentukan berapa dosis optimal dan interval waktu yang tepat untuk terapi anti-VEGF pada pasien PDR.[3]

Kesimpulan

Bukti saat ini menunjukkan bahwa anti-VEGF dapat bermanfaat untuk meningkatkan ketajaman visus dan mengurangi edema makula pada pasien NPDR. Anti-VEGF juga mungkin dapat mengurangi risiko progresivitas menjadi PDR bila diberikan pada pasien NPDR berat. Pada pasien PDR, kombinasi anti-VEGF dan PRP juga dilaporkan bisa menghasilkan peningkatan ketajaman visus bila dibandingkan dengan PRP saja, tetapi peningkatan ketajaman visus ini dilaporkan tidak signifikan secara klinis.

Pemberian anti-VEGF untuk kasus PDR saat ini masih memiliki low-moderate evidence. Oleh sebab itu, studi klinis acak lebih lanjut dengan waktu follow-up lebih lama masih diperlukan untuk memastikan signifikansi anti-VEGF terhadap visus dan kualitas hidup pasien, serta mengetahui dosis anti-VEGF yang optimal dan interval waktu yang tepat untuk pemberian anti-VEGF pada pasien PDR.