Pilihan Obat untuk Mencegah Mual Muntah Pasca Operasi

Oleh :
dr. Luthfi Saiful Arif

Mual muntah pasca operasi atau post-operative nausea and vomiting (PONV) masih sering ditemui. Mual muntah pasca operasi dapat terjadi selama 24 jam pasca operasi dengan puncak kejadian segera setelah prosedur operasi. Studi menunjukkan bahwa kasus mual muntah pasca operasi dapat ditemukan pada 30% populasi umum yang menjalani prosedur operasi dan 80% populasi dengan risiko tinggi.[1,2]

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Mual Muntah Pasca Operasi

Kejadian mual muntah pasca operasi melibatkan berbagai faktor, baik dari sisi pasien, prosedur operasi, hingga faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen. Faktor yang telah diketahui berhubungan dengan kejadian mual muntah pasca operasi antara lain :

  • Jenis kelamin perempuan
  • Riwayat kejadian mual-muntah pasca operasi atau motion sickness

  • Tidak memiliki kebiasaan merokok
  • Usia lebih muda
  • Durasi anestesi
  • Penggunaan opioid pasca operasi[3]

Pilihan Obat untuk Mencegah Mual Muntah Pasca Operasi-min

Risiko Komplikasi pada Kasus Mual Muntah Pasca Operasi

Kejadian mual muntah pasca operasi dapat menjadi pemicu berbagai komplikasi, mulai dari nyeri perut, keringat dingin, hingga risiko yang lebih berat seperti perdarahan pada bekas operasi dan terhambatnya penyembuhan luka operasi. Selain itu, mual dan muntah yang dialami oleh pasien dapat meningkatkan risiko terjadinya aspirasi isi lambung ke saluran respirasi yang menyebabkan pneumonia aspirasi, dehidrasi, serta gangguan keseimbangan elektrolit.[1,4]

Selain menyebabkan berbagai gangguan fisik, mual muntah pasca operasi juga dapat meningkatkan beban dari sisi psikologis dan sisi material pasien. Pengalaman mengalami mual dan muntah menyebabkan penurunan tingkat kepuasan pasien terhadap hasil operasi. Komplikasi yang terjadi juga dapat memperpanjang masa rawat inap serta meningkatkan biaya perawatan. Terdapat laporan kasus mengenai readmisi pasien akibat mual muntah yang dialami pasca operasi.[1,4-6]

Penggunaan Antiemetik dalam Tata Laksana Mual Muntah Pasca Operasi

Pengelolaan kejadian mual muntah pasca operasi pada pasien dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai golongan antiemetik. Walaupun beberapa studi menyatakan bahwa penggunaan obat antiemetik ini tidak sepenuhnya efektif dan memiliki kemungkinan efek samping, penggunaan obat antiemetik masih menjadi ujung tombak penanganan mual muntah pasca operasi, baik secara preventif maupun kuratif.[1,5]

Tinjauan Cochrane (2020) yang melibatkan 585 studi dengan total 97.516 partisipan menunjukkan bahwa tidak semua golongan antiemetik memiliki efikasi yang baik dalam manajemen mual muntah pasca operasi. Dalam tinjauan ini, ditemukan bukti meyakinkan terkait efikasi aprepitant, ramosetron, granisetron, dexamethasone, dan ondansetron sebagai terapi tunggal untuk tata laksana mual muntah pasca operasi. Selain itu, ditemukan bukti kualitas sedang terkait efikasi fosaprepitant dan droperidol.[2]

Pilihan Golongan Obat Antiemetik untuk Mual Muntah Pasca Operasi

Cakupan variasi obat antiemetik yang dapat dipilih pada pengelolaan mual muntah pasca operasi sangatlah luas. Droperidoldexamethasone, dan ondansetron menjadi pilihan obat yang paling sering digunakan pada kasus mual muntah pasca operasi. Golongan obat lain yang dapat digunakan antara lain:

  • Antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin (5-HT3) : ondansetron, dolasetron, granisetron, tropisetron, ramosetron, dan palonosetron
  • Antagonis reseptor neurokinin-1 (NK-1) : aprepitant, fosaprepitant, casopitant, dan rolapitan
  • Kortikosteroid : dexamethasone dan methylprednisolone

  • Butirofenon : droperidol dan haloperidol

  • Antihistamin : dimenhydrinate dan meklizin
  • Anti kolinergik : scopolamin transdermal
  • Antiemetik lain : metoklopramid dan proklorperazin.

Efek antiemetik dapat dicapai melalui pemberian obat secara tunggal maupun secara kombinasi. Tabel 1 menunjukkan ringkasan berbagai penggunaan obat antiemetik dalam upaya preventif pada kasus mual muntah pasca operasi.[1,5]

Tabel 1. Ringkasan Golongan Obat Antiemetik dalam Upaya Preventif Kasus Mual Muntah Pasca Operasi

Kelompok obat Obat Dosis Waktu pemberian Efek samping
Antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin (5-HT3) Ondansetron 4-8 mg IV Akhir prosedur operasi Nyeri kepala, konstipasi, peningkatan enzim hepar
Granisetron 1 mg IV
Tropisetron 2 mg IV
Kortikosteroid Dexamethasone 4-10 mg IV Setelah induksi anestesi Peningkatan kadar glukosa darah, hipo/hipertensi, diabetes mellitus
Butirofenon Droperidol 0,625-1,25 mg IV Setelah induksi anestesi Psikomimetik, gangguan ekstrapiramidal, sedasi, pusing, penyakit Parkinson, pemanjangan interval QT
Antagonis reseptor neurokinin-1 (NK-1) Aprepitan 40 mg per oral 1-2 jam sebelum induksi Nyeri kepala, konstipasi, pusing
Antikolinergik Scopolamin

Patch transdermal

Malam sebelum prosedur operasi atau ketika periode preoperasi Pusing, mulut kering, gangguan visual
Antagonis dopamin Metoklopramid 10-25 mg IV 15-30 menit sebelum akhir prosedur operasi Sedasi, hipotensi (injeksi cepat)

Sumber : Cao, 2017.[5]

Antagonis Reseptor 5-Hidroksitriptamin (5-HT3)

Antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin (5-HT3) merupakan tata laksana lini pertama dalam pengelolaan kejadian mual muntah pasca operasi karena efikasinya yang tinggi serta efek samping yang ringan. Ondansetron, 4-8 mg dan granisetron 1 mg dapat memberikan efek antiemetik, baik jika diberikan sebagai upaya preventif maupun kuratif.

Ondansetron dapat diberikan sebagai tata laksana tunggal maupun dalam berbagai kombinasi dengan hasil yang dilaporkan setara. Ondansetron 4 mg memiliki efikasi setara dengan dexamethasone 4-8 mg dan lebih efektif dibandingkan metoklopramid 10 mg intravena.[1,5]

Kortikosteroid

Manfaat dexamethasone sebagai antiemetik telah lama diketahui dan digunakan dalam berbagai prosedur operasi. Dexamethasone dapat secara efektif memberikan efek antiemesis jika diberikan dalam dosis 4-10 mg secara intravena. Dexamethasone dapat diberikan secara tunggal maupun dalam berbagai kombinasi dengan kategori obat lain.[1,5]

Walaupun dexamethasone memberikan berbagai manfaat dari segi klinis, terdapat beberapa laporan ketidakefektifan dexamethasone pada kasus fraktur fasial, appendicitis, dan dekompresi mikrovaskular pada saraf trigeminal. Dexamethasone juga telah dilaporkan meningkatkan risiko perdarahan, infeksi sekunder, dan hiperglikemia.[1,5,7-9]

Antagonis Reseptor NK-1

Antagonis reseptor NK-1 yang memiliki waktu paruh panjang (40 jam) efektif sebagai terapi profilaksis dan tata laksana mual muntah pasca operasi. Penelitian menunjukkan bahwa aprepitant dengan dosis 40 dan 80 mg memiliki efikasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan ondansetron. Kombinasi aprepitant dan ondansetron menurunkan kebutuhan antiemetik pada pasien pasca operasi dan berhubungan dengan insidensi muntah yang lebih rendah.

Penggunaan aprepitant sebaiknya hanya dilakukan jika kemungkinan muntah pada pasien tinggi, terutama pada pasien dengan prosedur saraf dan gaster, atau jika terdapat kekhawatiran efek samping yang ditimbulkan obat antiemetik golongan lain.[1,5]

Butirofenon

Droperidol dapat memberikan efek antiemetik pada dosis 0,625-1,25 mg. Pemberian sebaiknya dilakukan pada akhir prosedur operasi untuk memaksimalkan efikasi.

Droperidol telah dilaporkan memiliki efektivitas biaya paling baik, walaupun masih terdapat kekhawatiran terhadap efek samping berupa gangguan ekstrapiramidal dan pemanjangan inverval QT. Droperidol memiliki tingkat efikasi dan keamanan yang sama dengan antagonis reseptor NK-1 dan 5-HT3, namun dengan biaya yang lebih rendah.

Penelitian yang melibatkan 20.122 pasien yang mendapat 0,625 mg droperidol sebagai profilaksis mual muntah pasca operasi, tidak menunjukkan peningkatan risiko takikardia ventrikular polimorfik.[1,5,9]

Antikolinergik

Scopolamin transdermal efektif digunakan sebagai profilaksis selama 24 jam pasca operasi. Scopolamin memiliki efikasi yang serupa dengan droperidol 1,25 mg ataupun ondansetron 4mg.

Awitan obat terjadi dalam 2-4 jam, sehingga pemasangan scopolamin transdermal sebaiknya dilakukan pada malam sebelum prosedur operasi dilaksanakan ataupun pada saat persiapan operasi. Efek samping yang ditimbulkan umumnya ringan, berupa gangguan visual, mulut kering, dan pusing.[1,5]

Antagonis Dopamin

Metoklopramid sering digunakan sebagai tata laksana pada mual muntah pasca operasi jika terjadi kegagalan atau kontraindikasi pada penggunaan antagonis reseptor 5-HT3 dan droperidol. Penggunaan metoklopramid dosis besar (0,5-1 mg/kg) dapat menimbulkan efek samping gangguan ekstrapiramidal.

Efikasi metoklopramid 10 mg masih banyak diperdebatkan. Sebuah penelitian terbaru yang melibatkan 3140 pasien menunjukkan bahwa hanya dosis 25 dan 50 mg yang secara signifikan mampu mengurangi angka kejadian mual muntah pasca operasi. Metoklopramid dapat digunakan jika golongan lain tidak tersedia.[1,5,10]

Antiemetik Lain

Dimenhydrinatediphenhydramine, dan prometazin juga dapat digunakan sebagai antiemetik pada mual muntah pasca operasi.

Midazolam 2 mg juga telah dilaporkan memiliki efek antiemetik yang setara dengan ondansetron 4 mg, namun sebaiknya dihindari karena kemungkinan efek samping sedasinya.

Efedrin 0,5 mg/kg yang diberikan pada akhir prosedur operasi dapat mengurangi kejadian mual muntah pasca operasi selama 3 jam, namun pemberian pada pasien dengan risiko iskemia koroner perlu diperhatikan.

Pregabalin dan gabapentin dapat mengurangi mual muntah pasca operasi. Namun, efek samping sedasi, gangguan penglihatan, serta depresi pernapasan dapat membahayakan pasien, terutama pada pasien lanjut usia. [1]

Kesimpulan

Kejadian mual muntah pasca operasi atau post-operative nausea and vomiting (PONV) dapat meningkatkan risiko komplikasi, lama rawat pasien, dan kebutuhan terhadap biaya pengobatan. Berbagai kategori obat dengan efek antiemetik dapat digunakan sebagai tata laksana preventif dan kuratif kejadian mual muntah pasca operasi. Ondansetron, droperidol, dan dexamethasone adalah yang paling sering digunakan. Pilihan obat golongan lain adalah  antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin (5-HT3) seperti granisetron dan tropisetron; antagonis reseptor neurokinin-1 (NK-1) seperti aprepitant; metoklopramid; antihistamin seperti dimenhydrinate; dan antikolinergik seperti scopolamin.

Tinjauan Cochrane (2020) menunjukkan efikasi yang baik pada penggunaan ondansetron, aprepitan, ramosetron, granisetron, dan dexamethasone sebagai terapi tunggal untuk manajemen PONV.

Referensi