Terapi Radioiodine Vs Obat Antitiroid untuk Penyakit Graves - Telaah Jurnal

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Radioiodine therapy versus antithyroid drugs in Graves’ disease: a meta-analysis of randomized controlled trials

Wang J, Qin L. Radioiodine therapy versus antithyroid drugs in Graves’ disease: a meta-analysis of randomized controlled trials. Br J Radiol 2016; 89: 20160418

Abstrak

Latar Belakang: Mempertimbangkan bahwa terapi obat antitiroid berhubungan dengan kontrol hipertiroidisme yang tidak memuaskan, kami merekomendasikan terapi radioiodine sebagai terapi pilihan untuk pasien-pasien dengan penyakit Graves.

Tujuan: Meta analisis ini dilakukan untuk membandingkan terapi radioiodine dengan obat antitiroid dalam hal luaran klinis, termasuk perkembangan atau perburukan dari oftalmopati, cure rate hipertiroid, hipotiroid, relapse rate dan kejadian merugikan.

Metode: Penelitian-penelitian acak terkontrol (RCT) yang diterbitkan pada PubMed, Embase, Web of Science, SinoMed dan National Knowledge Infrastructure Cina ditinjau secara sistematis untuk membandingkan efek terapi radioiodine dengan obat antitiroid pada pasien penyakit Graves.

Hasil ditunjukkan sebagai risk ratio dengan konfidens interval 95% ( 95% CI) dan weighted mean differences dengan 95% CI.  Pool estimate dilakukan dengan menggunakan model fixed-effect atau random-effect tergantung dari heterogenitas diantara penelitian yang ditinjau.

Hasil: Ada tujuh belas RCT yang mencakup 4024 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan diikutsertakan pada meta analisis. Hasil menunjukkan bahwa terapi radioiodine meningkatkan risiko oftalmopati baru, perkembangan atau perburukan oftalmopati sebelumnya maupun hipotiroid. Jika dibandingkan dengan obat antitiroid, terapi radioiodine menghasilkan cure rate  hipertiroid yang lebih baik, recurrence rate yang lebih rendah serta insidensi kejadian merugikan yang lebih sedikit.

Kesimpulan: Terapi radioiodine berhubungan dengan cure rate hipertiroid yang lebih tinggi dan relapse rate yang lebih rendah daripada obat antitiroid. Akan tetapi, terapi radioiodine juga meningkatkan risiko oftalmopati dan hipotiroid.

grave's disease comp

Ulasan Alomedika

Penggunaan obat antitiroid seperti propiltiourasil, carbimazole, atau metimazole masih menjadi pilihan utama dalam penatalaksanaan penyakit Graves. Namun, cure rate maupun relapse rate dari terapi ini masih kurang baik.

Saat ini, sudah tersedia alternatif lain untuk terapi penyakit Graves berupa terapi radioiodine. Penelitian ini bertujuan untuk menilai cure rate, relapse rate dan kejadian merugikan dari terapi radioiodine bila dibandingkan dengan terapi obat antitiroid pada penatalaksanaan penyakit Graves.

Ulasan Metode dan Analisis Penelitian

Penelitian ini menerapkan studi meta analisis terhadap hasil pencarian sejumlah penelitian acak terkontrol (randomized controlled trial / RCT) yang berasal dari database medis yang sudah valid (PubMed, Web of Science, Embase, SinoMed, dan National Knowledge Infrastructure China). Kualitas metodologi dari RCT dinilai menggunakan skala Jadad.

Untuk luaran dikotomi, penulis menggunakan risk ratio dengan 95% CI sedangkan untuk luaran kontinu menggunakan weighted mean difference dengan 95% CI. Heterogenitas data yang dikumpulkan dinilai dengan tes Cochrane Q x2 dan I2. Pool estimate dilakukan dengan menggunakan model fixed-effect atau random-effect tergantung dari heterogenitas di antara penelitian. Bias publikasi diperiksa dengan tes Begg dan Egger.

Ulasan Hasil Penelitian

Ditemukan sejumlah 17 RCT yang mencakup 4024 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Dari 17 RCT yang dikumpulkan, 13 dilakukan di Cina, 2 di Swedia dan 1 di Iran. Enam belas RCT dilakukan pada pasien dewasa sedangkan 1 RCT dilakukan pada populasi pediatri.

Efektivitas Terapi :

Terapi radioiodine menunjukkan cure rate dan relapse rate yang lebih rendah dibanding obat antitiroid.

Efek Samping Terapi :

Hasil pool analysis menemukan bahwa terapi radioiodine meningkatkan risiko oftalmopati baru, perburukan dari oftalmopati yang sudah ada, dan risiko hipotiroid. Walau demikian, insidensi kejadian merugikan pada terapi radioiodine lebih rendah dibandingkan terapi obat antitiroid.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini terletak pada metode dan analisis penelitian yang digunakan, yaitu meta analisis dari RCT yang bersumber dari database yang sudah valid. Data RCT yang dikumpulkan sudah dinilai dengan skala Jadad.

Selain itu, metode analisis penelitian sudah menerapkan analisis sensitivitas data termasuk penilaian heterogenitas data maupun bias publikasi. Kombinasi dari hal-hal di atas dapat meminimalisir potensi bias dari hasil yang dilaporkan.

Selain itu, hasil meta analisis ini turut mencakup data RCT yang lebih besar, baik dari segi jumlah RCT dan sumber database ( RCT berbahasa Inggris dan Cina), serta menyediakan data yang lebih lengkap ( cure rate, insiden hipotiroid dan kejadian merugikan) dibandingkan hasil meta analisis sebelumnya.

Limitasi Penelitian

Terdapat lima limitasi dari penelitian meta analisis ini :

  1. Meta analisis ini mengikutsertakan beberapa penelitian dengan sample size yang kurang adekuat sehingga dapat menimbulkan overestimation of treatment effect

  2. Heterogenitas di antara penelitian RCT yang diikutsertakan cukup substansial sehingga dapat meningkatkan bias hasil yang dilaporkan
  3. Minimnya penelitian yang menganalisis variabel biokimia fungsi tiroid (hanya 3 RCT) sehingga interpretasi hasil perubahan biokimia (hipertiroid dan hipotiroid) perlu diinterpretasi secara hati-hati
  4. Data RCT yang membandingkan antara terapi radioiodine dengan terapi obat antitiroid plus prednison masih sangat terbatas sehingga hasil meta analisis ini tidak dapat diterapkan untuk hal tersebut
  5. Mayoritas RCT yang diikutsertakan dilakukan di negara Cina sehingga hasil meta analisis perlu diinterpretasi secara hati-hati di negara lain yang memiliki demografi atau praktik klinis yang berbeda

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil meta analisis ini perlu diinterpretasi secara hati-hati di Indonesia berhubung perbedaan demografi maupun ketersediaan terapi radioiodine yang masih terbatas di provinsi tertentu serta masalah biaya terapi. Untuk itu, diperlukan penelitian di Indonesia mengenai cost effectiveness terapi radioiodine dibandingkan dengan obat antitiroid.

Terapi radioiodine di Indonesia dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk penyakit Graves. Walau demikian, keputusan pemilihan modalitas terapi untuk penyakit Graves ini tentunya harus didiskusikan bersama pasien dengan menimbang ketersediaan alat, benefit vs harm, serta pertimbangan ekonomi.

Referensi