Red Flag Postcoital Bleeding

Oleh :
Audric Albertus

Red flag postcoital bleeding atau tanda bahaya perdarahan pascakoitus perlu dikenali oleh dokter agar dokter dapat mengambil keputusan klinis untuk menangani kasus tersebut di fasilitas kesehatan primer atau merujuknya ke dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Kasus dengan etiologi serius akan membutuhkan investigasi ginekologi lebih lanjut.[1,2]

Sekilas tentang Definisi dan Etiologi Postcoital Bleeding

Postcoital bleeding didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi setelah berhubungan seksual dan tidak berkaitan dengan menstruasi. Etiologi yang mungkin menjadi penyebab adalah keganasan, infeksi (termasuk infeksi menular seksual), polip serviks, polip vagina, trauma, dan vaginitis atrofik.

shutterstock_751909231

Etiologi keganasan yang paling umum menyebabkan postcoital bleeding adalah kanker serviks. Akan tetapi, beberapa keganasan ginekologi lain seperti kanker vagina dan kanker endometrium juga dapat menjadi penyebab.[1,3]

Red Flag pada Pasien dengan Postcoital Bleeding

Ada beberapa red flag postcoital bleeding atau tanda bahaya perdarahan pascakoitus yang perlu diwaspadai. Adanya tanda-tanda berikut ini mungkin menunjukkan etiologi yang serius dan membutuhkan penanganan segera:

  • Usia pasien > 35 tahun dengan gejala persisten > 4 minggu
  • Ada gejala sistemik keganasan seperti penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan keringat malam
  • Riwayat Pap smear abnormal
  • Riwayat infeksi human papillomavirus (HPV)

  • Ada massa yang tidak bisa dijelaskan atau ada tampilan abnormal pada serviks, vagina, atau vulva
  • Riwayat pasangan seksual multipel atau baru saja berganti pasangan seksual
  • Riwayat berhubungan seksual dengan pasangan yang berisiko tinggi, misalnya orang dengan infeksi HPV atau riwayat pasangan seksual multipel
  • Ada nyeri pada abdomen bagian bawah dan demam[1,4-7]

Sekilas tentang Manajemen Pasien dengan Red Flag Postcoital Bleeding

Pada pasien postcoital bleeding yang memiliki red flag, dokter perlu melakukan evaluasi lebih lanjut untuk memperkirakan etiologi. Evaluasi ini meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.

Anamnesis

Dokter perlu memastikan apakah pasien sudah mengalami menopause atau masih berada dalam usia reproduktif. Bila pasien belum mengalami menopause, tanyakan riwayat regularitas siklus haid dan ada tidaknya perdarahan antar periode haid. Selain itu, tanyakan juga gejala penyerta seperti nyeri saat berhubungan seks (dispareunia), nyeri abdomen bawah, demam, dan vaginal discharge abnormal.

Anamnesis mengenai metode kontrasepsi, riwayat skrining Pap smear dan DNA HPV (bila ada), riwayat penyakit menular seksual lain, riwayat berganti pasangan seksual, riwayat pasangan seksual multipel, riwayat trauma atau kekerasan seksual juga perlu dievaluasi. Selain itu, tanyakan juga apakah ada kemungkinan pasien hamil.[1,2,4-6]

Pemeriksaan Fisik

Dokter perlu melakukan pemeriksaan abdomen, terutama di regio suprapubik, untuk mengevaluasi ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan spekulum untuk melihat ada tidaknya temuan serviks dan vagina yang abnormal, contohnya massa, ulkus, atau erosi.[1.2]

Pemeriksaan Penunjang

Pasien postcoital bleeding dapat dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan penyakit menular seksual, tes kehamilan, urinalisis, atau ultrasound transvaginal bila perlu. Pasien yang belum melakukan Pap smear dapat disarankan untuk menjalaninya. Bila pasien telah ditemukan memiliki lesi serviks atau kelainan Pap smear yang dicurigai sebagai keganasan, rujuk pasien ke ginekologis untuk kolposkopi.[1,2,7]

 

Referensi