Untung Rugi Tonsilektomi pada Tonsilitis Kronis

Oleh :
dr.Krisandryka

Untung rugi tonsilektomi pada tonsilitis kronis perlu ditinjau karena masih banyak kontroversi mengenai manfaat dan risiko tindakan tersebut. Tonsilektomi merupakan prosedur pengangkatan tonsil, termasuk kapsulnya, dengan melakukan diseksi ruang peritonsillar di antara kapsul tonsil dan dinding otot. Tonsilektomi dapat dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi.[1]

Indikasi tonsilektomi tersering adalah sleep-disordered breathing (SDB) dan infeksi tenggorokan berulang akibat tonsilitis. Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai untung rugi tonsilektomi pada tonsilitis kronis.[1,2]

child sore throat

Indikasi Tonsilektomi Pada Tonsilitis Kronis

Pada tonsilitis kronis rekuren, direkomendasikan untuk memantau terlebih dahulu pada pasien dengan <7 episode pada tahun sebelumnya, atau <5 episode per tahun pada 2 tahun terakhir, atau <3 episode per tahun pada 3 tahun terakhir. Jika frekuensi infeksi melebihi angka tersebut, tonsilektomi direkomendasikan sebagai salah satu pilihan terapi.

Infeksi harus memiliki gejala nyeri tenggorokan disertai salah satu poin berikut: suhu >38°C, adenopati servikal, eksudat tonsil, atau group A beta-hemolytic streptococcal infections (GABHS) positif.

Faktor-faktor pemberat seperti intoleransi atau alergi antibiotik; adanya periodic fever, aphthous stomatitis, pharyngitis, dan adenitis, yang disingkat sebagai PFAPA; atau abses peritonsiler dapat memerlukan tonsilektomi lebih cepat pada tonsilitis kronis rekuren.[1-3]

Manfaat Tonsilektomi Pada Tonsilitis Kronis Bagi Anak

Beberapa studi telah menunjukkan manfaat tonsilektomi pada anak dengan tonsilitis kronis. Kualitas hidup anak pasca tonsilektomi ditemukan meningkat secara signifikan dibandingkan sebelum tonsilektomi.[4]

Sebuah review Cochrane yang meninjau 5 studi pada anak (total 987 partisipan) mendapatkan data bahwa anak yang menjalani tonsilektomi mengalami lebih sedikit episode dan jumlah hari dengan nyeri tenggorokan pada tahun pertama pasca operasi.[2,5]

Berdasarkan review Cochrane tersebut, anak yang menjalani tonsilektomi mengalami rata-rata 3 episode nyeri tenggorokan (semua derajat keparahan) pada tahun pertama pasca operasi, lebih rendah dibanding kelompok kontrol (3,6 episode).

Sedangkan, untuk kasus nyeri tenggorokan derajat sedang/berat, kelompok operasi mengalami rata-rata 1,1 episode nyeri tenggorokan pada tahun pertama pasca operasi, juga lebih rendah dibanding kelompok kontrol (1,2 episode). Salah satu episode pada kelompok bedah adalah episode nyeri tenggorokan yang merupakan efek pasca operasi.[5]

Dari segi banyaknya hari dengan nyeri tenggorokan derajat sedang/berat, kelompok operasi mengalami total 18 hari nyeri tenggorokan pada tahun pertama pasca operasi, lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (23 hari). Perlu diingat bahwa pada kelompok operasi, 5-7 hari merupakan nyeri tenggorokan efek pasca operasi.[4]

Studi lain oleh Ostvol et al terhadap 1044 anak usia <15 tahun menunjukkan penurunan signifikan rata-rata angka kunjungan medis tahunan dari 1,93 menjadi 0,129 pasca operasi, dengan rata-rata selisih -1,8, lebih besar dibanding rata-rata selisih pada kelompok kontrol, yaitu -1,51.[6]

Risiko Tonsilektomi Pada Tonsilitis Kronis Bagi Anak

Tonsilektomi pada anak yang mengalami tonsilitis kronis berisiko mengalami komplikasi pasca operasi dan risiko terhadap sistem imun di masa dewasa.

Risiko Tonsilektomi Pasca Operasi

Komplikasi pasca tonsilektomi meliputi nyeri berat, dehidrasi, distress hingga gagal napas, dan perdarahan. Perdarahan pasca tonsilektomi dibagi menjadi perdarahan primer (<24 jam pasca operasi) dan sekunder (>24 jam pasca operasi).

Studi oleh Lawlor et al terhadap 1.817 anak melaporkan bahwa anak sehat usia <3 tahun kemungkinan lebih berisiko mengalami komplikasi pasca tonsilektomi, terutama pada 24 jam pertama, dibandingkan anak berusia lebih tua, terlepas dari berat badan pasien.[7,8]

Studi lain oleh Kou et al terhadap 30.617 anak beragam etnis melaporkan bahwa persentase kejadian komplikasi respirasi pasca tonsilektomi mencapai 6% dan persentase intervensi terhadap komplikasi mencapai 3,6%. Komplikasi berupa laringospasme, bronkospasme, pneumonia, edema paru. Beberapa ahli menyarankan pemberian antibiotik profilaksis setelah tonsilektomi, tetapi manfaat anjuran ini belum didukung oleh bukti yang adekuat.[9]

Risiko Tonsilektomi Terhadap Sistem Imun

Sebuah studi kohort di Swedia oleh Johansson et al terhadap 18 orang dewasa yang menjalani tonsilektomi 20 tahun sebelumnya. Angka insiden penyakit kronis immune-mediated didapatkan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok tonsilektomi dibandingkan kelompok kontrol. Namun, studi tersebut memiliki kekurangan yakni jumlah sampel yang terlalu kecil, sehingga masih diperlukan studi lebih lanjut.[10,11]

Manfaat Tonsilektomi Pada Tonsilitis Kronis Bagi Dewasa

Tidak begitu banyak literatur yang membahas tonsilektomi pada pasien dewasa. Dua studi melaporkan manfaat jangka pendek tonsilektomi pada orang dewasa dengan faringitis kronis. Salah satunya menunjukkan penurunan signifikan GABHS dan hari dengan nyeri tenggorokan pada 90 hari pertama pasca operasi. Studi lainnya melaporkan kelompok operasi mengalami lebih sedikit episode faringitis dan hari cuti sakit.

Sebuah tinjauan Cochrane menggabungkan data kedua studi tersebut dan menemukan bahwa tonsilektomi menyebabkan penurunan 3,6 kasus tonsilitis dan 10,6 hari dengan nyeri tenggorokan dalam 6 bulan pasca operasi. Namun, studi tersebut memiliki kekurangan berupa pendeknya periode dan diteliti dan keragaman statistik, sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.[2,5]

Sebuah studi di Jerman oleh Gotz et al terhadap 114 pasien dewasa yang menjalani tonsilektomi karena tonsilitis kronis melaporkan peningkatan kualitas hidup pada 14 bulan dan 7 tahun pasca operasi. Kelompok operasi mengalami penurunan signifikan episode nyeri tenggorokan tahunan, kunjungan ke dokter, konsumsi analgetik dan antibiotik, dan jumlah cuti sakit pasca operasi.[10,12]

Risiko Tonsilektomi Pada Tonsilitis Kronis Bagi Dewasa

Beberapa literatur yang ada melaporkan bahwa tonsilektomi pada orang dewasa lebih berisiko dibandingkan pada anak. Studi oleh Erzoslu et al terhadap 178 anak dan 35 dewasa menemukan bahwa nyeri dan perdarahan pasca operasi lebih tinggi secara signifikan pada orang dewasa. Studi lain oleh Kim et al menyimpulkan bahwa risiko deep neck infection lebih tinggi pada pasien remaja dan dewasa dibandingkan dengan anak pasca tonsilektomi.[13,14]

Studi retrospektif oleh Torres et al terhadap 326 pasien melaporkan bahwa komplikasi tersering pasca tonsilektomi adalah perdarahan, yang dialami 17 pasien (5,21%), 13 di antaranya memerlukan revisi pembedahan. Studi tersebut juga menyimpulkan bahwa risiko perdarahan tidak berhubungan dengan indikasi tonsilektomi dan dijahit atau tidaknya pilar tonsil.[15]

Kesimpulan

Meski sudah dilakukan selama lebih dari 100 tahun, masih banyak kontroversi seputar tonsilektomi. Beberapa studi menunjukkan manfaat tonsilektomi, khususnya pada pasien anak yang mengalami nyeri tenggorokan derajat sedang hingga berat. Namun, sebuah studi kecil melaporkan peningkatan insidensi penyakit kronis immune-mediated pasca tonsilektomi; hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut.

Komplikasi tersering pasca tonsilektomi adalah perdarahan. Anak <3 tahun lebih berisiko mengalami komplikasi pasca tonsilektomi dibandingkan anak berusia lebih tua. Tonsilektomi pada orang dewasa didapatkan lebih berisiko dibandingkan pada anak karena pasien dewasa lebih sering mengalami nyeri dan perdarahan pasca operasi. Selain itu, sebuah studi melaporkan risiko deep neck infection pasca tonsilektomi lebih tinggi pada pasien dewasa dan remaja dibandingkan anak.

Menimbang manfaat dan risikonya, keputusan untuk melakukan tonsilektomi harus dibuat dengan hati-hati berdasarkan riwayat dan kebutuhan masing-masing pasien.

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Imanuel Natanael Tarigan

Referensi