Keamanan dan Efikasi Vaksin Malaria R21/Matrix-M – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Anastasia Feliciana

Safety and Eficacy of Malaria Vaccine Candidate R21/Matrix-M In African Children: A Multicentre, Double-Blind, Randmised, Phase 3 Trial

Datoo MS, et al; R21/Matrix-M Phase 3 Trial Group. Lancet. 2024; 403(10426):533-544. doi: 10.1016/S0140-6736(23)02511-4. PMID: 38310910.

studiberkelas

Abstrak

Latar belakang: Berdasarkan studi fase 2B di Burkina Faso, diketahui pemberian vaksin malaria terbaru, R21/Matrix-M, memiliki efikasi melawan malaria sebesar 75% dengan pemberian berkala. Penelitian ini merupakan uji klinis fase 3 untuk menguji keamanan dan efikasi vaksin ini terhadap 4.800 anak yang tersebar di 4 negara Afrika dengan melakukan follow-up perkembangan selama 18 bulan pada lokasi musiman-malaria dan 12 bulan pada  lokasi standar.

Tujuan: Tujuan utama studi ini adalah mengetahui efikasi protektif vaksin R21/Matrix-M 14 hari pasca vaksinasi ke-3 hingga 12 bulan pasca selesainya rangkaian vaksinasi primer di lokasi musiman dan lokasi standar. Selain itu, dinilai juga efikasi vaksin ini terhadap episode malaria multipel, malaria berat, keamanan dan imunogenisitas subjek.

Metode: Uji klinis acak terkontrol ini merupakan uji fase 3 dari vaksin malaria R21/Matrix-M yang dilakukan di 5 lokasi di 4 negara Afrika dengan pola musim dan intensitas malaria yang beragam. Anak-anak berusia 5-36 bulan dilibatkan dan diacak (2:1) untuk memperoleh 5 μg R21 + 50 μg Matrix-M atau kontrol (berupa vaksin rabies).

Vaksin diberikan dalam tiga dosis dengan jarak antar vaksin empat minggu, kemudian booster diberikan 12 bulan setelah dosis ke-3. Separuh dari jumlah subjek direkrut dari 2 lokasi musiman, dan separuh lagi dari lokasi standar, menggunakan imunisasi-berbasis-usia (age-based immunisation).

Hasil: Dari 26 April 2021 hingga 12 Januari 2022, sebanyak 5.477 anak menjalani penapisan dan kemudian 1.705 anak masuk dalam kelompok kontrol dan 3.434 mendapat vaksin R21/Matrix-M.

Sebanyak 4.878 subjek mendapat vaksin dosis pertama. Sebanyak 3.103 subjek kelompok uji dan 1.541 subjek kelompok kontrol terlibat dalam analisis per-protokol yang dimodifikasi (51,9% laki-laki dan 48,1% perempuan).

Vaksin R21/Matrix-M dapat ditolerir dengan baik, di mana efek samping yang paling sering ditemukan antara lain: nyeri pada lokasi injeksi (18,6%) dan demam (46,7%). Jumlah efek samping khusus dan serius tidak berbeda signifikan antara kelompok studi dan kontrol. Tidak ada kasus kematian terkait intervensi yang diberikan.

Efikasi vaksin pada jangka waktu 12 bulan adalah 75% di lokasi musiman dan 68% di lokasi standar, pada saat episode malaria klinis pertama muncul. Demikian pula, efikasi vaksin terhadap episode malaria klinis multipel adalah 75% di lokasi musiman dan 67% di lokasi standar. Terdapat sedikit penurunan efikasi vaksin selama 12 bulan pertama masa follow-up, dengan jumlah yang sama di lokasi musiman dan lokasi standar. Terdapat penurunan angka kejadian malaria sebesar 868 kasus per 1000 anak-tahun di lokasi musiman dan 296 di lokasi standar terjadi dalam 12 bulan.

Antibodi yang diinduksi vaksin terhadap conserved central Asn-Ala-Asn-Pro (NANP) repeat sequence dari protein sirkumsporozoit, berkorelasi dengan efikasi vaksin. Ditemukan titer antibodi spesifik NANP yang lebih tinggi pada subjek di kelompok usia 5-17 bulan dibandingkan 18-36 bulan. Kelompok usia yang lebih muda memiliki efikasi vaksin paling tinggi terhadap episode malaria pertama dalam 12 bulan, di lokasi musiman 79% dan lokasi standar 75%.

Kesimpulan: Vaksin R21/Matrix-M dapat ditoleransi dengan baik dan memiliki efikasi tinggi terhadap malaria klinis pada anak di Afrika. Vaksin yang harganya terjangkau dan berefikasi tinggi ini telah terlisensi di berbagai negara di Afrika dan baru-baru ini mendapat rekomendasi dari WHO dalam prakualifikasi produksi dan distribusi skala besar untuk menurunkan beban kesehatan yang ditimbulkan malaria di area Afrika Sub-Sahara.

Ulasan Alomedika

Malaria memiliki beban morbiditas dan mortalitas yang tinggi, termasuk di Indonesia. Implementasi program vaksinasi malaria diharapkan dapat menurunkan insidensi malaria berat dan menurunkan angka rawat inap akibat malaria parasitemia.

R21 adalah partikel mirip virus yang memicu sekuens NANP protein sirkumsporozoit. R21 diberikan bersama dengan adjuvan saponin yaitu Matrix-M. Dalam studi fase 2B sebelumnya, efikasi vaksin R21/Matrix-M selama 24 bulan mencapai 75% untuk episode pertama malaria dan 77% untuk episode malaria multiple, setelah 4 dosis, pada anak usia 5-17 bulan di Nanoro, Burkina Faso.

Studi yang dibahas dalam artikel ini merupakan uji klinis fase 3 untuk menguji keamanan dan efikasi vaksin R21/Matrix-M terhadap anak di Afrika dengan rentang usia yang diperluas menjadi 5-36 bulan.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan uji acak terkontrol double blind, dengan kriteria eligibilitas, inklusi dan eksklusi subjek yang cukup jelas. Penelitian ini dilakukan pada area transmisi malaria tinggi (lokasi musiman) dan rendah (lokasi standar) di Afrika.

Terdapat dua lokasi musiman yang dipilih, yakni l'Unité de Recherche Clinique de Nanoro di Nanoro, Burkina Faso dan The Malaria Research and Training Centre di Bamako and Bougouni, Mali. Ada pula tiga lokasi standar yang dipilih adalah l‘Institut des Sciences et Techniques di Burkina Faso, The Kenya Medical Research Institute Centre for Geographical Medicine Research–Coast di Kenya, dan The Ifakara Health Institute di Tanzania.

Pengacakan Subjek:

Metode pelaksanaan penelitian fase 3 ini dilakukan dengan rapi dengan meminimalkan risiko bias. Randomisasi dilakukan memakai sistem web elektronik interaktif, yang distratifikasi berdasarkan lokasi transmisi (musiman/ standar), usia (5-12 bulan/ 13-24 bulan/ 25-36 bulan) serta jenis kelamin (laki-laki/ perempuan) dengan randomisasi blok.

Antisipasi Bias:

Dalam prosedur pemberian vaksin, baik vaksin malaria maupun kontrol diberikan dengan spuit dengan tipe yang sama, demikian juga dengan warna dan konsistensinya. Isi dari vaksin tertutup label putih. Studi ini bersifat double blind, sehingga baik subjek, keluarga, investigator, tim laboratorium, dan tim studi lokal tidak mengetahui vaksin yang diberikan adalah vaksin malaria atau kontrol.

Bias dalam waktu dan lokasi pemberian vaksin juga diminimalkan dengan pemberian vaksin sebelum musim malaria di lokasi musiman dan demikian pula dengan pemberian booster juga 12 bulan setelah dosis ke-3 dan sebelum musim malaria dimulai. Sementara itu, pada lokasi standar, pemberian tidak memperhatikan waktu musim malaria.

Penilaian Luaran:

Data keamanan tambahan diperoleh dari 50% subjek pertama yang terlibat di tiap lokasi, termasuk efek samping dalam 7 hari pasca vaksinasi dan nilai laboratorium (antibodi IgG sekuens NANP) sebelum vaksinasi, di hari ke-28 dan bulan ke-12 pasca vaksinasi ke-3, dan 28 hari pasca booster. Semua efek samping dimonitor hingga subjek tidak lagi bergejala. Kemungkinan tidak tercatatnya efek samping diminimalkan dengan kontrol rutin yang terjadwal setiap 8 minggu hingga 12 bulan pasca vaksinasi ke-3.

Adapun kriteria dan alur diagnosis dari malaria primer, malaria sekunder, malaria berat hingga malaria tidak bergejala pasca vaksinasi dalam studi ini cukup jelas, termasuk memakai dua analis laboratorium independen (blinded terhadap status vaksinasi subjek) dan bila ada ketidaksesuaian maka akan ada analis laboratorium ke-3 akan menengahi.

Studi ini menggunakan analisis per-protokol yang dimodifikasi yaitu analisa data hanya melibatkan pasien yang lengkap mendapatkan vaksinasi sesuai protokol yang ditetapkan di awal dan vaksin ke-3 harus diberikan dalam 3-6 minggu setelah vaksin ke-2. Hal ini tentunya akan meminimalkan bias dalam analisis data.

Ulasan Hasil Penelitian

Efikasi vaksin R21/Matrix-M cukup tinggi yaitu 75% di lokasi musiman dan 67% di lokasi standar pada populasi anak usia 5-36 bulan. Ini melebihi hasil studi vaksin RTS,S/AS01 yaitu sebesar 56%.

Efikasi vaksin dalam 3 bulan pertama dalam 12 bulan pasca pemberian 4 dosis menunjukkan penurunan efikasi namun masih >60%. Studi ini menganalisis juga efikasi per kelompok usia, di mana ditemukan efikasi vaksin lebih tinggi pada kelompok usia 5-17 bulan dibandingkan 18-36 bulan di kedua jenis lokasi transmisi malaria.

Temuan pada studi ini konsisten dengan studi fase 2B sebelumnya, di mana efikasi vaksin adalah 76% setelah 1 tahun dan 77% setelah 2 tahun pemberian 4 dosis vaksin pada subjek usia 5-17 bulan. Pemeriksaan darah pada bulan ke-12 dan 18 pasca 4 dosis vaksin menunjukkan penurunan tingkat parasit secara signifikan pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan pemberian vaksin R21/Matrix-M tidak hanya membantu menurunkan kasus malaria tetapi juga berkontribusi mengurangi transmisi malaria.

Efek samping terbanyak yang ditemukan adalah nyeri pada lokasi injeksi dan demam, namun seiring bertambah dosis vaksin, semakin sedikit subjek yang melaporkan efek samping ini. Tidak ada efek samping serius dan kematian yang berhubungan dengan vaksin. Ditemukan 5 kasus kejang demam setelah 11.000 dosis (dengan 1 subjek termasuk kelompok kontrol), sehingga kejadian efek samping kejang-demam dapat dikatakan 1 per 3.700 dosis R21/Matrix-M.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan studi ini adalah pada ukuran sampel yang cukup besar dengan periode studi yang cukup panjang. Selain itu, metode penelitian dari persiapan, pelaksanaan, proses diagnosis klinis malaria, monitor efek samping dan evaluasi respon imun secara laboratoris cukup rapi dan jelas.

Studi ini juga melibatkan populasi subjek dengan rentang usia yang lebih luas yaitu 5-36 bulan, berbeda dengan studi sebelumnya yang hanya melibatkan anak usia 5-17 bulan. Efikasi vaksin pada berbagai rentang usia telah dilakukan juga pada studi ini, sehingga memberikan data baru yang tidak diperoleh di studi sebelumnya.

Hasil efikasi vaksin R21/Matrix-M pun menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding studi vaksin sebelumnya (RTS,S/AS01), sehingga hal ini dapat menjadi terobosan vaksin malaria baru yang dapat lebih diandalkan.

Limitasi Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Salah satu keterbatasan utama adalah studi ini tidak memperdalam analisis efikasi terhadap malaria klinis, malaria berat, dan angka kematian akibat malaria di tiap lokasi.

Studi ini juga tidak melibatkan anak yang terinfeksi HIV, tetapi ada studi lain di Uganda yang sedang berjalan yang meneliti kelompok subjek tersebut. Selain itu, studi ini tidak mengevaluasi pengaruh pemberian bersama dengan vaksin lain yang umumnya ada dalam program vaksin rutin.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Angka kejadian malaria di Indonesia masih tergolong tinggi. Terdapat beberapa area endemis malaria di Indonesia, seperti Provinsi Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Kabupaten Penajaman Paser Utara. Atas dasar ini, vaksinasi malaria yang efektif dan aman akan sangat bermanfaat bagi Indonesia, sehingga hasil dari studi ini tentu sangat dapat diaplikasikan di Indonesia.

Referensi