Interpretasi EKG secara Digital dapat Menyebabkan Kesalahan Medis

Oleh :
dr. Immanuel Natanael Tarigan

Interpretasi hasil EKG (elektrokardiografi) secara digital tidak selalu tepat, sehingga dokter perlu berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan medis. Interpretasi elektronik terbatas dan kadang terlalu sensitif. Sebelum menentukan apakah interpretasi EKG digital dapat menggantikan interpretasi EKG secara visual oleh klinisi, perlu dipahami kekurangan dan kelebihan dari interpretasi EKG digital.[1,2]

Sejak ditemukan, EKG menjadi salah satu prosedur klinis yang banyak digunakan. Sekitar tahun 1950-an, penemuan EKG elektronik mempermudah penggunaan EKG. Hal ini juga ditunjang oleh perkembangan dunia digital, dan dibentuk kesepakatan mengenai definisi berbagai gelombang, pengukuran, kriteria klasifikasi, dan terminologi pada penggunaan interpretasi EKG digital. Namun, hingga saat ini masih ada interpretasi EKG digital yang belum sepenuhnya disepakati.[1,3]

Sumber: Glenlarson, Wikimedia commons. Sumber: Glenlarson, Wikimedia commons.

Beberapa catatan khusus mengenai interpretasi EKG digital adalah mengenai aspek teknis, interpretasi EKG digital pada beberapa kasus, dan aspek praktikal.

Aspek Teknis

Beberapa aspek teknis perlu dipahami sebelum mengambil kesimpulan berdasarkan interpretasi EKG digital, karena berperan dalam akurasi hasil interpretasi. Aspek teknis yang dimaksud adalah:

  • Pengolahan sinyal termasuk akuisisi dan konversi sinyal digital dari sinyal analog
  • Penyaringan kebisingan (filter noise)
  • Perekaman EKG yang umumnya dilakukan secara bersamaan pada banyak sadapan
  • Perbedaaan algoritma yang dipakai masing-masing pabrikan alat EKG digital
  • Kompresi, transmisi, dan penyimpanan data[1,2]

Perekaman Bersamaan pada Banyak Sadapan

Pengenalan gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T secara bersamaan dan tumpang tindih akan menghasilkan interpretasi yang berbeda jika dibandingkan dengan pengenalan terpisah masing-masing gelombang pada masing-masing sadapan. Interpretasi semua gelombang secara bersamaan, tanpa mempertimbangkan gelombang prematur, akan diinterpretasi sebagai rata-rata normal.[1,2]

Selain itu, perekaman secara bersamaan mengakibatkan interpretasi masing-masing interval (interval PR, QRS dan QT) dan perhitungan amplitudo secara keseluruhan menjadi lebih tinggi. Perhitungan interval yang lebih kompleks dan lebih sulit terjadi pada kasus aritmia.[1,2]

Perbedaan Algoritma Setiap Pabrikan Alat

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada pemeriksaan interval QT pada setiap pabrikan. Perbedaan tersebut dapat terlihat jika membandingkan interpretasi pada subjek normal dengan subjek interval QT memanjang. Sedangkan perbedaan hasil pengukuran amplitudo gelombang jarang dilaporkan. Perbedaan-perbedaan ini terutama terlihat pada EKG yang tidak normal, tergantung pada konfigurasi gelombang dan hubungan antar gelombang.[1,2]

Interpretasi EKG Digital pada Beberapa Kasus

Interpretasi EKG digital pada beberapa kasus dapat memberikan hasil yang berbeda, karena berkaitan dengan kekurangan algoritma pada alat EKG. Kasus yang membutuhkan perhatian lebih pada interpretasi EKG digital adalah pasien dengan aritmia, pengguna alat pacu jantung, sindrom koroner akut, interval QT yang memanjang, repolarisasi dini, serta hipertrofi ventrikel kiri.

Aritmia

Sebuah studi menyatakan bahwa interpretasi EKG digital dapat menginterpretasi irama sinus secara tepat hingga 95%, tetapi pada irama non sinus hanya 53,5%. Kesulitan dalam mendeteksi irama non sinus adalah pada gelombang P (amplitudo kecil, bervariasi, atau ditutup artefak), kompleks QRS, atau gelombang T dan U.[1,4]

Atrial fibrilasi adalah salah satu diagnosis aritmia yang paling sering salah diinterpretasikan oleh EKG digital. Kesalahan diagnosis atrial fibrilasi mencapai 9,3‒10%. Kesalahan terjadi pada irama sinus atau sinus takikardi dengan gelombang atrium prematur, yang diinterpretasikan sebagai atrial fibrilasi.[1,4]

Penggunaan Alat Pacu Jantung

Penggunaan alat pacu jantung gagal diinterpretasikan oleh EKG digital hingga 75%. Hal ini disebabkan EKG digital tidak mampu mengidentifikasi gelombang dengan voltase rendah yang diinduksi oleh alat pacu jantung.[1,2]

Sindrom Koroner Akut

Studi menemukan bahwa berbagai algoritma yang digunakan EKG digital gagal untuk menginterpretasikan kondisi sindrom koroner akut. Hasil studi menunjukkan hasil positif palsu  hingga 42%. dan hasil negatif palsu 22‒42%. Kegagalan interpretasi EKG digital ini dapat menyebabkan penundaan diagnosis dan terapi. Oleh karena itu, tidak direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis sindrom koroner akut hanya dengan menggunakan interpretasi EKG digital, tetapi harus disesuaikan dengan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan riwayat penyakit pasien.[1,5]

Kegagalan EKG digital mengidentifikasi sindrom koroner akut terutama pada kasus ditemukannya artefak, atau pada kasus elevasi segmen ST yang bukan akibat iskemia. Saat ini sedang dilakukan upaya perbaikan sehingga interpretasi EKG digital tidak hanya mampu mendiagnosis sindrom koroner akut secara, tetapi juga mampu mengidentifikasi percabangan arteri tempat terjadinya iskemia.[1,2,5]

Algoritma yang mempertimbangkan jenis kelamin, usia, ras, dan hasil EKG sebelumnya diharapkan dapat memberikan interpretasi sindrom koroner akut yang lebih tepat.[2]

Interval QT atau Repolarisasi yang Memanjang

EKG digital sulit untuk menghitung interval QT secara tepat. Hal ini karena perhitungan inter QT terkoreksi (QTc) secara digital sehingga seringkali menjadi overestimate atau underestimate menyesuaikan detak jantung. Sebuah studi menemukan bahwa sebanyak 52,5% pasien dengan sindrom interval QT memanjang diinterpretasi sebagai interval normal. Hal yang sama terjadi pada pemanjangan interval QT pada pasien yang mendapatkan metadon.[1,6]

Umumnya, pengukuran interval QT secara bersamaan pada seluruh sadapan menjadi lebih panjang 30‒40 mili detik daripada pengukuran interval QT pada masing-masing sadapan. Sangat disarankan melakukan pemeriksaan EKG ulang dengan alat yang sama, terutama pasien dalam terapi sindrom long QT.[2]

Repolarisasi Dini

Deteksi repolarisasi dini penting sebagai faktor risiko aritmia. Saat ini, sedang dikembangkan deteksi otomatis kondisi repolarisasi dini yang lebih sensitif.[2]

Hipertrofi Ventrikel Kiri

Hipertrofi ventrikel kiri lebih terlihat pada pemeriksaan echocardiography, CT scan jantung, dan MRI toraks. Namun, EKG masih banyak digunakan karena mudah dan berbiaya rendah. Kriteria yang kompleks digunakan untuk menegakkan diagnosis hipertrofi ventrikel kiri, sehingga EKG digital sulit mengelaborasi kriteria kardiak dengan kriteria non kardiak, seperti usia, jenis kelamin, ras, dan habitus.[1]

Aspek Praktis

Aspek praktis mengharapkan interpretasi EKG digital dapat membantu dokter dalam mengambil keputusan pada pasien. Namun, interpretasi EKG yang tidak tepat akan menyebabkan kegagalan menegakkan diagnosis dan memberikan terapi yang tepat pada pasien.[1,2]

Kelebihan Interpretasi EKG Digital

Sekitar 10.000 kematian diperkirakan dapat dicegah dengan pemeriksaan dan interpretasi EKG yang tepat dan cepat. EKG adalah pemeriksaan non invasif yang banyak digunakan dalam kegawatdaruratan jantung. Interpretasi EKG digital menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk analisis hasil EKG hingga 24‒28%.[2]

Selain itu, EKG digital juga memungkinkan untuk menyimpan hasil EKG sebelumnya sehingga dapat dilakukan perbandingan hasil EKG serial secara langsung. Hal ini juga akan memperbaiki akurasi interpretasi EKG digital, karena semakin banyak data akan semakin menyempurnakan algoritma dalam alat EKG.[1,2]

Kekurangan Interpretasi EKG Digital

Interpretasi EKG digital dapat mempengaruhi kemampuan dokter dalam menginterpretasi EKG, ketika hasil interpretasi EKG digital semakin tepat maka kemampuan dokter diduga semakin menurun. Kadang dokter tidak mempunyai kepercayaan diri untuk melakukan interpretasi EKG, sehingga dibutuhkan pelatihan berulang untuk meningkatkan kemampuan dalam menginterpretasi EKG.[1,2]

Penggunaan interpretasi EKG digital sebagai alat skrining juga masih kontroversi. Pada studi yang melibatkan 595 olahragawan ditemukan bahwa interpretasi EKG digital untuk mendeteksi hasil EKG tidak normal 2 kali lebih banyak daripada interpretasi EKG secara visual. Hal ini diperkirakan terjadi karena perbedaan definisi yang digunakan dan penyesuaian pada kelompok subjek penelitian.[1,2]

Kesimpulan

EKG adalah pemeriksaan noninvasif, murah, dan mudah digunakan untuk pemeriksaan jantung. Metode interpretasi EKG yang banyak digunakan saat ini adalah metode visual oleh dokter yang terlatih. Sedangkan interpretasi EKG digital dipercaya dapat mengurangi waktu interpretasi. Namun, perlu diingat bahwa interpretasi EKG digital tidak dapat digunakan sebagai patokan dalam mendiagnosis gangguan irama jantung.

Masih terdapat banyak kekurangan pada interpretasi EKG digital, termasuk aspek teknis, interpretasi EKG digital pada beberapa kasus, dan aspek praktikal.

Aspek teknik terdiri dari pengolahan sinyal, penyaringan kebisingan, perekaman yang dilakukan secara bersamaan pada banyak sadapan, perbedaaan algoritma pada masing-masing pabrikan alat EKG digital, serta kompresi, transmisi, dan penyimpanan data. Sedangkan aspek praktikal adalah interpretasi EKG digital yang cepat seringkali memberikan hasil yang homogen. Terdapat beberapa kasus yang sulit diinterpretasi oleh EKG digital, yaitu aritmia, atrial fibrilasi, pengguna alat pacu jantung, sindrom koroner akut, interval QT yang memanjang, repolarisasi dini, serta hipertrofi ventrikel kiri.

Oleh karena itu, semua hasil interpretasi EKG digital harus dibaca ulang secara visual oleh dokter  dan ditafsirkan sesuai presentasi klinis pasien. Interpretasi EKG digital digunakan sebagai metode tambahan, tidak menggantikan interpretasi visual. Dokter harus memiliki kemampuan untuk memvalidasi atau menolak interpretasi EKG digital.

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi