Penggunaan Proton Pump Inhibitor dan Risiko Infeksi Serius pada Anak – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Alvi Muldani

Proton Pump Inhibitor Use and Risk of Serious Infection in Young Children

Lassalle M, Zureik M, Dray-Spira R. Proton Pump Inhibitor Use and Risk of Serious Infections in Young Children. JAMA Pediatr. 2023 Oct 1;177(10):1028-1038. PMID: 37578761.

studiberkelas

Abstrak

Kepentingan: penggunaan obat proton pump inhibitor (PPI) bisa menyebabkan infeksi dengan cara mengubah komposisi mikrobiota atau beraksi langsung pada sistem imun. Namun, hingga saat ini hanya ada sedikit penelitian yang dilakukan pada anak-anak dan hasilnya masih saling bertentangan.

Tujuan: untuk menilai asosiasi penggunaan PPI dan infeksi serius pada anak-anak, baik secara umum maupun secara khusus berdasarkan lokasi infeksi dan patogennya.

Desain dan partisipan: studi ini merupakan studi kohort yang berdasarkan pada register Mother-Child EPI-MRES yang dibuat dari the French Health Data System (SNDS). Partisipan yang diikutsertakan adalah anak yang lahir dari 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2018, yang mendapat pengobatan untuk gastroesophageal reflux disease (GERD) atau penyakit lain yang berhubungan dengan lambung, dengan menggunakan PPI, antagonis histamin 2, atau antasida/alginate.

Rekam medik anak diikuti sampai adanya admisi ke rumah sakit dengan infeksi serius, hilangnya follow-up, adanya kematian, atau tercapainya tanggal 31 Desember 2019.

Paparan: paparan PPI seiring berjalannya waktu.

Luaran utama dan pengukuran: hubungan antara infeksi serius dan penggunaan PPI diestimasi dengan adjusted hazard ratios (HRS) dan 95% confidence of interval dengan menggunakan Cox models. Penggunaan PPI dijabarkan dengan waktu yang bervariasi. Jeda waktu 30 hari digunakan untuk meminimalkan kausalitas terbalik. Model dilakukan penyesuaian berdasarkan data sosiodemografis, karakteristik kehamilan, komorbiditas anak, dan penggunaan fasilitas kesehatan.

Hasil: populasi studi terdiri dari 1.262.424 anak (median follow-up 3,8 [1,8–6,2] tahun), termasuk 606.645 anak yang menerima PPI (323.852 laki-laki [53,4%] dan median usia saat tanggal indeks 88 [44–172] hari).

Paparan PPI diasosiasikan dengan peningkatan risiko infeksi serius secara umum (aHR 1,34; 95%CI 1,32–1,36). Peningkatan risiko infeksi juga terlihat pada saluran cerna (aHR 1,52; 95%CI 1,48–1,55); telinga, hidung, dan tenggorokan (aHR 1,47; 95%CI 1,41–1,52); saluran napas bawah (aHR 1,22; 95% CI 1,19–1,25); ginjal atau saluran kencing (aHR 1,20; 95%CI 1,15–1,25); dan sistem saraf (aHR 1,31; 95% CI 1,11–1,54).

Peningkatan risiko infeksi terlihat pada infeksi bakteri (aHR 1,56; 95% CI 1,50-1,63) dan infeksi virus (aHR 1,30; 95% CI 1,28–1,33).

Kesimpulan: dalam studi ini, penggunaan PPI dihubungkan dengan peningkatan risiko infeksi serius pada anak usia muda. PPI seharusnya tidak digunakan pada populasi ini tanpa indikasi yang jelas.

PPIanak

Ulasan Alomedika

Obat golongan proton pump inhibitor (PPI) merupakan terapi utama untuk GERD. Namun, pada anak-anak berusia muda, GERD sulit dibedakan secara klinis dengan refluks tanpa komplikasi. Kejadian fisiologis seperti regurgitasi bisa terjadi pada 60-70% bayi berusia 3–4 bulan dan biasanya bisa membaik spontan seiring pertambahan usia. Refluks yang tidak terkomplikasi sebenarnya tidak memerlukan pengobatan PPI.

Selain berhubungan dengan beberapa penyakit pada anak seperti patah tulang, acute kidney injury, alergi, asma, dan inflammatory bowel disease, PPI juga dicurigai menjadi penyebab infeksi pada anak dengan cara mengganggu mikrobiota anak atau beraksi secara langsung pada sistem imun. Namun, karena bukti sebelumnya masih terbatas, penelitian kohort nasional ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara PPI dan risiko infeksi serius pada anak-anak.

Ulasan Metode Penelitian

Data subjek penelitian didapatkan dari Mother-Child EPI-MERES yang dibuat dari The French Health Data System (SNDS). Data diambil dari anak yang lahir dari 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2018, yang mendapatkan pengobatan untuk GERD atau gangguan lain yang berhubungan dengan asam, yang menggunakan PPI, antagonis reseptor histamin 2 (H2RA), atau antasida/alginate. Rentang waktu penggunaan obat tersebut adalah antara kelahiran sampai 31 Desember 2019.

Kriteria eksklusi adalah: (1) anak yang tidak mendapat pelayanan rawat jalan sebelum tanggal indeks atau anak dengan ibu tidak mendapatkan pelayanan rawat jalan pada tahun-tahun sebelum kehamilan; (2) anak dengan riwayat infeksi perinatal atau penyakit infeksi serius lain sebelum tanggal indeks. Setelah memenuhi kriteria, follow-up pada anak dilakukan sampai salah satu kondisi berikut terjadi: (1) infeksi serius; (2) hilang follow-up; (3) kematian; atau (4) mencapai tanggal 31 Desember 2019.

Paparan yang menjadi perhatian adalah paparan obat PPI dan durasinya, yang diukur dengan PPI exposure status (terpapar atau tidak terpapar), riwayat paparan PPI (tidak terpapar, pernah terpapar, atau sedang terpapar), dan durasi paparan berlangsung (tidak terpapar, ≤6 bulan, 7–12 bulan, atau >12 bulan).

Penggunaan PPI didefinisikan sebagai 1 tablet digunakan untuk 1 hari. Withdrawal obat dikategorikan sebagai gap 90 hari dari PPI terakhir tanpa peresepan PPI baru. Day lag on exposure dibuat dalam 30 hari dalam penelitian ini berdasarkan latensi terbentuknya infeksi, untuk meminimalkan protopathic bias.

Selain mempertimbangkan data sosiodemografik, peneliti juga turut mempertimbangkan karakteristik kehamilan dan persalinan (usia ibu ketika hamil, penggunaan teknologi reproduksi bantuan, status maternitas, mode persalinan, usia kehamilan), dan berat lahir berdasarkan usia.

Komorbiditas maternal juga dinilai dari 2 tahun sebelum sampai awal kehamilan. Data penggunaan tembakau, alkohol, dan penyalahgunaan obat oleh ibu juga dimasukkan ke dalam analisis. Komorbiditas anak dan riwayat pengobatan dinilai saat tanggal indeks dan follow-up. Selain itu, untuk anak, peneliti melakukan penjumlahan kunjungan ke fasilitas kesehatan (semua jenis), kunjungan pediatrik, peresepan obat, dan rawat inap dalam 3 bulan sebelum tanggal indeks.

Hubungan antara risiko infeksi serius dan penggunaan PPI diestimasi dengan adjusted hazard ratios (HRS) dan 95% confidence of interval dengan menggunakan Cox models. Peneliti melakukan penyesuaian dengan data sosiodemografis, karakteristik kehamilan dan persalinan, komorbid maternal, komorbid anak, withdrawal PPI, dan penggunaan fasilitas kesehatan.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk menyingkirkan efek dari H2RA dalam hubungan paparan PPI dengan risiko infeksi serius. Analisis dilakukan kecuali pada anak yang menerima H2RA pada saat tanggal indeks atau follow-up. Intervensi untuk mengurangi protopathic bias dilakukan dengan cara memvariasikan lag time, eksklusi anak yang mendapat antibiotik dalam 3 bulan sebelum tanggal indeks, dan membandingkan risiko infeksi pernapasan bawah 30 hari sebelum tanggal indeks.

Analisis tambahan berupa penilaian asosiasi antara PPI dan trauma dibuat sebagai kontrol negatif. Tidak adanya asosiasi antara kedua kejadian yang tidak berhubungan tersebut (trauma dan PPI) meyakinkan bahwa hubungan PPI dan infeksi bukan efek dari residual confounder.

Ulasan Hasil Penelitian

Luaran studi ini adalah kemunculan pertama semua bentuk infeksi yang membutuhkan perawatan rumah sakit. Infeksi serius juga diklasifikasikan sesuai lokasi infeksi (saluran cerna, THT, saluran napas bawah, ginjal atau saluran kencing, kulit, muskuloskeletal, dan sistem saraf) dan berdasarkan jenis patogen (virus atau bakteri).

Total 152.055 anak didiagnosis baru dengan infeksi serius (insiden 2,99 per 100 orang per tahun; 95% CI 2,98-3,01). Paparan PPI diasosiasikan dengan peningkatan infeksi serius secara umum (aHR 1,34; 95%CI 1,32-1,36). Anak yang memiliki riwayat terpapar PPI menunjukan peningkatan infeksi serius walaupun lebih rendah dibandingkan yang sedang terpapar (aHR 1,07; 95% CI, 1,06-1,09). Median interval antara withdrawal PPI dan kejadian pertama infeksi serius adalah 9,7 bulan (3,9–21,3).

Risiko infeksi serius menurun secara bertahap dengan bertambahnya waktu sejak withdrawal PPI. Paparan PPI juga berasosiasi dengan peningkatan infeksi serius pada anak yang sangat preterm, anak dengan kondisi kronis, maupun anak yang tidak ada kondisi yang mendasari.

Peningkatan risiko infeksi terlihat pada saluran cerna, THT, saluran napas bawah, ginjal atau saluran kencing, dan sistem saraf. Semua risiko di atas secara umum meningkat walaupun lebih rendah dibandingkan anak dengan paparan yang sedang berlangsung. Namun, peningkatan risiko tidak tergantung pada durasi penggunaan PPI yang sedang berlangsung. Tidak ada bukti peningkatan infeksi kulit terasosiasi dengan PPI. Paparan PPI diasosiasikan dengan infeksi bakteri maupun infeksi virus.

Setelah eksklusi anak yang menerima H2RA pada tanggal indeks, tidak ada perubahan risiko umum infeksi serius terkait paparan PPI. Eksklusi anak yang memakai antibiotik 3 bulan sebelum tanggal indeks juga tidak menunjukkan perubahan hasil.

Kelebihan penelitian

Data dari SNDS yang digunakan dalam studi ini mencakup data yang komprehensif dari seluruh populasi Perancis, sehingga meningkatkan power studi dan mengurangi bias seleksi. Selain itu, SNDS juga merupakan alat yang poten untuk mengidentifikasi infeksi serius dengan positive predictive value 97% secara keseluruhan dan 98% untuk infeksi sesuai lokasi.

Studi ini juga menggunakan model yang disesuaikan dengan penggunaan di fasilitas kesehatan untuk meminimalkan bias surveillance. Studi ini juga melakukan beberapa tes sensitivitas untuk meminimalkan bias protopathic.

Limitasi Penelitian

Data dari SNDS mencakup informasi yang komprehensif tetapi sayangnya tidak turut menyertakan indikasi pengobatan. Akibatnya, peneliti tidak bisa membedakan anak yang mengalami GERD dan anak dengan refluks tanpa komplikasi yang diterapi secara tidak tepat dengan PPI.

Kedua, informasi mengenai riwayat menyusui dan interaksi sosial tidak tersedia. Ketiga, penggunaan PPI selama dirawat di rumah sakit atau penggunaan yang dijual bebas tidak dapat diidentifikasi dalam SNDS.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan PPI pada anak-anak yang berusia muda meningkatkan risiko infeksi secara umum maupun secara spesifik, yang meliputi infeksi pada saluran cerna, THT, saluran napas bawah, ginjal atau saluran kencing, dan sistem saraf. Risiko ini meningkat baik pada infeksi bakteri maupun infeksi virus.

Dengan adanya hasil tersebut, dokter di Indonesia pun sebaiknya berhati-hati apabila hendak meresepkan PPI pada anak-anak berusia muda. Obat golongan PPI sebaiknya tidak diresepkan tanpa indikasi yang jelas. Regurgitasi dapat terjadi pada 60-70% bayi berusia 3–4 bulan dan umumnya akan membaik spontan seiring pertambahan usia. Refluks tanpa komplikasi ini tidak memerlukan pengobatan PPI.

Referensi