Penggunaan Proton Pump Inhibitors dan Risiko Demensia – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Danar Dwi Anandika, SpN

Cumulative Use of Proton Pump Inhibitors and Risk of Dementia: The Atherosclerosis Risk in Communities Study

Northuis C, Bell E, Lutsey P, George KM, Gottesman RF, Mosley TH, et al. Neurology. 2023. DOI 10.1212/WNL.0000000000207747

studilayak

Abstrak

Latar Belakang: Penelitian sebelumnya tentang hubungan penggunaan proton pump inhibitors (PPI) dan demensia melaporkan hasil yang bervariasi dan tidak memeriksa dampak dari penggunaan PPI yang kumulatif. Penelitian ini mempelajari hubungan penggunaan PPI secara kumulatif dengan risiko terjadinya demensia dalam penelitian Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC).

Metode: Penelitian ini menggunakan subjek yang terlibat pada penelitian kohort berbasis komunitas (ARIC) yang dimulai pada tahun 1987-89 hingga tahun 2017. Penggunaan PPI dievaluasi dengan teknik visual medication inventory pada kunjungan klinik 1 (1987-89) hingga 5 (2011-13) dan dilaporkan secara tahunan melaluI panggilan telepon (2006-2011). Penelitian ini menggunakan kunjungan 5 ARIC sebagai baseline, karena pada kunjungan 5 ini PPI mulai sering digunakan.

Penggunaan PPI dianalisis menggunakan dua cara: penggunaan saat kunjungan 5 dan durasi penggunaan sebelum kunjungan 5 (kunjungan 1 hingga 2011, kategori paparan: 0 hari, 1 hari hingga 2,8 tahun, 2,8 hingga 4,4 tahun, dan > 4,4 tahun). Luaran yang dinilai adalah kejadian demensia setelah kunjungan 5. Model Cox Proportional Hazard digunakan dan disesuaikan dengan kondisi demografi, komorbiditas, serta adanya penggunaan obat lain selain PPI.

Hasil: Total 5712 subjek tanpa demensia pada kunjungan 5 (rerata usia 75,4±5,1 tahun; 22% ras kulit hitam; 58% wanita) diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata masa follow-up 5,5 tahun. Minimum waktu penggunaan PPI secara kumulatif 112 hari dan maksimum 20,3 tahun. Terdapat 585 kasus kejadian demensia selama rentang waktu follow-up.

Subjek yang menggunakan PPI saat kunjungan 5 memiliki risiko tinggi namun tidak signifikan untuk berkembang menjadi demensia selama waktu follow-up berikutnya dibandingkan yang tidak menggunakan PPI. Sementara itu, subjek yang mendapatkan PPI >4,4 tahun secara kumulatif sebelum kunjungan 5 berisiko untuk berkembang menjadi demensia sebesar 33% dibandingkan yang tidak mendapatkan PPI. Namun, hubungan tersebut tidak signifikan untuk penggunaan PPI dengan jumlah dosis sedikit.

Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang positif namun tidak signifikan antara penggunaan PPI yang dimulai saat kunjungan 5 dengan risiko kejadian demensia. Sementara itu, penggunaan PPI secara kumulatif memiliki risiko untuk berkembang menjadi demensia sebesar 33%.

PPIdemensia

Ulasan Alomedika

Penggunaan proton pump inhibitor (PPI), seperti omeprazole, jangka panjang dihubungkan dengan angka kejadian demensia. Hal ini diduga berkaitan dengan efek PPI menimbulkan defisiensi vitamin B12 dan peningkatan kadar β-amyloid dalam otak. Selain itu, PPI jangka panjang juga memiliki peran dalam berkembangnya stroke dan penyakit ginjal kronis.

Penelitian yang ada sebelumnya mengenai hubungan penggunaan PPI dengan demensia memberikan hasil yang beragam dan memiliki berbagai macam keterbatasan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai efek penggunaan kumulatif jangka panjang PPI terhadap angka kejadian demensia.

Ulasan Metode Penelitian

Subjek penelitian ini menginduk pada penelitian ARIC (Atherosclerosis Risk in Communities) yang merupakan penelitian kohort berbasis populasi. Penelitian ARIC dilakukan dalam 7 kali kunjungan, yaitu: kunjungan 1 (1987-1989), kunjungan 2 (1990-1992), kunjungan 3 (1993-1995), kunjungan 4 (1996-1998), kunjungan 5 (2011-2013), kunjungan 6 (2016-2017), dan kunjungan 7 (2018-2019).

Kunjungan 5 menjadi baseline dalam analisis ini karena penggunaan PPI mulai sering digunakan. Subjek yang dimasukkan dalam analisis ini adalah subjek tanpa demensia saat dimulainya kunjungan 5. Dua cara penggunaan PPI yang dievaluasi antara lain: penggunaan PPI saat kunjungan 5 serta penggunaan akumulasi PPI yang dihitung dari kunjungan 1 hingga kunjungan 5 pada 2011. Subjek yang tidak menggunakan PPI pada kunjungan 5 dijadikan kelompok kontrol.

Demensia dipastikan dengan mendapatkan informasi dari tiga sumber, yaitu: pemeriksaan neuropsikologis pada kunjungan 6 dan 7; panggilan telepon kepada subjek untuk dilakukan Six Item Screener serta dilanjutkan dengan pemeriksaan AD8 setiap 2 kali dalam setahun; serta pengawasan data dilakukan melalui hospital discharge coding dan catatan kematian yang merupakan prosedur standar kohort.

Ulasan Hasil Penelitian

Rerata masa follow-up sekitar 5,5 tahun. Terdapat 1490 (26,1%) subjek dengan penggunaan kumulatif PPI dari kunjungan 1 hingga 2011 serta 1450 (25,4%) subjek yang baru menggunakan PPI pada kunjungan 5.  Total 585 (10,2%) subjek berkembang menjadi demensia selama follow-up.

Penggunaan PPI pada kunjungan 5 tidak berhubungan dengan risiko peningkatan kejadian demensia. Di sisi lain, penggunaan akumulasi PPI berhubungan dengan risiko peningkatan kejadian demensia sebesar 33% dengan durasi penggunaan lebih dari 4,4 tahun. Penggunaan akumulasi jangka pendek (1 hari hingga 2,8 tahun) dan jangka menengah  (2,8 hingga 4,4 tahun) memiliki risiko peningkatan kejadian demensia yang tidak signifikan.

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini menyertakan active comparator design dengan menambahkan analisis penggunaan antagonis reseptor histamine (H2RAs). Hal ini dapat mengurangi faktor perancu yang tidak terukur. Hasil dari active comparator design ini menunjukkan bahwa pada penggunaan jangka panjang >4,4 tahun PPI memiliki risiko lebih tinggi untuk berkembang menjadi demensia dibandingkan dengan H2RAs.

Pada studi ini, demensia didiagnosis oleh dokter ahli menggunakan kode ICD, skrining, dan tes fungsi kognitif dimana pada penelitian sebelumnya penentuan diagnosis demensia hanya berdasarkan kode ICD. Penelitian ini juga menambahkan genotip APOE4 sebagai variabel bebas untuk dianalisis. Dalam banyak penelitian APOE4 memiliki peran dalam berkembangnya kejadian demensia Alzheimer maupun demensia lain melalui perubahan metabolisme lipid sel otak.

Limitasi Penelitian

Dalam studi ini, penggunaan obat lain yang bisa mempengaruhi hasil, misalnya antikolinergik tidak dapat dianalisis. Antikolinergik memiliki efek samping penurunan fungsi kognitif, namun karena hanya < 2% dari total subjek yang menggunakan antikolinergik, analisis variabel perancu tersebut sulit dilakukan sehingga dapat memunculkan bias.

Keterbatasan lain ada pada pelaporan penggunaan PPI. Sistem pelaporan dapat memunculkan ketidaksesuaian durasi penggunaan sebenarnya dengan yang dilaporkan subjek pada saat kunjungan klinik maupun panggilan telpon tahunan. Selain itu, pada kelompok kontrol, sulit untuk memastikan subjek benar-benar tidak mengonsumsi PPI.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Penelitian ini mengindikasikan bahwa penggunaan PPI > 4,4 tahun pada individu berusia 45 tahun atau lebih berhubungan dengan angka kejadian baru demensia. Hasil penelitian ini dapat digunakan di Indonesia mengingat semakin maraknya peresepan PPI pada pasien. Meski hasilnya masih perlu dikonfirmasi dengan penelitian lebih lanjut, dokter tetap perlu mewaspadai kemungkinan risiko demensia saat memberikan PPI pada pasien, terutama pada kasus peresepan berulang.

Referensi