Peran Kortikosteroid dalam Penanganan Croup pada Anak

Oleh :
dr.Della Puspita Sari

Kortikosteroid telah digunakan sebagai salah satu bentuk terapi croup pada anak. Berbagai studi menunjukkan bahwa kortikosteroid akan memberikan dampak yang baik dalam penanganan croup pada anak. Penelitian mengenai jenis kortikosteroid, rute pemberian, serta dosis yang terbaik masih terus dilakukan.

Sekilas Mengenai Croup

Croup atau laringotrakeobronkitis merupakan penyakit infeksi di saluran napas atas yang lebih sering menyerang anak usia 6‒36 bulan, dengan prevalensi tertinggi pada usia 2 tahun. Diperkirakan, 80% kasus croup disebabkan oleh infeksi virus, yaitu virus parainfluenza tipe 1‒3. Infeksi bakteri Mycoplasma pneumoniae, respon alergi, dan refluks gastroesofagus juga dapat memicu croup.

Depositphotos_41014825_m-2015_compressed

Ciri khas gejala croup adalah batuk menggonggong, yang semakin berat pada malam hari. Gejala croup dimulai dengan demam tidak terlalu tinggi, hidung berair, batuk, dan nyeri tenggorokan, kemudian bertambah berat menjadi batuk menggonggong dan kadang disertai tanda distres pernapasan, berupa napas cuping hidung, retraksi dada, stridor inspirasi, serta produksi mukus berlebih pada laring dan trakea.

Umumnya, serangan gejala berat terjadi pada malam hari dengan anak dalam kondisi agitasi.[1,2]

Medikamentosa Croup

Croup yang disebabkan virus tergolong self limited diseases, sehingga tidak membutuhkan manajemen khusus. Pada kondisi ringan, batuk biasanya berkurang dalam waktu 2‒7 hari. Namun, 1‒8% kasus membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan <3% dari yang dirawat membutuhkan intubasi.[1,2]

Gejala croup sering menyebabkan kekhawatiran orang tua, sehingga meningkatkan kunjungan ke unit gawat darurat, terutama pada malam hari. Terapi yang diberikan adalah medikamentosa suportif, kortikosteroid, nebulisasi dengan epinefrin, serta pemberian oksigen.[1,2]

Terapi Kortikosteroid pada Kasus Croup

Pemberian kortikosteroid merupakan terapi croup yang telah digunakan sejak lama. Kortikosteroid dipercaya mampu mengurangi inflamasi, permeabilitas vaskular, dan edema mukosa laring, sehingga akan mengurangi distres saluran napas.[1,2]

Berbagai studi telah dilakukan untuk mengetahui efektivitas kortikosteroid dalam penanganan croup pada anak dengan hasil yang cukup beragam. Selain itu jenis kortikosteroid, rute pemberian, serta dosis yang optimal masih terus dipelajari.

Hasil meta analisis pada tahun 2023 melaporkan bukti bahwa glukokortikoid dapat mengurangi gejala croup dalam waktu 2 jam, mempersingkat masa rawat inap di rumah sakit, dan mengurangi tingkat kunjungan atau rawat inap kembali. Dosis deksametason 0,15 mg/kg yang lebih kecil mungkin sama efektifnya dengan dosis standar 0,60 mg/kg.[3]

Jenis Kortikosteroid untuk Kasus Croup

Meta analisis oleh Russel et al pada tahun 2018 menganalisis 43 penelitian yang melibatkan 4.565 subjek. Penelitian yang dipelajari dilakukan sejak tahun 1946‒2018. Hasil menunjukkan bahwa deksametasone dan budesonide efektif meredakan gejala croup dalam waktu 6 jam. Manfaat yang terlihat adalah kunjungan kembali, kebutuhan rawat inap, dan durasi berobat di rumah sakit lebih sedikit.[4]

Pembaharuan meta analisis di atas telah dilakukan oleh Gates et al pada tahun 2019. Penelitian yang dimasukkan sebanyak 43 penelitian dengan 4.565 subjek anak berusia hingga 18 tahun, yang diterbitkan dari tahun 1964‒2013. Kortikosteroid yang diteliti adalah golongan glukokortikoid, termasuk beklometazon, betametason, budesonida, deksametason, flutikason, dan prednisolon.[5]

Glukokortikoid memperbaiki gejala croup dalam waktu 2 jam (lebih cepat dari analisis sebelumnya yang menyebutkan dalam waktu 6 bulan), dan efeknya bertahan hingga minimal 24 jam. Glukokortikoid mengurangi tingkat kunjungan rekuren dan lama tinggal di rumah sakit, tetapi tidak ada perbedaan dalam kebutuhan perawatan tambahan, seperti kebutuhan intubasi atau trakeostomi.[5]

Efek samping yang dilaporkan umumnya tidak parah, misalnya distres emosional, hiperaktif, atau muntah. Sedangkan efek samping yang cukup berat, seperti pneumonia dan infeksi telinga, sangat jarang dilaporkan. Meta analisis ini tidak dapat menyimpulkan jenis, jumlah, dan cara pemberian (oral, inhalasi, injeksi) glukokortikoid yang terbaik untuk mengurangi gejala croup pada anak.[5]

Prednisolon Vs Deksametason untuk Kasus Croup

Parker et al pada tahun 2019 melakukan penelitian untuk membandingkan pemberian peroral deksametason 0,6 mg/kgBB, deksametason dosis rendah 0,15 mg/kgBB, dan prednisolon 1 mg/kgBB dalam penanganan croup pada anak. Penelitian prospektif, buta ganda, random noninferiority di dua unit gawat darurat di Perth Australia, dan melibatkan 1.252 anak berusia >6 bulan dengan berat badan maksimal 20 kg. [6]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kelebihan secara signifikan antara pemberian deksametason (kedua dosis) dengan prednisolon. Jenis steroid oral tampaknya tidak memiliki dampak klinis terhadap efikasi, baik akut maupun seminggu setelah pengobatan.[6]

Rute Pemberian Kortikosteroid untuk Kasus Croup

Rute pemberian dan jenis kortikosteroid yang paling tepat untuk penanganan croup pada anak belum dapat dipastikan. Meta analisis oleh Russel et al pada tahun 2011 menyebutkan bahwa tetap ada ketidakpastian mengenai keunggulan pemberian glukokortikoid peroral, nebulisasi, atau intramuskular pada anak dengan croup ringan.[4]

Deksametason Peroral Vs Nebulisasi untuk Kasus Croup

Pada tahun 2001, Luria et al menilai efikasi deksametason peroral dibandingkan dengan nebulisasi deksametason natrium fosfat pada anak dengan croup ringan. Studi buta ganda terkontrol plasebo melibatkan 264 anak usia 6 bulan hingga 6 tahun, dengan gejala croup kurang dari 48 jam. Subjek secara acak menerima deksametason peroral dosis tunggal (0,6 mg/kgBB), deksametason natrium fosfat nebulasi (160 μg), atau plasebo.[7]

Pada studi ini, tampak pemberian deksametason peroral cenderung menunjukkan resolusi gejala yang lebih cepat daripada pemberian nebulisasi atau plasebo. Anak-anak dengan croup ringan yang menerima deksametason peroral dan kemudian dipulangkan ke rumah cenderung tidak mencari perawatan medis berikutnya.[7]

Saran Pemberian Kortikosteroid untuk Croup pada Anak

Kortikosteroid dosis tunggal sebaiknya diberikan pada pasien anak dengan croup ringan hingga berat sesegera mungkin sejak gejala klinis muncul. Deksametason adalah kortikosteroid yang paling direkomendasikan karena memiliki waktu paruh lama, sehingga pemberian dosis tunggal dapat memberikan efek antiinflamasi hingga 72 jam.[1,4,9]

Belum ada studi yang membandingkan langsung penggunaan kortikosteroid dosis tunggal dengan dosis berulang. Pada umumnya, apabila dibutuhkan terapi jangka panjang maka penyebab utama dari gangguan napas yang harus ditangani.[1]

Tidak dilaporkan adanya efek samping terkait penggunaan kortikosteroid pada pasien croup, seperti perdarahan saluran cerna, varicella dengan komplikasi, dan trakeitis bakterial, terlebih lagi dengan penggunaan dosis tunggal. Namun penggunaan kortikosteroid perlu diwaspadai dan dipertimbangkan pada pasien dengan diabetes mellitus, imunodefisiensi, dan riwayat perdarahan saluran cerna.[1,7]

Deksametason

Dosis deksametason yang disarankan adalah 0,15‒0,6 mg/kgBB, dengan dosis maksimal 10 mg. Pada croup berat, sebaiknya gunakan dosis tinggi karena terbukti aman dan lebih efektif. Rute oral merupakan rute yang direkomendasikan apabila memungkinkan.

Pada pasien dengan kondisi sakit berat dan membutuhkan rute parenteral, pemberian kortikosteroid melalui jalur intravena lebih direkomendasikan dibandingkan intramuskular. Pemberian intramuskular hanya disarankan apabila rute oral dan intravena tidak memungkinkan.[1,4,8,9]

Budesonide

Pemberian kortikosteroid lain, seperti nebulisasi budesonide 2 mg, tidak terlalu direkomendasikan karena dapat memperparah kondisi agitasi anak dan memicu perburukan gejala. Nebulasi budesonide dapat diberikan sebagai alternatif untuk anak-anak yang tidak mentoleransi deksametason oral.[2,8]

Rekomendasi Ilmu Kesehatan Anak Indonesia

Kortikosteroid untuk tata laksana Croup pada anak diberikan untuk mengurangi edema mukosa laring. Pilihan kortikosteroid yang dapat diberikan adalah:

  • Deksametason: dosis 0,6 mg/kgBB
  • Prednison atau prednisolon: dosis 1‒2 mg/kgBB

Obat diberikan peroral atau intramuskular sebanyak satu kali, dapat diulang dalam 6‒24 jam. Efek klinis akan tampak 2‒3 jam setelah pengobatan, dan tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis.[10]

Kesimpulan

Penggunaan kortikosteroid terbukti bermanfaat dalam tata laksana croup pada anak. Kortikosteroid dapat mengurangi rekurensi kasus dan durasi tinggal di rumah sakit, tetapi tidak mempengaruhi kebutuhan intubasi atau trakeostomi.

Rekomendasi pemberian kortikosteroid adalah deksametason peroral, dosis tunggal 0,15‒0,6 mg/kgBB. Pilihan lain adalah  prednison atau prednisolon peroral, dosis 1‒2 mg/kgBB. Sebaiknya, kortikosteroid dosis tinggi diberikan untuk croup gejala berat, karena lebih efektif.

Pada kebanyakan kasus, cukup diberikan kortikosteroid dosis tunggal. Walaupun dosis dapat diulang dalam 6‒24 jam, tetapi tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis ini. Jika dibutuhkan terapi jangka panjang maka yang harus ditangani adalah penyebab utama dari gangguan napas.

Pada pasien dengan kondisi berat dan membutuhkan rute parenteral, kortikosteroid melalui intravena lebih direkomendasikan daripada intramuskular. Sedangkan nebulisasi budesonide 2 mg tidak terlalu direkomendasikan, karena agitasi anak dapat semakin buruk.

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi