5 Interaksi Serius Obat Kardiovaskuler

Oleh :
dr.Bedry Qintha

Interaksi obat kardiovaskuler yang serius atau fatal perlu diwaspadai karena berkaitan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler telah dilaporkan mengalami peningkatan risiko interaksi obat serius karena sering memiliki banyak komorbiditas dan mendapat regimen terapi yang kompleks.[1,2]

Dalam sebuah studi observasional dilaporkan bahwa 74% pasien dengan penyakit kardiovaskuler mengalami interaksi obat moderat dan 17% mengalami interaksi obat mayor. Dalam studi ini, faktor yang meningkatkan risiko interaksi obat serius atau fatal adalah penyakit kardiovaskuler selain infark miokard dan polifarmasi.[1]

Female,Elderly,Hands,Sorting,Pills.,Closeup,Of,Medical,Pill,Box

Sildenafil – Nitrat

Sildenafil merupakan inhibitor phosphodiesterase type 5 (PDE5) yang digunakan dalam penanganan hipertensi pulmonal dan disfungsi ereksi. Sementara itu, nitrat merupakan golongan obat donor nitric oxide yang digunakan dalam penanganan angina pektoris. Contoh obat golongan nitrat adalah nitrogliserin dan isosorbid dinitrat.

Penggunaan secara bersamaan sildenafil dan nitrat dikontraindikasikan. Sildenafil dapat meningkatkan efek hipotensif dari nitrat secara bermakna. Dengan keberadaan inhibitor PDE5, nitrat dapat menyebabkan peningkatan signifikan pada siklik guanosin monofosfat dan penurunan tekanan darah yang mengancam nyawa.[3]

Digoxin – Quinidine

Digoxin merupakan obat golongan cardiac glycosides yang digunakan dalam penanganan aritmia, seperti atrial fibrilasi. Sementara itu, quinidine juga merupakan obat antiaritmia.

Penggunaan digoxin dan quinidine secara bersamaan dapat menyebabkan peningkatan kadar plasma digoxin secara signifikan pada lebih dari 90% pasien. Peningkatan kadar digoxin terjadi dalam 24 jam pertama, dengan rerata peningkatan mencapai 2 kali lipat. Hal ini meningkatkan risiko toksisitas gastrointestinal dan kardiovaskuler yang berpotensi menyebabkan kematian.

Penggunaan digoxin dan quinidine secara bersamaan harus dihindari. Meski demikian, jika keduanya harus digunakan bersamaan, maka lakukan pemantauan ketat tanda dan gejala toksisitas. Kurangi dosis digoxin sesuai kebutuhan.[4,5]

Digoxin – Amiodarone

Digoxin dan amiodarone merupakan obat antiaritmia yang digunakan dalam penanganan berbagai disritmia jantung. Digoxin adalah obat dengan indeks terapeutik yang sempit, sehingga sedikit perubahan dalam kadar plasma obat dapat menimbulkan toksisitas bermakna. Amiodarone meningkatkan kadar digoxin melalui inhibisi P-glycoprotein (P-gp) mediated efflux transporter pada saluran cerna dan ginjal, sehingga menghambat eliminasi digoxin dari tubuh.

Interaksi antara digoxin dan amiodarone akan meningkatkan risiko toksisitas digoxin. Kombinasi kedua obat ini juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas, terlepas dari durasi terapi.[6,7]

Clonidine – Propranolol

Clonidine merupakan agonis α₂-adrenergic yang digunakan sebagai antihipertensi. Propranolol merupakan beta blocker yang digunakan dalam penanganan hipertensi, aritmia, dan angina. Keamanan penggunaan kedua obat ini secara bersamaan masih menjadi perdebatan, karena sebagian studi menunjukkan potensi risiko dan sebagian lainnya menunjukkan aman.[8,9]

Secara garis besar, kekhawatiran terhadap kombinasi clonidine-propranolol berkaitan dengan efek hipotensi aditif, bradikardia, AV block, dan peningkatan risiko rebound hypertension. Jika kedua obat ini digunakan bersamaan, lakukan pengawasan ketat. Perlu diperhatikan juga untuk tidak menghentikan terapi clonidine dan propranolol secara bersamaan atau mendadak. Propranolol dihentikan beberapa hari sebelum pengurangan dosis clonidine secara bertahap.

Sementara itu, pada pasien yang mendapat clonidine dan terapi akan dialihkan ke propranolol, pemberian propranolol harus ditunda selama beberapa hari setelah terapi clonidine dihentikan.[8]

Warfarin – Aspirin

Warfarin adalah obat antikoagulan oral yang digunakan untuk berbagai indikasi klinis, termasuk penyakit jantung iskemik, deep vein thrombosis (DVT), dan pencegahan stroke terkait atrial fibrilasi. Sementara itu, aspirin adalah antiplatelet yang juga sering digunakan pada kondisi klinis yang sama, termasuk pada pasien dengan katup jantung mekanik.

Studi farmakologi pada anjing menunjukkan bahwa penggunaan bersamaan warfarin dan aspirin meningkatkan area under the plasma concentration time curve (AUC(0-t) dan maximum plasma concentration (Cmax), serta menurunkan klirens warfarin setelah pemberian dosis multipel warfarin. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan activated partial thromboplastin time (aPTT), prothrombin time (PT), dan international normalized ratio (INR).

Meski demikian, perlu diketahui bahwa penggunaan warfarin dan aspirin secara bersamaan bukanlah kontraindikasi mutlak. Aspirin dosis rendah (≤100 mg) dapat diberikan pada pasien yang mendapat warfarin sesuai indikasi klinis. Selama terapi kombinasi, lakukan pemantauan efek samping perdarahan.[10-12]

Kesimpulan

Obat kardiovaskuler sering digunakan pada pasien yang memiliki komorbiditas multipel dan mendapat regimen terapi yang kompleks. Hal ini meningkatkan risiko interaksi obat yang serius hingga fatal. Untuk memastikan keamanan dalam konsumsi obat dan juga terjaminnya efikasi terapi, dokter harus mempertimbangkan matang-matang rasio untung-rugi penggunaan kombinasi obat kardiovaskuler.

Sebisa mungkin hindari polifarmasi. Gunakan obat sesuai dengan indikasi klinis yang jelas. Utamakan untuk menggunakan dosis efektif terendah. Lakukan pemantauan toksisitas secara berkala karena obat kardiovaskuler umumnya dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.

Referensi