Efektivitas dan Keamanan Penggunaan Anestetik Topikal pada Abrasi Kornea

Oleh :
Josephine Darmawan

Efektivitas dan keamanan penggunaan anestetik topikal pada abrasi kornea dulunya dipertanyakan tetapi saat ini telah didukung oleh studi-studi terbaru. Abrasi kornea merupakan salah satu penyebab nyeri mata yang paling sering ditemukan dalam praktik sehari-hari. Kondisi ini dapat mengganggu kualitas kerja pasien dan menyebabkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, tata laksana yang tepat diperlukan.[1-4]

Abrasi kornea merupakan perlukaan di permukaan kornea yang umumnya disebabkan oleh trauma, benda asing, atau lensa kontak. Sebanyak 13,7% kasus mata di unit gawat darurat merupakan abrasi kornea. Pasien yang mengalami abrasi kornea umumnya mengeluhkan mata merah, mata nyeri hebat, fotosensitivitas, adanya rasa mengganjal, dan adanya riwayat trauma.[1-4]

Efektivitas dan Keamanan Penggunaan Anestetik Topikal pada Abrasi Kornea-min

Manajemen nyeri merupakan salah satu aspek tata laksana abrasi kornea yang harus dilakukan. Pemberian anestetik topikal biasanya dilakukan sebelum prosedur diagnostik ataupun sebagai terapi abrasi kornea. Pemberian anestetik topikal pada abrasi kornea cukup baik untuk memudahkan pemeriksaan dan meredakan nyeri, tetapi keamanan serta efektivitasnya sering diperdebatkan.[5,6]

Anestetik oftalmika topikal dinilai dapat menyebabkan efek toksisitas pada mata bila digunakan dalam durasi dan dosis tidak tepat. Oleh karena itu, penggunaan anestetik oftalmika topikal sering tidak dianjurkan pada pasien rawat jalan. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa anestetik oftalmika topikal bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan bersifat aman pada pasien abrasi kornea sebagai terapi jangka pendek.[7-10]

Prinsip Manajemen Abrasi Kornea

Tata laksana abrasi kornea sangat tergantung pada penyebab dan hasil pemeriksaan fisik mata. Apabila dokter menemukan abrasi kornea pada pemeriksaan, terapi yang saat ini dianjurkan adalah:

  • Tata laksana etiologi seperti mengeluarkan benda asing, melepaskan lensa kontak, ataupun terapi trauma bila ada
  • Pencegahan infeksi sekunder dengan pemberian antibiotik topikal dalam bentuk tetes atau salep mata selama 3–5 hari
  • Manajemen nyeri dengan analgesik oral atau antiinflamasi topikal
  • Pasien diminta berkunjung kembali ke dokter mata dalam waktu 24 jam setelah terapi diberikan[2-4]

Manajemen nyeri merupakan komponen penting dalam terapi abrasi kornea. Antinyeri umumnya diberikan dalam bentuk analgesik oral karena efek sampingnya minimal, aksesnya mudah, dan harganya lebih terjangkau.[2,11]

Obat antinyeri juga sering diberikan dalam bentuk antiinflamasi nonsteroid (OAINS) topikal dan anestetik topikal seperti tetracaine dan proparacaine. OAINS topikal lebih efektif untuk mengurangi nyeri pada abrasi kornea daripada analgesik oral. Namun, harganya juga lebih mahal.[11]

Penggunaan anestetik topikal dulunya diperdebatkan efektivitas dan keamanannya karena adanya pengajaran konvensional dan kekhawatiran risiko kerusakan kornea lebih lanjut berdasarkan penelitian terdahulu pada hewan.[5,6,10]

Ketersediaan dan Penggunaan Anestetik Oftalmika Topikal di Indonesia

Obat tetes mata anestetik merupakan salah satu jenis obat mata yang paling sering digunakan. Umumnya, dokter memberikan obat ini sebagai antinyeri sebelum memulai pemeriksaan fisik mata ataupun sebagai manajemen utama nyeri. Pemberian anestetik oftalmik topikal diindikasikan saat pra-prosedur bedah minor, enukleasi, dan sebelum pemeriksaan fisik tertentu.[5,6,11,12]

Beberapa contoh anestetik topikal oftalmik yang tersedia di Indonesia adalah tetracaine, proparacaine (proxymetacaine), lignocaine-fluorescein, lignocaine-epinephrine, serta lignocaine hydrochloride.[12]

Bukti Klinis Efektivitas dan Keamanan Anestetik Topikal pada Abrasi Kornea

Anestetik topikal seperti tetracaine atau proparacaine ditemukan memiliki efek antinyeri yang baik pada kasus abrasi kornea. Dulunya, penelitian pada hewan menunjukkan bahwa anestetik topikal dapat menyebabkan kerusakan epitel kornea, memperlambat penyembuhan kornea, serta menyebabkan komplikasi seperti edema kornea, ring infiltrate, sikatrik, takifilaksis, penipisan kornea, hingga perforasi kornea.[5,6,10,14,15]

Hasil studi terdahulu pada hewan tersebut membuat anestetik topikal sering tidak disarankan. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan tetracaine aman dan efektif untuk mengurangi nyeri pada abrasi kornea meskipun masih ada batasan dan kelemahan dalam studi-studi baru ini.[9,10,12,14]

Studi Swaminathan, et al

Suatu tinjauan sistematik melaporkan bahwa tetracaine 0,5% atau proparacaine 0,05% efektif untuk mengurangi nyeri tanpa menimbulkan efek samping ataupun gangguan penyembuhan epitel kornea bila dibandingkan dengan plasebo. Tinjauan sistematik ini menunjukkan bahwa pemberian tetracaine ataupun proparacaine bersifat aman karena digunakan dalam durasi singkat.[6]

Namun, kelemahan uji-uji klinis yang ditelaah dalam tinjauan sistematik tersebut adalah jumlah sampelnya kecil dan datanya masih sangat heterogen. Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk konfirmasi. Tinjauan sistematik ini menyimpulkan bahwa meskipun penggunaan anestetik topikal dalam jangka pendek bersifat efektif, penggunaan belum dapat dianjurkan pada pasien rawat jalan karena data keamanannya masih terbatas.[6]

Studi Puls, et al

Hasil yang agak berbeda ditemukan oleh meta analisis terhadap dua uji acak terkontrol oleh Puls, et al. Meta analisis terhadap 140 pasien menunjukkan tidak ada perbedaan skor nyeri antara pasien yang mendapatkan tetracaine dan yang tidak mendapatkan tetracaine. Penggunaan tetracaine konsentrasi rendah <72 jam tidak menunjukkan perbedaan efek antinyeri yang signifikan. Namun, meta analisis ini tidak menemukan efek samping tertentu yang disebabkan oleh pemberian tetracaine.[5]

Studi Waldman, et al

Uji klinis acak terkontrol dari Waldman, et al melaporkan bahwa pemberian tetracaine 1% dalam waktu 24 jam efektif untuk mengurangi nyeri dan aman pada kasus abrasi kornea. Pasien yang diberikan tetracaine mengalami penurunan nyeri yang lebih baik pada 48 jam, 1 minggu, dan 1 bulan bila dibandingkan dengan plasebo. Efek samping pemberian tetracaine juga tidak jauh berbeda dengan pemberian plasebo.

Namun, pasien dalam studi ini juga mendapatkan paracetamol oral sebanyak 4 x 1.000 mg dalam 24 jam. Hal ini dapat menyebabkan bias. Studi ini juga mendapatkan korespondensi kritik yang menyatakan bahwa pemberian tetracaine topikal sebagai terapi pilihan pada abrasi kornea masih belum bisa disarankan karena kemungkinan terjadinya penyalahgunaan (anesthetic abuse) oleh pasien cukup tinggi dan belum ada data yang cukup untuk mendukung efektivitas dan keamanannya.[14,15]

Studi Boyd, et al

Studi dari American College of Emergency Physician mendukung studi Waldman, et al dan menyatakan bahwa penggunaan tetracaine efektif untuk mengurangi nyeri apabila digunakan dalam waktu 24 jam dan diberikan pada kasus abrasi kornea simpleks.

Penggunaan anestetik topikal sering dihindari karena studi terdahulu pada binatang menunjukkan efek samping. Namun, anggapan ini mulai bergeser karena sudah ada uji klinis terbaru yang melaporkan tidak adanya toksisitas pada pemberian tetracaine. Selain itu, manfaat antinyeri tetracaine dilaporkan baik.[10,14]

Penggunaan tetracaine juga mungkin bermanfaat untuk mengurangi peresepan OAINS topikal atau oral. Namun, penggunaan tetracaine untuk kasus abrasi kornea masih memerlukan uji klinis lebih lanjut. Pasien yang mendapatkan tetracaine juga harus diawasi secara ketat dan diminta kembali untuk evaluasi ke dokter spesialis mata dalam waktu 24 jam setelah pemberian tetracaine topikal.[10]

Kesimpulan

Penggunaan anestetik topikal pada mata selama ini tidak direkomendasikan karena diduga bisa menyebabkan kerusakan kornea lebih lanjut. Namun, dogma ini mulai bergeser karena adanya uji-uji klinis baru yang mendukung penggunaan anestetik topikal pada kasus abrasi kornea.

Selama ini, anestetik topikal cenderung hanya digunakan sebelum pemeriksaan fisik mata dan tidak secara rutin diresepkan untuk pasien rawat jalan. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan tetracaine 0,5% atau 1% dalam jangka pendek (<24 jam) bersifat efektif untuk mengurangi nyeri karena abrasi kornea.

Dokter perlu mengingat bahwa penggunaan tetracaine pada abrasi kornea hanya terbatas pada kasus abrasi kornea tanpa komplikasi dan hanya dapat digunakan dalam durasi singkat (24 jam). Selain itu, pasien harus dievaluasi kembali oleh dokter spesialis mata setelah 24 jam sejak pemberian terapi.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan oleh dokter adalah tetracaine dilaporkan dapat memberikan efek antinyeri yang baik pada abrasi kornea bila dianalisis secara subjektif (berdasarkan pendapat pasien) tetapi tidak ketika dievaluasi dengan visual analog scale (VAS). Selain itu, saat ini belum ada pedoman klinis yang memasukkan pemberian tetracaine pada terapi abrasi kornea.

Antinyeri yang hingga saat ini masih digunakan secara umum pada abrasi kornea adalah analgesik oral. Studi yang ada mengenai pemberian tetracaine pada abrasi kornea masih memiliki berbagai kelemahan dan keterbatasan. Oleh karena itu, studi prospektif lebih lanjut mengenai efektivitas dan keamanan tetracaine pada abrasi kornea masih diperlukan, terutama terkait batasan dosis, durasi, dan konsentrasi obat.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi