5 Obat Baru yang Paling Ditunggu di Tahun 2023

Oleh :
dr.Bedry Qintha

Pada tahun 2023, beberapa obat diharapkan akan mendapat izin edar dan merupakan obat baru yang berpotensi besar meningkatkan efikasi terapi dari berbagai penyakit, termasuk diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit Alzheimer.

Tirzepatide merupakan salah satu obat baru yang telah dilaporkan efektif dan aman untuk terapi diabetes mellitus dan obesitas pada berbagai uji klinis. Selain itu, ada lecanemab yang diharapkan mampu menghilangkan amiloid protein di otak pada penyakit Alzheimer. Obat lainnya adalah zuranolone yang dilaporkan dapat digunakan sebagai terapi jangka pendek pada penanganan gangguan depresi mayor.[1-4]

5obatbaru

1. Tirzepatide untuk Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Obesitas

Berbagai bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa tirzepatide efektif dan aman digunakan sebagai terapi diabetes mellitus tipe 2 dan penurunan berat badan pada pasien obesitas. Tirzepatide adalah obat golongan glucose-dependent insulinotropic poylpetide-1 (GLP-1) receptor agonist. Obat ini disukai karena memiliki waktu paruh yang panjang, yakni sekitar 5 hari, sehingga dapat diberikan sekali seminggu saja.

Kelebihan lain tirzepatide adalah cara kerjanya yang meniru efek inkretin alami sebagai insulinotropik maupun glukagonotropik dengan efek glucose-dependent manner. Hal ini berarti tirzepatide mampu memicu pelepasan insulin sekaligus menekan produksi glukagon saat hiperglikemia terjadi. Sebaliknya, tirzepatide meningkatkan produksi glukagon tapi menahan pelepasan insulin saat terjadi hipoglikemia.[1,2]

Dalam sebuah uji klinis fase 3 yang melibatkan 705 partisipan, tirzepatide dilaporkan menghasilkan peningkatan bermakna terhadap kontrol glikemik (penurunan HbA1c) dan berat badan, tanpa adanya peningkatan risiko hipoglikemia dibandingkan plasebo. Hasil senada juga ditemukan ketika tirzepatide dibandingkan dengan semaglutide, yakni kontrol glikemik tirzepatide ditemukan superior dibandingkan semaglutide.[5,6]

2. Lecanemab untuk Penyakit Alzheimer

Lecanemab merupakan antibodi monoklonal IgG1 yang bekerja dengan berikatan pada agregat amiloid beta di otak. Telah banyak ahli menyatakan bahwa amiloid beta merupakan mekanisme patologi utama dalam terjadinya penyakit Alzheimer.

Dalam sebuah uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 856 partisipan, lecanemab ditemukan efektif dalam menurunkan jumlah plak amiloid pada pasien Alzheimer yang diperiksa dengan PET Scan. Hasil tersebut juga tampak secara klinis, yakni berupa perlambatan dari penurunan fungsi kognitif.[3]

Meski demikian, masih terdapat beberapa keraguan terkait keamanan dari lecanemab. Hal ini karena adanya beberapa laporan efek samping berupa cedera otak, termasuk perdarahan otak yang menyebabkan kematian, terkait terapi Alzheimer dengan lecanemab.[7]

3. Zuranolone untuk Depresi

Zuranolone merupakan obat antidepresan yang ditujukan untuk terapi gangguan depresi mayor dan depresi postpartum. Zuranolone menjadi menarik karena dilaporkan dapat digunakan sebagai terapi jangka pendek pro re nata (digunakan hanya jika perlu).

Dalam sebuah uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 543 pasien dewasa dengan gangguan depresi mayor, zuranolone 50 mg/hari yang digunakan sekali sehari selama 14 hari dilaporkan efektif memperbaiki gejala depresi secara signifikan dibandingkan plasebo. Efek ini dilaporkan bertahan selama masa pemantauan studi, yakni hingga hari ke-42.[4]

Studi lain juga menunjukkan hasil serupa. Zuranolone 30 mg/hari yang diberikan sekali sehari selama 2 minggu dilaporkan efektif menurunkan gejala depresi postpartum hingga pemantauan hari ke-45. Efek samping serius yang ditemukan pada kelompok zuranolone adalah konfusi.[8]

4. Epcoritamab untuk Limfoma

Epcoritamab merupakan antibodi bispesifik yang diberikan secara subkutan dan berpotensi digunakan dalam terapi limfoma. Epcoritamab menargetkan CD3 dan CD20, mengalihkan dan mengaktifkan sel T untuk membunuh sel ganas yang mengekspresikan CD20. Hasil studi praklinis menunjukkan bahwa epcoritamab menghasilkan aktivitas sitotoksik yang dimediasi sel T yang berpotensi mematikan terhadap sel ganas limfoma CD20+ sel B.

Pada 157 pasien dengan limfoma sel B relaps atau refrakter, epcoritamab dilaporkan menghasilkan tingkat respons objektif 63% dan tingkat respons lengkap 39%. Meski demikian, obat ini menyebabkan efek samping berupa cytokine release syndrome, neurotoksisitas, pireksi, dan kelelahan.[9,10]

5. Rozanolixizumab untuk Myasthenia Gravis

Terapi medikamentosa pada myasthenia gravis biasanya menggunakan obat antikolinestrase, imunosupresan, atau plasma exchange. Meski demikian, terapi ini memiliki banyak efek samping jangka panjang dan kurang efektif dalam menangani penyebab dasar dari myasthenia gravis.

Rozanolixizumab merupakan obat antibodi monoklonal yang mentargetkan reseptor Fc neonatal (FcRn). Dengan berikatan terhadap dan memblokade FcRn, rozanolixizumab dapat menurunkan kadar IgG autoantibodi patogenik yang beredar. Mekanisme ini diharapkan dapat memberikan perbaikan klinis pada pasien myasthenia gravis dengan profil keamanan dan risiko jangka panjang yang lebih baik dibandingkan terapi konvensional.

Dalam uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 200 partisipan dengan myasthenia gravis generalisata, pasien yang mendapat rozanolixizumab mengalami perbaikan gejala signifikan dibandingkan kelompok plasebo pada pemantauan hari ke-43. Efek samping yang ditemukan dari penggunaan rozanolixizumab adalah nyeri kepala, diare, dan demam.[11,12]

Kesimpulan

Beberapa obat diharapkan akan memiliki ijin edar pada tahun 2023. Obat-obat tersebut berpotensi mengisi celah dalam keterbatasan penanganan berbagai penyakit. Obat yang dimaksud antara lain:

  • Tirzepatide merupakan obat antidiabetes yang dapat diberikan secara subkutan 1 kali seminggu, dengan cara kerja glucose-dependent manner (memicu insulin saat kadar gula tinggi, tetapi meningkatkan produksi glukagon saat kadar gula darah rendah)
  • Lecanemab merupakan antibodi monoklonal yang mampu berikatan pada agregat amiloid protein di otak, sehingga bermanfaat dalam memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer
  • Zuranolone merupakan obat antidepresan yang dilaporkan efektif untuk gangguan depresi mayor dan depresi postpartum. Obat ini dapat digunakan jangka pendek (14 hari) dan hanya digunakan jika perlu saja
  • Epcoritamab merupakan antibodi bispesifik yang telah dilaporkan efektif dalam penanganan limfoma non-Hodgkin yang refrakter atau relaps, tetapi obat ini masih meragukan dalam segi keamanan
  • Rozanolixizumab mentargetkan reseptor Fc neonatal (FcRn) pada kasus myasthenia gravis dan diharapkan dapat meredakan gejala klinis myasthenia gravis generalisata tanpa menimbulkan risiko dan efek jangka panjang seperti terapi konvensional

Referensi