Penggunaan Darah Menstruasi pada Pembalut untuk Skrining Kanker Serviks

Oleh :
dr.Krisandryka

Penggunaan pembalut wanita tengah diusulkan untuk menjadi salah satu metode skrining kanker serviks. Skrining kanker serviks rutin bermanfaat untuk menurunkan insidensi dan mortalitas. Namun, sebagian wanita tidak ingin menjalankan skrining diakibatkan beberapa faktor seperti ketakutan atas stigma tertentu dan kekhawatiran akan rasa nyeri saat pengambilan sampel.[1,2]

Saat ini, pemeriksaan human papilloma virus (HPV) deoxyribonucleic acid (DNA) lebih direkomendasikan untuk skrining kanker serviks. Metode skrining ini dapat menggunakan swab vaginal yang diambil sendiri oleh pasien sehingga dianggap meningkatkan partisipasi dan ketaatan skrining rutin.[1]

Menstrual,Pad,With,Red,Stain,On,Grey,Background

Meskipun begitu, metode pengambilan sampel dengan melakukan swab vaginal menggunakan brush dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien. Penggunaan sampel darah menstruasi yang diambil dari pembalut wanita dinilai dapat menjadi alternatif pilihan metode skrining kanker serviks.[1]

Studi Terkait Tes Deteksi HPV Menggunakan Darah Menstruasi

Beberapa studi menunjukkan darah menstruasi patut dipertimbangkan sebagai sampel tes HPV sebagai skrining kanker serviks terkait dengan keunggulannya yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi serta tidak menyebabkan nyeri.[1-3]

Perbandingan Metode Skrining Kanker Serviks Menggunakan Pembalut dengan Pap Smear

Terdapat sebuah studi di India yang menggunakan sampel darah menstruasi yang diambil dari pembalut wanita berusia 30-50 tahun yang terbagi menjadi dua populasi.[2]

Pada sampel populasi A dilakukan tes hybrid capture 2 (HC2) assay atau polymerase chain reaction (PCR). Selanjutnya pada peserta yang mendapat hasil positif HPV dilakukan kolposkopi

Sampel pada populasi B diuji melalui tes PCR. Selanjutnya, peserta dengan hasil positif HPV dan sebagian peserta dengan hasil negatif HPV yang dipilih secara acak, dilakukan kolposkopi dan tes HC2.[2]

Hasil studi tersebut menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas tes HPV menggunakan pembalut pada populasi A mencapai 83 % dan 99%. Sedangkan pada populasi B sensitivitas dan spesifisitas tes ini mencapai 67% dan 88%. 

Efektivitas Penggunaan Pembalut dalam Mendeteksi HPV Risiko Tinggi

Sebuah studi di Tiongkok menggunakan sampel pembalut dari 120 wanita premenopause yang terkonfirmasi positif HPV risiko tinggi (high risk HPV/hrHPV) berdasarkan pemeriksaan GenoArray pada cairan serviks. 

Pada studi ini, tes target capture sequencing dilakukan pada sampel darah menstruasi untuk menentukan genotipe hrHPV. Hasil studi menunjukkan sensitivitas hrHPV capture sequencing pada sampel darah menstruasi sebesar 97,7%.[1]

Tak hanya itu, terdapat studi di Korea yang bertujuan menentukan efektivitas tes deteksi hrHPV dari darah menstruasi pada wanita yang diketahui memiliki lesi intraepitelial skuamosa high-grade. Lesi diketahui melalui pemeriksaan sel serviks yang dilakukan oleh ginekologis. 

Hasil studi menunjukkan dalam mendeteksi lesi cervical intraepithelial neoplasia (CIN) grade 3 atau lebih, penggunaan sampel darah menstruasi memiliki sensitivitas dan spesifisitas adalah 87,5% dan 45,5%. Nilai prediksi negatif skrining menggunakan sampel darah hari pertama dan kedua menstruasi adalah 83.3%.[3]

Studi lain mengungkapkan dalam hal mendeteksi lesi CIN sebagai penanda lesi pra kanker, pemeriksaan dengan sampel pembalut memiliki sensitivitas 83% dan spesifisitas 95%.[2]

Kelebihan dan Keterbatasan Skrining Kanker Serviks Menggunakan Darah Menstruasi

Skrining kanker serviks menggunakan darah menstruasi memiliki beberapa keunggulan dibanding metode skrining lainnya. Mengingat darah menstruasi merupakan cairan biologis yang dikeluarkan secara periodik, sampel dapat dikumpulkan dengan mudah.[1-4] 

Selain itu, menggunakan darah menstruasi pada pembalut sebagai sampel tes HPV untuk skrining kanker serviks lebih nyaman dan tidak invasif dibandingkan metode skrining kanker serviks lainnya.[1]

Pada sebuah studi dengan 5000 responden wanita di Hongkong, didapatkan sebanyak 3700 responden pernah menjalani pemeriksaan pap smear. Dari 3700 responden ini, sebanyak 68% responden merasa ketidaknyamanan saat pemeriksaan pap smear akibat rasa nyeri dan malu.[4] 

Sebaliknya, sebanyak 98% dari total responden studi ini menyatakan bahwa tes HPV menggunakan sampel darah menstruasi lebih menghemat waktu dan tidak menyebabkan nyeri ataupun rasa malu.[4]

Meskipun begitu, terdapat kekurangan pada skrining kanker serviks menggunakan pembalut di mana sebanyak 44% responden merasa tidak nyaman untuk mengantar atau mengirim pembalut berisi darah menstruasi ke laboratorium. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti higienitas dan rasa malu jika sampel tersebut hilang saat pengiriman.[4]

Selain itu, terdapat keterbatasan dalam hal partisipasi program skrining kanker serviks menggunakan pembalut yang mana dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan, sosioekonomi, dan usia.[5]

Hasil studi di India menunjukkan wanita berpendidikan tinggi lebih responsif dalam memberikan pembalut sebagai sampel penelitian. Status sosioekonomi juga diduga mempengaruhi partisipasi peserta pada penelitian ini.[5]

Wanita yang memiliki akses untuk menggunakan pembalut baru juga lebih tertarik dalam berpartisipasi dibandingkan mereka yang menggunakan kain lama sebagai pembalut menstruasi.[5]

Wanita yang memiliki ponsel atau wanita dengan kerabat dekat yang memiliki ponsel lebih responsif dibandingkan mereka yang tidak memiliki ponsel. Wanita yang dapat mengakses ponsel dapat berkomunikasi lebih efektif dengan tenaga kesehatan untuk berpartisipasi.[5]

Studi yang melibatkan wanita berusia 30-50 tahun ini menunjukkan bahwa persentase partisipasi skrining lebih rendah pada peserta dengan usia yang lebih tua. Wanita yang berusia lebih tua merasa skrining kanker serviks tidak bermanfaat dan sebagian merasa stigma negatif mengenai penggunaan darah menstruasi.[5]

Dan yang terpenting, metode skrining kanker serviks menggunakan darah menstruasi hanya dapat dilakukan pada wanita yang belum mengalami menopause. Hal ini disayangkan karena wanita menopause tetap berisiko mengalami kanker serviks dan perlu menjalankan skrining.[6]

Kesimpulan

Pemeriksaan skrining kanker serviks menggunakan darah menstruasi pada pembalut dinilai memiliki berbagai keunggulan dibandingkan pemeriksaan skrining lainnya yang lebih invasif. Keunggulan tersebut meliputi pengerjaan yang lebih mudah, tidak invasif, dan mengurangi ketidaknyamanan serta rasa malu pada pasien. 

Beberapa studi mengenai deteksi HPV menggunakan sampel darah menstruasi menunjukkan bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, sehingga patut dipertimbangkan sebagai tes untuk skrining kanker serviks.

Di Indonesia, penggunaan tes inspeksi visual asam asetat (IVA) dan pap smear umumnya masih menjadi pilihan utama dalam program skrining kanker serviks. Penggunaan pembalut sebagai sampel skrining diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan skrining kanker serviks secara rutin.

Meskipun begitu terdapat beberapa keterbatasan seperti rasa tidak nyaman yang dirasakan wanita saat mengantar atau mengirim sampel pembalut yang berisi darah menstruasi ke laboratorium pemeriksaan. Metode skrining ini juga terbatas pada wanita yang belum mengalami menopause.

Bagaimanapun, efektivitas dan kelayakan deteksi HPV melalui darah menstruasi pada pembalut memerlukan evaluasi lebih lanjut agar dapat diterapkan sebagai metode skrining kanker serviks.

Referensi