Efikasi Statin untuk Prevensi Primer Penyakit Kardiovaskular

Oleh :
dr. Queen Sugih Ariyani

Statin adalah golongan obat yang umum dipakai untuk menurunkan kadar kolesterol dan diharapkan dapat menjadi prevensi penyakit kardiovaskular. Akan tetapi, risiko efek samping statin membuat penggunaannya sebagai terapi preventif menuai banyak pertimbangan.[1,2]

Hubungan antara Statin, Kolesterol, dan Penyakit Kardiovaskular

Pada proses aterosklerosis, low–density lipoprotein (LDL) serta lipoprotein lain yang mengandung apo B dan memiliki diameter <70 nm (termasuk very low–density lipoprotein, intermediate-density lipoprotein, dan lipoprotein A) dapat menembus endotel dan masuk ke dalam tunika intima.

efikasi statin, statin untuk mencegah penyakit kardiovaskular, statin untuk prevensi penyakit kardiovaskular, alomedika

Akumulasi kolesterol yang mengandung apo B pada tunika intima arteri di tempat predileksi pembentukan plak ini merupakan dasar yang menginisiasi penyakit kardiovaskular aterosklerotik dan memengaruhi progresi plak aterosklerosis.[2,3]

Berbagai studi epidemiologi, studi randomisasi Mendelian, dan uji klinis acak terkontrol konsisten menunjukkan hubungan kuat antara kadar LDL yang tinggi dengan kejadian kardiovaskular. Oleh karena itu, penurunan kadar LDL merupakan target utama dalam pencegahan penyakit kardiovaskular. Hal ini juga didukung oleh berbagai studi yang menunjukkan bahwa penurunan kadar LDL berbanding lurus dengan penurunan kejadian kardiovaskular.[3-6]

Statin merupakan obat pilihan untuk menurunkan kolesterol LDL–C. Statin mengurangi sintesis kolesterol oleh hepatosit melalui inhibisi hydroxymethylglutaryl (HMG) CoA reductase. Penurunan kolesterol intraseluler akan meningkatkan ekspresi reseptor LDL hepatosit, sehingga meningkatkan pengambilan LDL–C dari darah.[7-8]

Studi tentang Efikasi Statin untuk Prevensi Penyakit Kardiovaskular

Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi efikasi statin untuk prevensi primer pada individu yang belum pernah mengalami kejadian kardiovaskular sebelumnya dan yang memiliki karakteristik risiko berbeda–beda.

Studi Chou et al

Meta analisis Chou et al. terhadap 71.344 partisipan melaporkan penggunaan statin pada orang dewasa yang memiliki risiko penyakit kardiovaskular tetapi belum pernah mengalami kejadian kardiovaskular mampu menurunkan risiko mortalitas dari semua penyebab, menurunkan mortalitas kardiovaskular, dan menurunkan kejadian kardiovaskular. Penggunaan statin ini dilaporkan memiliki manfaat absolut lebih besar pada pasien dengan risiko kardiovaskular yang lebih besar pula.[9]

Studi Li et al

Studi lain oleh Li et al. yang melibatkan 16 uji klinis acak terhadap 69.159 partisipan juga mendapat hasil bahwa statin secara efektif menurunkan kejadian angina, infark miokard fatal, revaskularisasi koroner, dan kejadian kardiovaskular lainnya. Akan tetapi, studi ini tidak menemukan penurunan yang signifikan terhadap mortalitas penyakit jantung koroner dan mortalitas dari semua penyebab.[10]

Byrne et al

Byrne et al. mengulas 3 tinjauan sistematik mengenai penurunan risiko kardiovaskular oleh statin. Studi ini menemukan pola penurunan mortalitas pada semua tinjauan sistematik (RR 0,91 [95% CI 0,85 to 0,97]), (RR 0,91 [95% CI 0,83 to 1,01]) dan (RR 0,78 [95% CI 0,53 to 1,15]), tetapi 2 di antaranya tidak bermakna signifikan. Ketika dilakukan stratifikasi risiko, penurunan mortalitas hanya bermakna pada pasien dengan kategori risiko sedang.

Studi ini menyimpulkan bahwa bukti efektivitas statin untuk prevensi primer penyakit kardiovaskular masih terbatas, karena populasi studi heterogen dengan faktor risiko dasar yang beragam. Pengambilan keputusan klinis harus didasarkan pada faktor risiko tiap individu dan perbandingan manfaat dengan efek samping.[11]

Efek Samping Penggunaan Statin

Statin memiliki beberapa efek samping yang dapat menjadi kendala bila digunakan secara rutin dan luas sebagai prevensi primer. Beberapa efek samping statin yang sering dilaporkan adalah statin associated muscle symptoms (SAMS), miopati, dan rhabdomyolysis.

Gejala otot terkait statin meliputi myalgia, kram, dan kelemahan. Myalgia tanpa peningkatan serum kreatin kinase dilaporkan terjadi pada 9–20% pasien poliklinik yang mendapat terapi statin. Beberapa pasien dengan SAMS mengalami nyeri otot tidak spesifik yang disebut nocebo atau persepsi perkiraan efek bahaya suatu terapi. Gejala ini sulit didiagnosis karena onset, jenis keluhan, dan tingkat keparahannya bervariasi pada tiap pasien.[8,12]

Statin juga dapat menyebabkan miopati atau nyeri otot dengan peningkatan kadar kreatin kinase serum >10x batas atas nilai rujukan. Selain itu, pada kasus yang lebih jarang, dapat terjadi rhabdomyolysis yang merupakan bentuk parah dari miopati yang disertai kerusakan otot, pelepasan mioglobin, dan potensi gagal ginjal akut dengan kadar kreatin kinase serum> 40x batas atas nilai rujukan.

Miopati diperkirakan terjadi pada 1 kasus per 10.000 orang yang dirawat per tahun dengan dosis statin standar, sedangkan rhabdomyolysis diperkirakan terjadi pada 2–3 kasus per 100000 orang yang dirawat per tahun. Risiko miopati berkaitan dengan dosis statin yang dikonsumsi. Pada umumnya, gejala dan parameter biokimia membaik setelah terapi statin dihentikan.[7,8]

Pedoman Prevensi Primer Penyakit Kardiovaskular

Pedoman nasional maupun internasional yang ada merekomendasikan statin sebagai prevensi sekunder penyakit kardiovaskular karena manfaat yang didapat dari terapi statin memiliki bukti yang cukup kuat. Akan tetapi, penggunaan statin sebagai prevensi primer harus melihat stratifikasi risiko kardiovaskular per individu. Salah satu sistem skoring risiko yang sering digunakan adalah Systematic Coronary Risk Evaluation (SCORE).[2,5,13]

Pedoman European Society of Cardiology

Pedoman European Society of Cardiology dan European Atherosclerosis Society 2019 (ESC/EAS) mengelompokkan pasien berdasarkan faktor risiko kardiovaskular, yaitu kelompok risiko sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah. Kelompok risiko ini kemudian menjadi tolok ukur target LDL yang harus dicapai.

Pada prevensi primer pasien dengan risiko sangat tinggi, pedoman EAS/ESC menganjurkan penurunan LDL–C sebanyak minimal 50% dari baseline dan target LDL–C sebesar <55 mg/dL.

Sementara itu, pasien dengan risiko tinggi disarankan untuk menurunkan kadar LDL–C sebanyak minimal 50% dari baseline dan target LDL–C <70 mg/dL. Pasien dengan risiko sedang memiliki target LDL <100 mg/dL dan pasien dengan risiko rendah memiliki target LDL <116 mg/dL.[2]

Selain pencapaian target terapi dengan menggunakan agen penurun lipid seperti statin, gaya hidup sehat juga direkomendasikan pada semua individu.[2]

Pedoman American College of Cardiology

Pada pedoman American College of Cardiology dan American Heart Association 2018 (ACC/AHA), target LDL–C pada pasien dengan risiko sangat tinggi adalah <70 mg/dL. Target ini dapat dicapai dengan statin dan dapat ditambah dengan ezetimibe jika perlu.

Sementara itu, pasien dengan hiperkolesterolemia primer berat dengan kadar LDL–C ≥190 mg/dL disarankan untuk memulai statin intensitas tinggi dengan target LDL–C <100 mg/dL.[13,14]

Pemberian statin intensitas sedang pada pasien diabetes dengan LDL–C >70 mg/dL dapat dilakukan tanpa melihat risiko penyakit kardiovaskular 10 tahun. Pada pasien usia 40–75 tahun tanpa diabetes dengan LDL–C sebesar 70–189 mg/dL, klinisi dapat berdiskusi dengan pasien untuk memulai terapi statin jika risiko penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun >7,5%.[13–15]

Jika keputusan penggunaan statin belum jelas, Coronary Artery Calcium Score (CAC) dapat membantu mengambil keputusan untuk memulai terapi statin untuk prevensi primer.

Skor CAC nol belum perlu memulai statin, kecuali bila ada diabetes, riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner prematur, atau riwayat merokok. Skor CAC 1–99 mendukung penggunaan statin (terutama setelah usia 55 tahun). Skor CAC ≥100 dan/atau persentil 75 perlu memulai terapi statin.[13,15]

Pedoman United States Preventive Services Task Force

Pedoman United States Preventive Services Task Force (USPSTF) menyarankan pemberian statin sebagai tindakan preventif penyakit kardiovaskular pada kelompok usia 40–75 tahun dengan ≥1 faktor risiko kardiovaskular dan estimasi risiko kejadian kardiovaskular pada 10 tahun ke depan ≥10%. Faktor risiko kardiovaskular meliputi dislipidemia, diabetes, hipertensi, atau merokok.

Akan tetapi, pada kelompok usia 76 tahun ke atas, belum direkomendasikan untuk diberikan statin sebagai pencegahan kejadian kardiovaskular. Hal ini karena, USPSTF belum menemukan bukti benefisial yang melebihi harm penggunaan statin dalam tindakan preventif primer kardiovaskular dan mortalitas pada kelompok usia ini.[16]

Kesimpulan

Low–density lipoprotein (LDL) berperan penting dalam proses pembentukan plak aterosklerosis dan tingginya kadar LDL–C berasosiasi dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular. Hal ini menjadi dasar penggunaan statin sebagai agen penurun LDL untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular aterosklerotik.

Bukti yang tersedia saat ini menunjukkan bahwa statin bermanfaat untuk menurunkan risiko kejadian kardiovaskular. Akan tetapi, beberapa studi masih menunjukkan manfaat yang tidak terlalu signifikan. Potensi efek samping statin seperti SAMS, miopati, dan rhabdomyolysis juga perlu dipertimbangkan.

Pengambilan keputusan klinis sebaiknya dilakukan berdasarkan pertimbangan tingkat risiko tiap individu. Beberapa pedoman merekomendasikan untuk menurunkan LDL secara agresif pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular yang sangat tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan statin intensitas tinggi dan terapi tambahan seperti ezetimibe bila diperlukan.

 

 

Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli

Referensi