Perbandingan Operasi Hernia Inguinalis Teknik Total Ekstraperitoneal dan Teknik Lichtenstein – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Sonny Seputra, Sp.B, M.Ked.Klin, FINACS

Randomized Clinical Trial Comparing Total Extraperitoneal with Lichtenstein Inguinal Hernia Repair (TEPLICH Trial)

Gutlic N, Gutlic A, Petersson U, Rogmark P, Montgomery A. British Journal of Surgery. 2019 Jun;106(7):845-855. PMID: 31162663.

Abstrak

Latar Belakang: Nyeri kronis dilaporkan terjadi pasca 10–35% operasi hernia inguinalis. Studi ini bertujuan untuk membandingkan kualitas hidup setelah operasi perbaikan hernia inguinalis dengan teknik total ekstraperitoneal (TEP) dan teknik Lichtenstein, yang dilakukan dalam setting uji klinis acak oleh ahli bedah hernia yang bersertifikat.

Metode: Uji klinis acak dilakukan pada pria berusia 30–75 tahun yang mengalami hernia inguinalis primer dengan ASA (The American Society of Anaesthesiologists) grade I–II, yang diacak untuk menjalani operasi perbaikan hernia dengan TEP atau Lichtenstein.

Luaran primer yang dinilai adalah nyeri saat 1 tahun setelah operasi yang dinilai dengan Inguinal Pain Questionnaire (IPQ). Pemeriksaan klinis, pertanyaan-pertanyaan yang spesifik untuk studi, IPQ, dan The Short Form 36 (SF-36) untuk menilai kualitas hidup terkait kesehatan dicatat saat operasi, saat tahun ke-1, dan saat tahun ke-3.

Hasil: Dari 416 pasien yang menjalani operasi hernia (202 TEP dan 214 Lichtenstein), sebanyak 95,2% menyelesaikan follow-up hingga 1 tahun dan sebanyak 89,9% menyelesaikan follow-up hingga 3 tahun. Pada evaluasi luaran primer di tahun pertama, “nyeri pada minggu lalu” dilaporkan oleh 6,9% peserta grup TEP dan 9,8% peserta grup Lichtenstein (P=0,303).

“Nyeri sekarang" dilaporkan oleh 3,7% peserta grup TEP dan oleh 5,9% peserta grup Lichtenstein (P=0,315). Luaran yang lebih unggul (lebih baik) pada kelompok TEP adalah durasi operasi, komplikasi dalam 30 hari, waktu menuju kesembuhan total, sensasi benda asing, dan jumlah cuti sakit. Perubahan kemampuan sensori inguinal berkurang setelah TEP tetapi meningkat setelah Lichtenstein.

Kualitas hidup yang terganggu sebelum operasi dilaporkan membaik setelah operasi dengan TEP maupun Lichtenstein. Pada penilaian kualitas hidup tahun ke-1 dan ke-3, sebanyak 98,3% peserta grup TEP dan 97,4% peserta grup Lichtenstein merasa puas. Kekambuhan terjadi pada 6 dari 374 pasien (1,6%) pada 3 tahun pasca operasi, di mana 4 merupakan peserta TEP dan 2 merupakan peserta Lichtenstein.

Kesimpulan: Operasi perbaikan hernia inguinalis dengan teknik total ekstraperitoneal (TEP) maupun teknik Lichtenstein memiliki luaran klinis yang serupa setelah 1 tahun. Kedua teknik menghasilkan tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan tingkat nyeri kronis serta kekambuhan yang rendah. Teknik TEP menunjukkan keuntungan jangka pendek dalam hal luaran nyeri dan kecepatan pemulihan setelah operasi.

shutterstock_660846235-min

Ulasan Alomedika

Operasi perbaikan hernia inguinalis bertujuan untuk mengembalikan fungsi dan kualitas hidup pasien. Luaran yang diharapkan setelah operasi hernia adalah tidak adanya nyeri kronis, adanya ketahanan hasil operasi dalam waktu lama, dan rendahnya rekurensi.

Teknik operasi total ekstraperitoneal (TEP) sering dinyatakan memiliki kelebihan berupa  efek nyeri konis yang lebih rendah. Namun, selama ini belum ada data yang cukup untuk membuktikannya. Uji klinis ini membandingkan nyeri kronis dan kualitas hidup pasien setelah operasi hernia inguinalis dengan teknik TEP dan teknik Lichtenstein. Teknik Lichtenstein adalah operasi perbaikan hernia inguinalis yang terbuka dan bebas tekanan (tension-free) dengan menggunakan mesh.

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini adalah uji klinis acak terkontrol pada satu pusat pelayanan kesehatan. Studi membandingkan intervensi dan intervensi, yaitu teknik operasi perbaikan hernia TEP dan Lichtenstein. Operasi dilakukan oleh dokter ahli bedah hernia yang bersertifikat.

Subjek penelitian adalah laki-laki berusia 30–75 tahun dengan hernia inguinalis primer unilateral yang sudah dinilai dengan kriteria inklusi yang jelas. Kedua prosedur bedah dilakukan sesuai standar yang ada. Prosedur TEP dilakukan dengan port subumbilikal untuk akses retromuskular dan preperitoneal. Sementara itu, prosedur Lichtenstein dilakukan melalui sayatan inguinal.

Studi ini telah menggunakan luaran primer dan sekunder yang bermakna secara klinis dan cukup mencerminkan efektivitas teknik operasi. Luaran primer adalah nyeri kronis yang dinilai dengan “nyeri pada minggu lalu” yang tidak dapat diabaikan (IPQ2 grade 3–7) pada follow-up tahun ke-1. Pertanyaan 1 dan 2 (IPQ1 dan IPQ2) masing-masing mengacu pada “nyeri sekarang” dan “nyeri pada minggu lalu”, yang mana keduanya menggunakan skala tujuh tingkat (grade 1–7) nyeri.

Luaran sekunder adalah: ‘nyeri saat ini’ (nilai IPQ1 3-7) yang tidak dapat diabaikan pada 1 tahun, ‘nyeri minggu lalu’ yang tidak dapat diabaikan (nilai IPQ2 3-7) pada 3 tahun, tingkat komplikasi, waktu untuk pemulihan, perubahan sensorik selangkangan, tingkat kepuasan pasien, dan kekambuhan pada 1 dan 3 tahun.

Ulasan Hasil Penelitian

Pada follow-up tahun pertama, 188 dari 202 (93,1%) peserta di kelompok TEP dan 208 dari 214 (97,2%) peserta di kelompok Lichtenstein berhasil dianalisis. Sementara itu, pada follow-up tahun ketiga, 180 dari 202 (89,1%) peserta di kelompok TEP dan 194 dari 214 (90,7%) peserta di kelompok Lichtenstein berhasil dianalisis.

Luaran utama yang digunakan cukup tepat sebab mewakili kualitas hidup pasien, yaitu nyeri kronis dalam 1 tahun. Evaluasi luaran primer tahun pertama menemukan “nyeri pada minggu lalu” yang tidak dapat diabaikan pada 13 pasien (6,9%) di kelompok TEP dan 20 pasien (9,8%) di kelompok Lichtenstein (P=0,303).

Luaran sekunder yang dipilih juga dapat menilai efektivitas tiap teknik operasi, yaitu komplikasi operasi, kecepatan kesembuhan, perubahan sensori area inguinal, tingkat kepuasan pasien, dan kekambuhan. Evaluasi luaran sekunder tahun ke-3 menemukan nyeri “minggu lalu” yang tidak dapat diabaikan pada 8 pasien (4,5%) di kelompok TEP dan 13 pasien (6,8%) di kelompok Lichtenstein (P=0,486).

Pada evaluasi tahun pertama, “nyeri sekarang” yang tidak dapat diabaikan dilaporkan oleh 3,7% pasien kelompok TEP dan 5,9% pasien kelompok Lichtenstein (P=0,315), sedangkan pada tahun ke-3, persentasenya adalah 3,5% dan 5,2% (P=0,385).

Ada lebih banyak komplikasi jangka pendek setelah perbaikan Lichtenstein, terutama berupa hematoma (P=0,018). Waktu pemulihan pada kelompok TEP adalah 3–6 hari lebih pendek daripada kelompok Lichtenstein, yaitu 9,6 hari vs. 13,2 hari (P<0,001). Perubahan sensori inguinal pada 1 tahun didapatkan lebih minimal pada kelompok TEP daripada Lichtenstein, yaitu 7,6% vs. 36,0% (P<0,001). Hal ini juga serupa pada tahun ke-3, yaitu 5,4% vs. 24,3% (P<0,001).

Pada penilaian kualitas hidup tahun ke-1 dan ke-3, sekitar 98,3% pasien kelompok TEP dan 97,4% pasien kelompok Lichtenstein merasa puas. Rekurensi terjadi pada 6 dari 374 pasien (1,6%) pada 3 tahun pasca operasi, di mana 4 merupakan peserta TEP dan 2 merupakan peserta Lichtenstein.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan studi ini adalah desainnya yang berupa uji klinis acak terkendali yang bersifat prospektif dan dilakukan sesuai protokol operasi terstandar. Uji ini juga membandingkan langsung dua intervensi yang berbeda dan bukan membandingkan intervensi dengan plasebo, sehingga luaran yang dihasilkan lebih bermakna secara klinis.

Pencatatan data luaran pasien juga dilakukan sebelum dan sesudah operasi, sehingga perubahan-perubahan luaran yang terjadi setelah operasi dapat diketahui dengan jelas. Selain itu, angka keberhasilan follow-up sampel hingga 3 tahun juga cukup tinggi, yaitu 89,9%. Angka drop-out yang minimal ini membantu proses penarikan kesimpulan, sehingga bisa digeneralisasi dengan memuaskan dan meminimalkan distorsi hasil.

Luaran primer (primary endpoint) yang digunakan pada studi ini juga merupakan luaran yang bermakna secara klinis, yaitu apakah pasien mengalami nyeri kronis yang minimal sehingga kualitas hidupnya pasca operasi tidak terganggu.

Limitasi Penelitian

Limitasi studi ini adalah follow-up seharusnya berlanjut hingga 6 tahun tetapi pelaku studi tidak dapat mengumpulkan >50% peserta studi untuk dievaluasi. Kesulitan ini serupa dengan kesulitan yang dihadapi oleh uji klinis acak lain yang melibatkan banyak partisipan. Selain itu, operasi dilakukan oleh berbagai operator yang berbeda, sehingga risiko bias akibat perbedaan kemahiran operator tetap ada meskipun sudah diupayakan seminimal mungkin.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk diterapkan di Indonesia. Bukti bahwa operasi perbaikan hernia dengan teknik TEP maupun Lichtenstein memberikan luaran klinis yang serupa, yakni tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan tingkat nyeri kronis dan kekambuhan yang rendah, memungkinkan ahli bedah untuk memilih teknik yang paling dikuasainya dan juga menyesuaikannya dengan fasilitas yang tersedia.

Teknik TEP memiliki beberapa kelebihan, seperti luaran sensori inguinal yang lebih baik dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Oleh karena itu, teknik TEP dapat dipilih di fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki alat laparoskopi dan ahli bedah yang menguasai TEP. Namun, bila fasilitas tidak tersedia, teknik Lichtenstein juga dapat dilakukan karena memberikan luaran klinis yang serupa.

Referensi