Metronidazole Sebagai Antinyeri Pasca Operasi Hemoroid

Oleh :
dr. Sonny Seputra, Sp.B, M.Ked.Klin, FINACS

Penggunaan metronidazole sebagai antinyeri pasca operasi hemoroid masih kontroversial. Nyeri adalah salah satu gejala yang paling umum timbul pasca operasi hemoroidektomi. Ketakutan akan rasa nyeri pasca operasi adalah salah satu alasan banyak pasien hemoroid menghindari atau menunda operasi. Intensitas nyeri dipengaruhi oleh luas eksisi hemoroid, proses penyembuhan luka, dan adanya infeksi.[1,2]

Nyeri pasca operasi hemoroidektomi dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya spasme sfingter ani interna dan infeksi sekunder pada lokasi pembedahan. Berpijak dari penyebab nyeri tersebut, ada banyak pendekatan dan pilihan terapi untuk meredakan nyeri pasca operasi hemoroidektomi, termasuk terapi lokal untuk relaksasi sfingter ani seperti penggunaan nitrat, anion exchange resins (cholestyramine), kompleks aluminium sukrosa sulfat (sukralfat), anestesi topikal, analgesik, dan penghambat kanal kalsium (seperti nifedipine dan diltiazem). Selain itu, terapi antimikroba seperti metronidazole digunakan untuk menurunkan kolonisasi kuman, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka infeksi pada lokasi pembedahan dan mengurangi rasa nyeri pasca operasi.[1,3]

Metronidazole Sebagai Antinyeri Pasca Operasi Hemoroid-min

Studi Mengenai Pemberian Metronidazole Sebagai Antinyeri Pasca Operasi Hemoroid

Metronidazole adalah antimikroba dari famili nitroimidazol yang bertindak terutama sebagai antibiotik spektrum luas terhadap patogen anaerob dan protozoa. Walaupun sudah sejak lama diteliti kegunaannya sebagai antimikroba, namun perlu diketahui bahwa penggunaan metronidazole sebagai antinyeri pasca operasi hemoroid masih merupakan hal yang kontroversial. Hasil studi yang ada terkait hal ini sering kali bertentangan satu sama lain.

Pada tahun 1998, Carapeti et al  melakukan penelitian pada 40 pasien yang mengonsumsi metronidazole 400 mg selama 7 hari setelah operasi hemoroidektomi.  Carapeti menggunakan visual analog score (VAS) untuk menilai nyeri pasca operasi setiap hari selama 7 hari pasca operasi pertama dan pada hari ke-14. Hasil studi menunjukkan kepuasan pasien yang meningkat dan aktivitas sehari-hari yang lebih baik pada kelompok metronidazole dibandingkan kontrol.[4]

Setelah itu, studi lain berupa uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 38 pasien yang menjalani operasi hemoroidektomi. Penelitian dilakukan dengan memberikan metronidazole  400 mg setiap 8 jam pada kelompok intervensi dan plasebo pada kelompok kontrol. Hasil studi menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok metronidazole dengan kontrol dalam hal pengurangan rasa nyeri pasca operasi hemoroid.[5]

Studi lain oleh Al-Mulhim et al, melibatkan 84 pasien yang diberi metronidazole dan 82 pasien kontrol. Metronidazole 500 mg diberikan secara intravena, dikombinasikan dengan anestesi. Dua dosis tambahan metronidazole diberikan pada 2 jam dan 10 jam setelah operasi, dan diberikan metronidazole oral 500 mg setiap 8 jam selama 3 hari.  Pada kelompok yang mendapat terapi metronidazole, Al-Mulhim menemukan adanya pengurangan yang signifikan dalam intensitas nyeri pada hari ke-7 pasca operasi dan pasien lebih cepat kembali untuk memulai kegiatan sehari-hari dibanding kelompok kontrol.[6]

Penelitian lain melakukan pemberian metronidazole dengan teknik yang berbeda. Pada penelitian ini, metronidazole diberikan sebagai profilaksis dan didapatkan hasil yang bertentangan dengan penelitian pendahulunya. Antibiotik profilaksis intravena yang digunakan adalah ceftriaxone 1 g dan metronidazole 500 mg pra operasi pada 49 pasien kelompok intervensi, dan tidak diberikan antibiotik sama sekali pada 47 pasien kontrol. Seluruh pasien akan menjalani operasi hemoroidektomi dan antibiotik diberikan saat induksi anestesi. Hasil studi tidak menemukan perbedaan signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol dalam hal intensitas nyeri, waktu penyembuhan, dimulainya kembali aktivitas sehari-hari, kejadian infeksi, atau bakteremia.[7]

Selain itu, sebuah meta analisis yang dipublikasikan pada tahun 2017 mempertanyakan efikasi penggunaan metronidazole sebagai antinyeri pasca operasi hemoroid. Meta analisis ini melakukan telaah sistematik terhadap uji klinis acak terkontrol, di mana kelompok intervensi mendapatkan terapi metronidazole pasca operasi dan kelompok kontrol mendapatkan plasebo. Skala nyeri diperiksa paling sedikit 3 hari pasca operasi. Pasien yang menerima metronidazole oral dilaporkan memiliki skor nyeri yang secara signifikan lebih rendah pada hari ke-1 dan ke-4 pasca. Penggunaan metronidazole dikaitkan dengan waktu yang jauh lebih singkat untuk kembali ke aktivitas normal. Namun, efikasi tersebut menghilang dalam analisis sensitivitas dan tidak ada signifikansi yang diamati selama sisa hari pasca operasi.

Hal ini memunculkan kesimpulan yaitu meskipun profil efek yang menguntungkan mendukung pertimbangan penggunaan metronidazole oral untuk mengurangi nyeri pasca hemoroidektomi, hasil yang ada tidak konsisten dan tidak didapatkan pengurangan rasa sakit pada sebagian besar hari pasca operasi. Peneliti merekomendasikan evaluasi ulang terkait pemberian rutin metronidazole oral pada pasca operasi hemoroid.[8]

Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Xia et al pada tahun 2018. Xia melakukan telaah sistematik dari 9 uji klinis terkontrol acak dengan total subjek 523 pasien. Lima studi menggunakan pemberian metronidazole oral dan empat studi menggunakan metronidazole topikal. Hasil analisis menunjukkan bahwa VAS pasca operasi pasien yang menerima metronidazole dengan kedua rute secara signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Namun, rute pemberian topikal dan oral tidak dibandingkan dalam penelitian mana pun.[9]

Pertimbangan Penggunaan Metronidazole dan Efek Sampingnya

Terlepas dari teknik yang digunakan untuk melakukan hemoroidektomi, kolonisasi bakteri diduga terjadi segera setelah operasi tetapi tidak mempengaruhi penyembuhan luka asalkan jumlah bakteri < 100.000 per gram jaringan. Saat diberikan sebagai obat topikal atau sistemik, metronidazole diduga dapat membatasi fase inflamasi jaringan parut dan mengurangi jumlah bakteri secara memadai untuk memungkinkan transisi ke fase fibroblastik dan granulasi jaringan parut yang cepat, dengan demikian mengurangi rasa sakit pasca operasi.[1]

Anoderm dan kulit yang utuh adalah salah satu barrier terpenting dalam mencegah translokasi bakteri. Pasca hemoroidektomi akan terjadi kehilangan integritas anoderm yang mempermudah translokasi bakteri dari anus ke jaringan di sekitarnya dan juga ke dalam aliran darah yang menyebabkan bakteremia. Hal inilah yang tetap menjadi faktor utama pertimbangan pemberian antibiotik pasca operasi hemoroidektomi. [7] Namun, penggunaan metronidazole perlu mempertimbangkan efek samping yang dapat muncul. Metronidazole memiliki risiko efek samping ringan-sedang seperti mual, sakit perut, dan diare. Efek samping lain yang lebih serius tetapi lebih jarang adalah neurotoksisitas, neuropati optik, neuropati perifer, dan ensefalopati.[10]

Salep metronidazole topikal memiliki keistimewaan yaitu konsentrasi jaringan yang lebih tinggi dengan efek samping sistemik yang kurang dibandingkan obat oral. Dalam uji klinis acak terkontrol, Ala et al menemukan bahwa aplikasi topikal metronidazole 10% secara signifikan mengurangi ketidaknyamanan setelah operasi hemoroidektomi hingga 14 hari, dan mengurangi rasa sakit pasca operasi selama buang air besar.[11]

Dari telaah obat-obat pengurang rasa nyeri pasca operasi hemoroid yang dilakukan oleh Emile pada tahun 2019, didapatkan bahwa efikasi metronidazole oral masih merupakan kontroversi. Sedangkan, metronidazole topikal dianggap efektif dalam mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Keduanya termasuk dalam tingkat kepercayaan level of evidence Ib dengan mekanisme aksi pengurangan rasa nyeri melalui pencegahan kolonisasi bakteri dan infeksi sekunder luka operasi.[12]

Kesimpulan

Metronidazole diduga berperan dalam mengurangi nyeri pasca operasi hemoroidektomi dengan cara mencegah kolonisasi bakteri sehingga menurunkan inflamasi. Namun, penggunaannya masih kontroversial.

Berbagai studi yang menelaah efikasi penggunaan metronidazole sebagai antinyeri pasca operasi hemoroidektomi menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Sebagian studi menunjukkan efikasinya, dan berbagai studi lain menentang hal ini. Perlu pula diingat bahwa penggunaan metronidazole dapat menimbulkan berbagai efek samping, seperti mual, sakit, perut, diare, dan neurotoksisitas. Sebuah tinjauan terbaru menunjukkan bahwa metronidazole topikal dapat menjadi pilihan, karena kadar obat di jaringan yang tinggi dengan risiko efek samping yang lebih rendah.

Referensi