Risiko Penyakit Radang Panggul pada Penggunaan IUD (Intrauterine Device)

Oleh :
Graciella N T Wahjoepramono

Risiko penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease /PID) yang dihubungkan dengan penggunaan intrauterine device (IUD) merupakan sebuah topik yang memengaruhi pemilihan alat kontrasepsi. Penelitian mengenai topik ini sudah dilakukan selama 50 tahun dan terus dilanjutkan, tetapi belum terdapat konklusi yang dapat diterima oleh seluruh komunitas medis.[1,2]

Program keluarga berencana merupakan salah satu upaya negara untuk meningkatkan kualitas dan kesehatan masyarakat. Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, sebanyak 64% dari wanita kelompok usia 15-49 tahun yang telah menikah menggunakan suatu metode keluarga berencana (KB).[3]

Revision1RisikoPenyakitRadangPanggulPadaPenggunaanIUD-min

Metode terbanyak yang digunakan adalah suntik KB, yaitu sebesar 29%, diikuti dengan pil sebesar 12%, kemudian IUD dan susuk, masing-masing sebanyak 5%, sisanya menggunakan metode lain, seperti kondom atau metode operasi wanita (MOW).[3]

Kesulitan Dalam Menentukan Hubungan PID Dengan IUD

Salah satu pertimbangan dalam penggunaan IUD adalah kekhawatiran bahwa IUD dapat menyebabkan atau meningkatkan infeksi ginekologis, dan mengakibatkan menyebabkan gangguan fertilitas. Isu ini sudah diteliti sejak tahun 1940, tetapi belum terdapat konsensus hingga saat ini.

Beberapa faktor yang memengaruhi kesulitan dalam menentukan hubungan antara IUD dan penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease/PID), adalah sulitnya mendiagnosis karena pasien dapat asimptomatik, sulitnya memastikan hubungan sebab dan akibat, kelompok perbandingan yang tidak sesuai pada penelitian, dan diagnosis PID yang sulit ditegakkan.[2,4]

PID Asimptomatik

Sebagian besar kasus PID adalah asimptomatik, atau bergejala ringan, sehingga kebanyakan pasien dapat dikategorikan bebas penyakit. Chlamydia trachomatis terutama dapat menyebabkan berbagai infeksi servikal atau organ reproduksi bagian atas yang tanpa gejala.[2,5,6]

Hubungan Sebab-Akibat Antara Pemasangan IUD dan Paparan Bakteri

Waktu pasti paparan bakteri yang menyebabkan infeksi pada organ genitalia sulit untuk ditentukan. Sehingga, menentukan apakah PID terjadi sebelum atau setelah pemasangan IUD pun menjadi sulit. Dan menentukan hubungan sebab-akibat di antara keduanya pun menjadi sulit.[2]

IUD digunakan dalam jangka waktu panjang, dan baru akan dilepas setelah kurang lebih 5 tahun. Dengan demikian, seharusnya risiko paparan bakteri yang disebabkan oleh pemasangan IUD relatif rendah.[9]

Kelompok Perbandingan yang Tidak Sesuai pada Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian yang valid, diperlukan subjek penelitian dengan karakteristik yang sebanding. Hal ini sulit dicapai pada penelitian mengenai PID dan IUD, karena sulitnya mencari subjek dengan tingkat risiko infeksi yang serupa.

Diperlukan kelompok subjek dengan gaya hidup seksual yang serupa, misalnya risiko paparan terhadap patogen menular seksual, frekuensi koitus, serta penggunaan alat kontrasepsi yang tidak meningkatkan maupun mengurangi risiko PID. Subjek penelitian yang terlalu beragam akan menyebabkan bias dan perancu validitas penelitian.[2, 4]

Diagnosis yang Tidak Tepat

PID sulit untuk didiagnosis dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Sedangkan pemeriksaan gold standard untuk diagnosis PID adalah laparoskopi, yang jarang dilakukan karena invasif.[2,6]

Risiko Infeksi Ginekologi dan IUD

Salah satu hipotesis mengenai pengaruh IUD terhadap PID adalah benda asing dapat mengurangi respon sistem imun sistem reproduksi, sehingga menjadi rentan terkena infeksi. Bila hipotesis ini benar, maka infeksi akan sering terjadi selama IUD masih terpasang di dalam tubuh.[1]

Hipotesis lainnya adalah bahwa IUD yang dimasukkan ke tubuh dapat membantu perpindahan mikroorganisme dari kanal endoservikal ke dalam uterus.[7]

Namun, sebuah tinjauan sistematik melaporkan bahwa penelitian-penelitian yang ada tidak memiliki kelompok kasus dan kontrol yang cukup memadai untuk mendukung hipotesis tersebut. Terdapat berbagai keterbatasan, sehingga kesimpulan yang ada hanya bersifat indirek. Peningkatan absolute risk PID pada pengguna IUD juga tetap rendah, yaitu hanya sekitar 0–5%.[2]

Penelitian kohort retrospektif yang lebih baru juga menyampaikan hasil serupa, yaitu risiko PID pada penggunaan IUD adalah sangat rendah. Selain itu, angka kejadian tetap tidak berubah antara pasien yang menjalani skrining infeksi menular seksual (IMS) sebelum pemasangan, pada hari pemasangan, maupun yang tidak diskrining. Risiko PID secara menyeluruh adalah sekitar 0.54%, dimana risiko pada pasien yang diskrining dan tidak diskrining relatif sama.[8]

Sebuah studi di tahun 2018 menganalisis 22 penelitian mengenai  pemakaian IUD dan risiko PID. Hasil studi mendapatkan resiko terjadinya PID akibat IUD adalah kurang dari 1%. Hal ini berkaitan dengan model IUD yang lebih baru, dilakukannya pemeriksaan skrining, dan follow up berkala terhadap pasien penerima IUD.[10]

Penggunaan IUD pada Wanita dengan Risiko Infeksi

Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) mengeluarkan pedoman mengenai kriteria kelayakan pemasangan kontrasepsi, seperti tertulis pada tabel 1.[11]

Pedoman ini menyebutkan pemasangan IUD pada wanita dengan risiko IMS dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease/PID). Walaupun demikian, bukti klinis yang ada masih terbatas dan risiko yang ditemukan sangat rendah.[11]

Tabel 1. Pedoman WHO Mengenai Pemasangan IUD pada Wanita dengan Risiko Infeksi

Intrauterine devices (IUD) Rekomendasi
Pemasangan IUD / IUD initiation

Kebanyakan wanita dengan peningkatan risiko infeksi dapat menggunakan copper-bearing IUD (CuIUD) maupun levonorgestrel-releasing IUD (LNG-IUD).

Beberapa wanita dengan risiko infeksi menular seksual yang sangat meningkat (penilaian secara individual oleh dokter), sebaiknya menunda pemasangan IUD. Kelompok ini sebaiknya diperiksa dan ditatalaksana terlebih dahulu.

IUD continuation

Apabila IUD sudah terpasang, pasien yang memiliki risiko tinggi terkena infeksi dapat melanjutkan penggunaan CuIUD dan LNG-IUD

Sumber: dr. Graciella, Alomedika, 2018.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, belum ada penjelasan kuat mengenai mekanisme pasti yang menghubungkan antara IUD dan penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease/PID), tetapi telah banyak dilaporkan bahwa risiko PID pada penggunaan IUD sangat kecil.

WHO tetap merekomendasikan pemasangan IUD pada wanita yang berisiko infeksi. Apabila risiko dinilai sangat tinggi, maka pasien dapat diperiksa dan menerima tata laksana terlebih dahulu. Namun, secara umum, pemasangan IUD dilaporkan aman pada kelompok ini.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi