Skincare dalam Kehamilan

Oleh :
dr.Shandy Suwanto Putra,SpOG

Skincare atau produk perawatan kulit seringkali digunakan saat kehamilan untuk menangani berbagai kelainan kulit, seperti jerawat, melasma, stretch mark, dan bercak-bercak gelap pada kulit. Walaupun perubahan kulit ini dapat kembali normal setelah melahirkan, tetapi banyak perempuan yang menjadi cemas sehingga menggunakan skincare. Ada kekhawatiran tentang keamanan bahan tertentu, seperti retinol dan alpha hydroxy acids (AHA), dalam produk perawatan kulit selama kehamilan.[1,2] 

Patofisiologi Kelainan Kulit pada Kehamilan

Pada kehamilan, perubahan anatomi termasuk kelainan kulit, seperti munculnya melasma, stretch mark, linea alba, jerawat, spider veins, edema tungkai, varises, serta kelainan pada rambut dan kuku. Perubahan kulit ini dapat berhubungan dengan perubahan fisiologis, mulai dari kelainan kulit umum yang tidak terkait dengan kehamilan, hingga erupsi patologis khusus yang berkaitan dengan kehamilan.[1,3-5] 

hamillotion

Setiap ibu hamil tidak semua akan mengalami perubahan kulit yang sama. Beberapa studi menunjukkan variasi data yang luas berkaitan dengan kejadian kelainan kulit pada kehamilan yang tergantung pada wilayah penelitiannya.[1,3-5] 

Penyebab dari perubahan kulit di atas belum diketahui secara pasti, tetapi dugaan terkuat akibat perubahan hormon.[6,7]

Melasma atau Chloasma 

Melasma secara klinis ditandai dengan makula hiperpigmentasi abu-abu kecoklatan pada kulit. Predileksi melasma pada kehamilan adalah di wajah, tetapi dapat ditemukan juga di area puting susu, genitalia, dan perut yang berbentuk garis atau biasa disebut linea alba.[10]

Beberapa penelitian menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab melasma adalah kehamilan akibat perubahan hormonal, yaitu peningkatan hormon melanosit yang mengeluarkan pigmen melanin tubuh. Melasma biasanya terjadi pada trimester kedua dan ketiga, dan biasanya akan memudar dengan sendirinya setelah melahirkan.[6-9]

Stretch Mark 

Stretch mark disebabkan oleh peregangan kulit di luar batas elastisnya. Serat elastin di dermis terganggu akibat jaringan fibrosa yang bertambah pada lapisan otot abdomen, yang akhirnya menyebabkan kolagen menebal dan membentuk jaringan parut. Stretch mark atau striae biasa terjadi pada trimester ketiga, di area perut, bokong, paha, dan payudara.[6,7]

Jerawat 

Jerawat yang timbul pada kehamilan paling umum bersifat nonspesifik dan tidak menular. Hormon ekstra dalam tubuh, yaitu androgen, menyebabkan kelenjar minyak mengeluarkan lebih banyak sebum dan menyebabkan eksaserbasi jerawat. Jerawat ini sering muncul pada trimester ketiga.[11]

Spider Veins 

Spider veins adalah kumpulan pembuluh darah kecil yang melebar, dan biasanya menyebar dari titik pusat ke arah lateral. Predileksi di area wajah, dada, atau terkadang di lengan. Spider veins seharusnya akan memudar atau menghilang setelah melahirkan.[6,7] 

Varises 

Varises pada kehamilan terjadi akibat peningkatan berat badan dan tekanan pada aliran vena di belakang rahim. Terapi jalan kaki pada ibu hamil dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah, sedangkan jika berdiri dan duduk dalam waktu lama dapat memperburuk aliran darah.[6,7]

Perubahan Rambut dan Kuku 

Perubahan rambut selama kehamilan adalah pertumbuhan rambut yang lebih banyak pada fase (fase istirahat) dari siklus pertumbuhan normal rambut. Hal ini menyebabkan rambut rontok berkurang, sehingga kehamilan dianggap sebagai waktu untuk penebalan rambut. Demikian pula pada kuku yang cepat tumbuh, tetapi mudah patah.[6,7]

Setelah melahirkan, rambut akan masuk ke dalam fase telogen effluvium sehingga banyak mengalami kerontokan. Fase ini akan berlangsung 3‒6 bulan, atau selambat-lambatnya 12 bulan postpartum. Setelah itu, pertumbuhan rambut akan kembali normal.[6,7]

Bahan Skincare yang Aman Digunakan dalam Kehamilan

Beberapa bahan skincare aman digunakan selama kehamilan adalah retinoid topikal, benzoil peroksida topikal, asam salisilat, alpha hydroxy acids, dan minoxidil. 

Retinoid Topikal

Retinoid merupakan senyawa kimia yang berasal atau memiliki kesamaan struktur dan fungsi dengan vitamin A. Pada dermatologi, retinoid digunakan sebagai agen untuk mengurangi jerawat. Pada akhir tahun 1980-an, FDA menerima laporan kasus tentang 3 bayi dengan holoprosencephaly dikarenakan terpapar retinoid saat kehamilan.[12,13]

Kemudian, pada tahun-tahun berikutnya, terdapat laporan bayi dengan malformasi kongenital, agenesis atau stenosis saluran telinga luar, kelainan sistem saraf pusat, serta anomali sistem kardiovaskular yang disebabkan oleh paparan retinoid topikal selama kehamilan.[12,13]

Namun, meta analisis oleh Kaplan et al memaparkan bahwa penggunaan retinoid topikal relatif aman pada kehamilan. Hal ini berdasarkan rendahnya risiko malformasi kongenital utama, abortus spontan, berat badan lahir rendah, dan bayi prematur setelah paparan retinoid topikal yang tidak disengaja selama trimester pertama. Selain itu, efek samping jangka panjang dan pendek penggunaan retinoid topikal juga rendah.[13]

Terdapat 4 obat retinoid topikal yang beredar, yaitu tretinoin, adapalene, tazarotene, dan trifarotene, yang aman digunakan oleh ibu hamil. Tretinoin (asam retinoat) dan adapelene topikal dimasukan ke dalam kategori C oleh FDA (Food Drug Administration), dan kategori D oleh TGA (Therapeutic Goods Administration). Sementara, tazarotene dan trifarotene tidak dimasukan ke dalam kategori oleh FDA, tetapi tazarotene masuk ke dalam kategori D oleh TGA.[14-17]

Ini berbeda dengan isotretinoin oral yang memiliki risiko cacat janin secara signifikan, sehingga masuk dalam kategori kehamilan X. Perempuan yang mengonsumsi obat ini diharuskan menggunakan alat kontrasepsi yang andal.[35]

Benzoil Peroksida 

Salah satu terapi jerawat adalah antimikroba, seperti pemberian benzoil peroksida topikal dengan sediaan gel 2,5%, 5%, dan 10%. Selain itu, obat ini juga memiliki efek sebostatik ringan yang dapat berkontribusi terhadap aktivitas keratolitik, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan wajah komedogenik.[18,19]

Benzoil peroksida topikal dapat digunakan pada kehamilan, karena memiliki penyerapan sistemik yang minimal.  Obat ini masuk dalam kategori C oleh FDA.[20]

Asam Salisilat

Asam salisilat dapat digunakan sebagai agen antiinflamasi maupun sebagai agen pengelupasan kulit secara kimiawi (chemical peeling). Asam salisilat dapat melunakkan stratum korneum, sehingga cepat melarutkan desmosom, menurunkan adhesi korneosit, dan mengelupaskan lembaran korneosit. Asam salisilat memiliki efek komedolitik dan mendorong pergantian sel.[21]

FDA memasukan asam salisilat topikal ke dalam kategori C. Bahkan, beberapa penelitian besar telah menyimpulkan penggunaan asam salisilat sistemik dosis rendah selama kehamilan tidak meningkatkan risiko efek samping, termasuk malformasi kongenital, bayi prematur, dan berat badan lahir rendah.[22,23]

Alpha Hydroxy Acids (AHA)

AHA digunakan sebagai bahan chemical peeling untuk kulit berjerawat, bekas luka, melasma, hiperpigmentasi, dermatitis seboroik, dan antiaging. AHA memiliki efek pengurangan kohesi korneosit yang tepat di atas lapisan granular, dengan melepaskan dan efek deskuamasi pada stratum korneum.[24]

Pada kehamilan, AHA memiliki efek samping yang minimal pada janin, sehingga dapat diberikan dengan dosis terkecil. FDA memasukan AHA topikal pada kategori A.[25] 

Minoxidil

Minoxidil digunakan untuk perawatan rambut rontok, dengan mekanisme memperpendek fase telogen menjadi 1‒2 hari dan merangsang sel germinal sekunder rambut pada folikel telogen. Selain itu, minoxidil dapat mempercepat fase anagen pada papilla dermis. Konsentrasi yang biasanya digunakan adalah 5%.[26] 

Pada kehamilan, minoxidil masuk dalam kategori C, baik oleh FDA maupun TGA, sehingga menjadi kategori C. Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan resorpsi oleh janin, jika  minoxidil diberikan 5 kali dari dosis maksimum manusia. Tidak ada bukti teratogenisitas yang dilaporkan, dan tidak ada data terkontrol pada kehamilan manusia.[27]

Oleh karena itu, minoxidil dapat digunakan oleh ibu hamil dengan dosis kecil, yaitu konsentrasi 1% dan 5%. Namun, terdapat laporan bahwa minoxidil topikal dapat menyebabkan bayi prematur.[26]

Obat Topikal Lainnya

Berikut adalah bahan-bahan skincare yang aman digunakan sebagai terapi/bentuk topikal selama kehamilan:

  • Asam Azelaic: FDA kategori B
  • Makrolida (eritromisin): FDA kategori B
  • Klindamisin Fosfat: FDA kategori
  • Dapsone: FDA kategori C

  • Hidrokuinon: FDA kategori C
  • Vitamin C: FDA kategori C
  • Vitamin E: FDA kategori C
  • Asam Hyaluronat: FDA kategori C[28]

FDA kategori B dapat diartikan bahwa bahan skincare aman digunakan pada kehamilan. Sementara, kategori C diartikan bahwa bahan skincare aman untuk digunakan tetapi dengan dosis tertentu atau terkecil.[28]

Bahan Skincare yang Tidak Aman Digunakan pada Ibu Hamil

Ibu hamil harus menghindari bedak, losion, ataupun produk skincare lainnya yang mengandung paraben, merkuri, phthalates, dan formaldehida.

Paraben

Paraben merupakan salah satu bahan pengawet di dalam bedak, yang banyak digunakan oleh produsen kosmetik. Paraben dapat masuk ke tubuh manusia peroral secara langsung, atau penyerapan kulit dan perinhalasi. Ketika digunakan secara transdermal, paraben dengan rantai alkil yang lebih pendek dapat lebih mudah melintasi stratum korneum.[29,30] 

Penelitian menyebutkan paparan paraben pada bayi secara in vivo dapat mengganggu perkembangan reproduksi dan homeostasis. Paraben pada ibu hamil dapat melintasi plasenta bayi, sehingga akan mempengaruhi perkembangan janin.[5]

Penelitian oleh Kolatorova et al membuktikan bahwa paraben dapat menghambat pengikatan reseptor testosteron dan androgen sekitar 40% di dalam sel. Di mana umumnya, testosteron mulai diproduksi antara minggu ke-7 dan ke-8 kehamilan, dan mencapai kadar maksimal pada minggu ke-12 dan ke-18 kehamilan.[29] 

Selama perkembangan prenatal, testosteron bertanggung jawab atas maskulinisasi janin laki-laki, termasuk perkembangan organ dan sistem reproduksi seksual laki-laki, serta perkembangan otak.[29]

Merkuri

Pada beberapa skincare, merkuri digunakan sebagai bahan pencerah kulit, dengan mekanisme menghambat pigmen melanin dalam proses tirosinase. Sebenarnya merkuri telah dilarang oleh FDA untuk digunakan dalam skincare untuk semua orang.[31] 

Pada ibu hamil, beberapa efek fatal pada janin yang dapat ditimbulkan oleh merkuri adalah:

  • Gangguan sistem saraf pusat: risiko penipisan korteks serebral, ketidakteraturan lapisan korteks granular, dan vakuolisasi pada batang otak dan otak kecil. Selain itu, janin dapat mengalami akrodinia dengan manifestasi klinis tremor, hipotonia, iritabilitas, apatis, insomnia, dan kejang.
  • Gangguan sistem kardiovaskular: risiko takikardi, hipertensi akibat vasokonstriksi, hipersalivasi, dan hiperhidrosis. Merkuri juga dapat menyebabkan disfungsi parasimpatis dan simpatis kontrol jantung pada janin.[31]

Phthalates

Phthalates merupakan senyawa kimia multifungsi yang sering digunakan dalam kosmetik, seperti produk perawatan rambut, kuku, deodorant, dan losion. Ibu hamil yang terpapar phthalates selama kehamilan dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko persalinan preterm.[32]

Formaldehida

Formaldehida merupakan senyawa kimia aldehida yang berbentuk gas atau cair, atau biasa dikenal sebagai formalin. Pada beberapa negara, formaldehida masih ditemui pada produk perawatan rambut, kuku, dan krim muka. Penelitian menemukan bahwa paparan formaldehida dosis rendah pada ibu hamil menyebabkan cacat bayi saat lahir.[33] 

Sedangkan paparan formaldehida dosis tinggi akan menyebabkan abortus dan berat badan lahir rendah. FDA memasukan formaldehida sebagai kategori X, sehingga ibu hamil harus menghindari paparan formaldehida.[33]

Tips Penggunaan Skincare Selama Kehamilan

Dokter harus dapat memberikan edukasi kepada ibu hamil yang ingin menggunakan skincare. Berikut beberapa tips penggunaan skincare selama kehamilan: 

  • Rajin mencuci muka sehari 2 kali menggunakan sabun muka, dan tidak disarankan untuk mencuci muka terlalu sering karena dapat menyebabkan kulit kering.
  • Hindari produk dengan kandungan bahan berbahaya, seperti paraben dan merkuri.
  • Selalu berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu jika ingin menggunakan skincare.

  • Hindari produk dengan bahan yang masih belum jelas masuk ke dalam kategori FDA apa.
  • Gunakan produk skincare dalam batas dosis yang dianjurkan, karena beberapa bahan yang digunakan dengan dosis besar akan mengakibatkan kecacatan janin.[4,22]

Jika menggunakan krim pencegah stretch mark, maka pilih yang mengandung emolien atau humektan untuk meningkatkan sintesis dari kolagen. Selain itu, penggunaan asam alfa-hidroksi, amonium laktat, organik silika, lipid, fosfolipid, kolesterol, asam lemak, propilen glikol, gliserin, dan sorbitol dapat digunakan selama kehamilan.[24]

Jika hendak menggunakan krim penghilang depigmentasi, maka pilih yang mengandung asam kojik, yaitu bahan yang bersifat melanogenesis dengan menekan khelasi pada ion tembaga. Selain itu, dapat menggunakan asam azelaic karena dapat mencegah bintik-bintik hiperpigmentasi, leukoderma (bintik putih), dan ochronosis (hiperpigmentasi biru hitam). FDA memasukkan kedua produk tersebut ke dalam kategori B, sehingga aman digunakan oleh ibu hamil.[34]

Kesimpulan

Ibu hamil sangat rentan saat menggunakan produk skincare. Kondisi kulit, rambut, maupun kuku pada kehamilan umumnya akan kembali normal setelah ibu melahirkan. Namun, jika ibu hamil ingin menggunakan produk skincare maka harus memilih bahan yang aman dan tidak membahayakan janin. FDA dan TGA telah mengelompokkan beberapa bahan skincare ke dalam kategori, yang dapat dijadikan acuan dalam penggunaannya oleh ibu hamil. 

Bahan skincare yang dapat digunakan pada kehamilan, antara lain retinoid topikal dan benzoil peroksida. Kedua bahan ini aman untuk terapi kulit yang berjerawat, karena memiliki efek sistemik yang minimal pada janin. Sementara itu, bahan berbahaya yang dapat memberikan efek fatal pada janin, seperti kerusakan otak, kejang, dan tremor, adalah merkuri dan paraben yang terkandung dalam bedak.

Referensi