Fototerapi dan Peningkatan Risiko Kanker

Oleh :
dr. Ricky Dosan

Fototerapi merupakan tata laksana yang sering digunakan pada berbagai penyakit. Namun, apakah fototerapi dapat meningkatkan risiko kanker?

Fototerapi menggunakan blue light digunakan untuk hiperbilirubinemia pada neonatus. Pada orang dewasa dan anak, fototerapi dapat digunakan dalam tata laksana psoriasis, dermatitis atopik, dan akne.[1,2]

fototerapi

Hubungan Fototerapi pada Neonatus dengan Risiko Terbentuknya Kanker

Pemberian fototerapi menggunakan blue light (450 nm) telah digunakan sejak beberapa dekade untuk tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus. Spektrum 380–550 nm dari blue light mengandung sebagian besar visible light pada 450 nm dan sedikit ultraviolet (0,3%). Fototerapi bekerja dengan mengubah bilirubin menjadi isomer yang kurang lipofilik dan larut air sehingga dapat diekskresikan lebih mudah pada urin dan cairan empedu.[3,4]

Blue light diduga meningkatkan risiko kanker karena bersifat toksik terhadap sel epitel dengan menginduksi produksi radikal bebas dan kerusakan pada mitokondria dan DNA. Studi melaporkan bahwa fototerapi berpotensi meningkatkan insiden kanker karena blue light bersifat mutagenik secara in vitro. Penelitian in vivo pada bayi manusia menunjukkan terdapat kerusakan DNA, perubahan kadar sitokin dan stres oksidatif setelah dilakukan fototerapi. Keseluruhan perubahan ini berkaitan dengan patomekanisme kanker.[4,5]

Sebuah studi kohort di Inggris melibatkan lebih dari 77 ribu sampel mencoba menilai apakah paparan terhadap terapi blue light pada neonatus meningkatkan risiko kanker kulit. Waktu follow up dilakukan selama 24 tahun. Studi ini melaporkan bahwa hanya 2 kejadian melanoma ditemukan pada kelompok yang terpapar blue light saat neonatus, dibandingkan 16 kasus pada kelompok yang tidak terpapar.[3]

Tidak ada karsinoma sel basal ataupun karsinoma sel skuamosa ditemukan pada kedua kelompok. Studi ini menyimpulkan tidak ada perbedaan risiko kanker kulit yang bermakna antara individu yang terpapar fototerapi dan yang tidak. Namun, terdapat keterbatasan pada penelitian ini, karena waktu follow up hanya selama 24 tahun, sedangkan kanker kulit jenis-jenis di atas memiliki insidensi tertinggi pada usia 40–79 tahun.[3]

Studi lain yang dilakukan Wickremasinghe et al mencoba melihat apakah fototerapi pada masa neonatus akan meningkatkan risiko kanker pada tahun pertama kehidupan. Studi ini melaporkan bahwa fototerapi meningkatkan risiko kanker sebanyak 1,4 kali. Secara spesifik, dilaporkan bahwa fototerapi meningkatkan risiko myeloid leukemia 2,6 kali dan kanker ginjal 2,5 kali.[5]

Hasil studi ini harus dianalisis dengan hati-hati karena masih memiliki beberapa kekurangan, diantaranya tidak dilakukan pengendalian faktor perancu dan tidak ada data mengenai durasi dan intensitas fototerapi.[5]

Studi kohort retrospektif lain melaporkan hasil yang mirip, yaitu fototerapi meningkatkan risiko kanker. Studi ini melaporkan bahwa terdapat 60 individu yang didiagnosis kanker dari 39.403 individu yang terekspos fototerapi saat neonatus, atau setara dengan 25 per 100.000 orang-tahun.[7]

Pada individu yang tidak terekspos fototerapi saat neonatus, terdapat 651 individu dari 460.218 yang didiagnosis kanker, atau setara dengan 18 per 100.000 orang-tahun. Analisis statistik menunjukkan adanya peningkatan risiko kanker sebesar 1,4 kali. Namun, sama seperti studi Wickremasinghe et al, studi ini juga tidak mengendalikan faktor perancu.[7]

Sebuah studi kohort retrospektif dilakukan pada lebih dari 300.000 anak untuk menilai fototerapi dan risiko kanker pada anak-anak/childhood malignancies. Rerata periode follow-up dilakukan selama 9,5 tahun.[8]

Hasil studi menyatakan adanya hubungan antara fototerapi dengan peningkatan risiko kanker pada anak-anak dan kejadian kanker darah, seperti leukimia. Namun, tidak ditemukan hubungan dengan tumor solid atau limfoma. Hasil studi ini menekankan pentingnya mematuhi panduan fototerapi sehingga tidak memberikan paparan yang berlebihan.[8]

Hubungan Fototerapi pada Anak dan Dewasa dengan Risiko Terbentuknya Kanker

Pada anak dan dewasa, fototerapi sinar ultraviolet dapat digunakan untuk berbagai kelainan kulit, misalnya psoriasis, dermatitis atopik, dan akne vulgaris. Diduga salah satu efek jangka panjang dari fototerapi sinar ultraviolet adalah karsinogenesis. Sinar ultraviolet menyebabkan fotodermatitis yang juga berakibat pada kerusakan DNA atau mutasi akibat aktivasi onkogen dan penekanan gen supresor tumor.[9]

Sebuah studi retrospektif menilai risiko kanker kulit pada pasien psoriasis yang diobati dengan fototerapi Plus ultraviolet A (PUVA) dan narrowband ultraviolet B (nb-UVB). Dari 92 subjek studi yang diteliti, 42 mendapat terapi PUVA, dan 50 mendapat nb-UVB.[9]

Pada kelompok PUVA, 4,7% pasien mengalami kanker kulit, terdiri dari 1 orang terkena melanoma, 7 terkena karsinoma sel basal, dan 1 terkena karsinoma sel skuamosa. Pada kelompok nb-UVB, 12% mengalami kanker kulit, terdiri dari 2 orang terkena melanoma, 4 terkena karsinoma sel basal, dan 8 terkena karsinoma sel skuamosa.[9]

Hasil berbeda dilaporkan oleh studi di Skotlandia dengan jumlah sampel yang lebih besar. Studi ini meneliti risiko karsinogenesis pada pasien yang mendapat fototerapi nb-UVB. Studi ini menyimpulkan tidak ada asosiasi antara risiko kanker dengan paparan fototerapi nb-UVB.[10]

Kesimpulan

Fototerapi diduga dapat meningkatkan risiko kanker, tetapi hasil penelitian mengenai hal ini masih kontroversial. Beberapa studi menemukan adanya peningkatan risiko kanker akibat fototerapi, baik pada neonatus maupun pasien dewasa dengan psoriasis. Namun, studi-studi ini memiliki jumlah sampel kecil dan beberapa tidak melakukan kendali faktor perancu.

Hasil berlawanan didapatkan pada studi dengan jumlah sampel yang lebih besar, yang menyatakan tidak ada hubungan antara fototerapi dan risiko kanker, baik pada neonatus maupun pasien psoriasis. Namun, pada penelitian bersampel besar terhadap bayi yang mendapatkan fototerapi untuk jaundice, terdapat keterbatasan berupa waktu follow up yang terlalu singkat. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mencari korelasi antara fototerapi dan kanker.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi