Kapan dan Bagaimana Memulai Terapi Statin?

Oleh :
dr. Queen Sugih Ariyani

Keputusan mengenai kapan dan bagaimana terapi statin dimulai masih sering menjadi perdebatan sehingga konsensus yang berbasis bukti adekuat masih diperlukan. Statin adalah golongan obat inhibitor HMG–CoA reduktase yang digunakan untuk mengurangi kadar low density lipoprotein (LDL), misalnya pada pasien dislipidemia yang berisiko mengalami penyakit jantung koroner.

Statin juga memiliki efek untuk mengurangi stres oksidatif dan inflamasi dalam pembuluh darah. Terapi statin dengan intensitas tinggi sebagai prevensi sekunder penyakit kardiovaskular wajib diberikan. Namun, pemberiannya sebagai prevensi primer akan membutuhkan pertimbangan yang lebih kompleks.[1,2]

shutterstock_789077722-min

Kapan Memulai Terapi Statin

Banyak studi menyarankan pemberian statin sebagai prevensi primer pada pasien dengan kadar LDL yang sangat tinggi, penderita diabetes mellitus, dan pasien dengan skor risiko kardiovaskular yang tinggi. Risiko kardiovaskular dapat diartikan sebagai besarnya risiko seseorang untuk mengalami kejadian kardiovaskular arterosklerotik dalam suatu masa (biasanya dalam 10 tahun).

Saat ini terdapat bermacam sistem skoring risiko kardiovaskular seperti Framingham, Systemic Coronary Risk Estimation (SCORE), ASSIGN, dan Q-Risk. Namun, pedoman dari European Society of Cardiology (ESC) dan European Atherosclerosis Society (EAS) menyarankan penggunaan SCORE untuk menilai kebutuhan pemberian statin sebagai prevensi primer penyakit kardiovaskular.[1,3,4]

Rekomendasi dari European Society of Cardiology

ESC membagi tingkatan risiko kardiovaskular menjadi kategori sangat tinggi, tinggi, moderat, dan rendah. Risiko sangat tinggi mencakup semua pasien yang terbukti memiliki suatu penyakit kardiovaskular. ESC menyarankan pemberian statin guna penurunan nilai LDL yang berbeda-beda pada tiap kelompok faktor risiko.

Pada individu dengan faktor risiko rendah dan moderat, pemberian statin dapat dipertimbangkan untuk mencapai target LDL < 116 mg/dL dan < 100 mg/dL. Pada pasien risiko tinggi, penurunan LDL ditargetkan sebesar ≥ 50% dari baseline dengan penurunan hingga < 70 mg/dL.[3]

Rekomendasi dari American College of Cardiology

American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) membagi risiko kardiovaskular menjadi kategori rendah, perbatasan, menengah, dan tinggi. Terapi statin tidak disarankan pada risiko rendah dan dapat dipertimbangkan dengan intensitas moderat pada risiko perbatasan.

Pada pasien risiko menengah, pemberian statin disarankan dengan target penurunan LDL sebanyak 30–49% dan pada pasien risiko tinggi, target penurunan adalah ≥ 50%. Penilaian risiko kardiovaskular sebaiknya dilakukan tiap 4–6 tahun pada orang dewasa berusia 20–39 tahun.[2,5]

Studi Terbaru tentang Waktu Memulai Terapi Statin

Panduan-panduan yang ada telah menjelaskan kapan terapi statin perlu dimulai untuk prevensi primer penyakit kardiovaskular. Namun, pada nyatanya, penentuan pasien yang membutuhkan statin untuk prevensi primer masih cukup sulit. Secara umum, penggunaan statin memang lebih diarahkan pada pasien yang memiliki risiko lebih tinggi karena bukti manfaatnya pada kelompok risiko rendah masih terbatas.[6,7]

Namun, hasil menarik dilaporkan oleh studi terbaru dari Pencina et al. Studi ini menilai keuntungan jangka panjang (30 tahun) dari penggunaan statin pada pasien berusia 30–59 tahun yang tidak memiliki penyakit kardiovaskular dan tidak mencukupi kriteria ACC/AHA untuk diberikan statin. Hasil studi ini menunjukkan bahwa penggunaan statin intensitas tinggi dapat mencegah 51–71% penyakit kardiovaskular prematur pada pasien berusia 30–39 tahun.

Studi ini menyimpulkan bahwa pemberian statin sebagai prevensi primer dapat juga dipertimbangkan pada pasien yang tidak mencukupi kriteria dalam panduan-panduan yang telah ada. Meskipun masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut dengan studi di masa depan, studi ini menyimpulkan bahwa pemberian statin yang lebih awal mungkin dapat memberikan prevensi yang lebih baik.[4,8]

Bagaimana Memulai Terapi Statin

Penggunaan statin bertujuan untuk mencapai target LDL sesuai risiko kardiovaskular yang telah ditentukan. Penggunaan dosis statin dapat dibedakan menjadi intensitas tinggi, moderat, dan rendah.[3,5]

Statin intensitas tinggi, moderat, dan rendah dapat menurunkan LDL sebanyak ≤ 50%, 30–49%, dan < 30% secara respektif. Agen yang baik untuk diberikan dalam intensitas tinggi adalah rosuvastatin 20–40 mg atau atorvastatin 40–80 mg.

Untuk intensitas moderat, agen yang dianjurkan adalah atorvastatin 10–20 mg atau rosuvastatin 5–10 mg atau simvastatin 20–40 mg. Sementara itu, agen yang dianjurkan untuk intensitas rendah adalah simvastatin 10 mg.[5]

Edukasi Pasien tentang Efek Samping Statin

Efek samping statin yang paling signifikan adalah miopati yang dapat menyebabkan rhabdomiolisis. Dosis statin yang lebih tinggi dikaitkan dengan risiko toksisitas otot yang juga lebih tinggi. Selain itu, pasien juga dapat mengalami statin-associated muscle symptoms (SAMS) berupa mialgia yang disertai spasme otot.

Dokter perlu menjelaskan risiko-risiko tersebut kepada pasien serta menganjurkan pasien untuk menghindari obat-obat lain yang dapat berinteraksi dengan statin dan meningkatkan risiko rhabdomiolisis. Contoh obat-obatan tersebut adalah itrakonazole, verapamil, dan siklosporin.[3,9,10]

Pasien juga perlu diedukasi untuk segera kembali ke dokter bila mengalami gejala rhabdomiolisis. Tanda yang paling sering dijumpai adalah rasa pegal otot yang parah dan menyeluruh, kelemahan otot, serta urine berwarna gelap.[9,10]

Statin juga dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus dan stroke perdarahan secara minor. Namun, efek positifnya dalam menurunkan LDL dinilai jauh lebih signifikan daripada risiko ini sehingga tidak menjadi suatu kontraindikasi. Statin juga dinilai tidak memberikan dampak buruk pada ginjal.[3]

Follow-up Setelah Pemberian Statin

Follow-up utama setelah pemberian statin adalah evaluasi target LDL yang dicapai dan evaluasi efek samping yang mungkin terjadi. Respons terhadap terapi dapat diperiksa 6–8 minggu setelah awal terapi. Tidak ada ketentuan waktu yang baku untuk evaluasi ulang LDL. Namun, umumnya pemeriksaan ulang dilakukan 6–12 minggu kemudian. Selain LDL, pemeriksaan profil lipid lengkap juga dapat dilakukan bila perlu.[3]

Panduan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) 2017 menyarankan pemeriksaan profil lipid sekitar 8 + 4 minggu setelah terapi dimulai dan sekitar 8 + 4 minggu setelah perubahan dosis atau jenis obat, hingga target tercapai.[1]

Sebelum memulai terapi dan sesudah memulai terapi, nilai kreatinin kinase disarankan untuk dipantau. Pemeriksaan rutin berulang dapat dilakukan tetapi tidak diwajibkan. Pemantauan efek samping lebih difokuskan pada pasien yang berisiko tinggi miopati, misalnya pasien dengan usia lanjut, keluhan otot, dan pasien yang mengonsumsi obat-obatan yang berinteraksi dengan statin. Apabila pasien menunjukkan tanda-tanda rhabdomiolisis, pemeriksaan kreatinin kinase wajib dilakukan.[3,5]

Penggunaan statin juga dapat meningkatkan level enzim hati tetapi umumnya tidak mencapai nilai yang bermakna secara klinis. Oleh karena itu, ESC tidak menyarankan tes fungsi hati secara rutin. Namun, panduan dari Indonesia menyarankan pemeriksaan enzim hati sebelum memulai terapi. Pemeriksaan lanjutan disarankan 8–12 minggu setelah pengobatan dimulai dan setiap kali dosis dinaikkan.[1-3]

Pemeriksaan enzim jantung tidak disarankan untuk dilakukan secara rutin. Sementara itu, pemeriksaan HbA1c secara rutin dapat dipertimbangkan pada pasien yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami diabetes mellitus.[1,3]

Kesimpulan

Statin intensitas tinggi perlu diberikan untuk prevensi sekunder penyakit kardiovaskular. Namun, terdapat pertimbangan lebih kompleks jika statin hendak diberikan sebagai prevensi primer. Pemberian statin untuk prevensi primer didasarkan pada stratifikasi risiko yang dapat menggunakan SCORE sebagai landasan penilaian.

Suatu studi terbaru menyatakan bahwa ada keuntungan bagi pasien jika memulai terapi statin lebih awal, bahkan saat belum direkomendasikan oleh guideline yang sudah ada. Namun, hal ini masih membutuhkan konfirmasi studi lebih lanjut.

Terapi statin dapat dibedakan menjadi terapi intensitas tinggi, moderat, dan rendah. Penentuan intensitas terapi statin disesuaikan dengan target LDL yang ingin dicapai. Efek samping statin yang paling serius adalah rhabdomiolisis, yang risikonya meningkat sesuai tingginya dosis. Selain melakukan follow-up kadar LDL secara berkala, dokter juga perlu memantau kadar kreatinin kinase bila pasien berisiko miopati. Namun, tes ini umumnya tidak disarankan untuk dilakukan rutin.

Referensi