Kontroversi Seputar Lip Tie

Oleh :
dr. Katharina Listyaningrum Prastiwi

Lip tie sering dianggap dapat mengganggu proses perlekatan bayi saat menyusui, sehingga prosedur pemotongan frenulum semakin marak dilakukan. Padahal, masih banyak kontroversi seputar lip tie, baik mengenai hubungannya secara pasti dengan gangguan menyusui, maupun manfaat dari tindakan pemotongan frenulum pada kasus lip tie.

Lip tie didefinisikan sebagai kondisi terhubungnya selaput jaringan ikat antara bibir atas dengan gusi bagian atas bayi. Kondisi ini dianggap dapat menghambat mobilitas mulut sehingga dapat mengganggu proses menyusui.[1]

shutterstock_1181242945-min

Kontroversi Mengenai Lip Tie

Identifikasi, klasifikasi, dan signifikansi dari lip tie, terutama mengenai kaitannya dengan proses menyusui, kerap menjadi kontroversi. Pemeriksaan permukaan bawah dari bibir bagian atas bukanlah bagian dari pemeriksaan fisik rutin bayi baru lahir, sehingga data terkait tampilan tipikal dan atipikal dari frenulum labia superior tidak banyak tersedia.

Kontroversi yang ada lahir akibat semakin maraknya intervensi medis yang dilakukan untuk memotong lip tie, terlepas dari keterbatasan pengetahuan mengenai apa yang normal dan abnormal. Selain itu, bukti ilmiah terkait hubungan antara lip tie dengan gangguan proses menyusui, serta efikasi dan manfaat dari pemotongan lip tie, juga masih sangat terbatas.[1-3]

Dalam sebuah studi kohort prospektif pada tahun 2021 yang melibatkan 100 infant sehat, tidak ditemukan adanya hubungan antara tampilan frenulum labia superior dengan gangguan proses menyusui, skala nyeri, ataupun perlekatan mulut bayi dengan puting.

Studi ini memeriksa neonatus pada hari ke-3 hingga ke-7 kehidupan untuk mengevaluasi apakah bentuk anatomis dari frenulum labia superior berhubungan dengan gangguan menyusui. Selain dari itu, studi ini juga menemukan bahwa lip tie dan tongue tie tidak saling berhubungan satu sama lain, artinya tidak semua pasien dengan tongue tie mengalami lip tie ataupun sebaliknya.[4]

Klasifikasi Lip Tie Menurut Kotlow

Klasifikasi menurut Kotlow adalah klasifikasi lip tie yang banyak dipakai secara klinis. Klasifikasi ini sering kali digunakan untuk menentukan derajat keparahan lip tie dan sering dipakai untuk menentukan perlunya pemotongan frenulum labia superior.

Kotlow membuat klasifikasi ini berdasarkan pemeriksaan pada lebih dari 100 anak berusia 8 bulan hingga 3 tahun, bukan neonatus. Klasifikasi ini didasarkan pada titik insersi frenulum ke jaringan gingiva maksila, serta menggunakan tampilan klinis dari bibir dan perlekatannya pada lengkung maksila.

Kotlow membagi frenulum labia superior menjadi 4 kelas, yaitu:

  • Kelas 1: kondisi perlekatan minimal antara bagian bibir atas dan gusi bagian atas dengan lokasi insersi yang tinggi
  • Kelas 2: lokasi insersi pada pertemuan tepi gingiva yang bebas dan terikat
  • Kelas 3: frenum menyisip di antara area di mana gigi seri tengah rahang atas akan erupsi, tidak jauh dari gigi insisivus anterior
  • Kelas 4: bagian bibir atas membungkus ke dalam palatum durum dan ke dalam papilla anterior

Menurut Kotlow, lip tie kelas 1 tidak menimbulkan masalah dalam menyusui, sedangkan kelas 2-4 dapat mengganggu menyusui dan memerlukan intervensi medis.[1,5,6]

Keterbatasan Klasifikasi Kotlow

Frenulum labia superior akan disebut lip tie jika dipercaya mengganggu proses menyusui. Kotlow mendefinisikan hal ini sebagai gangguan pada kemampuan infant untuk membungkus bibir atas di sekitar puting ibu dan mendapatkan perlekatan yang baik saat menyusui.

Klasifikasi Kotlow banyak dipakai sebagai penentu keparahan lip tie dan keperluan terhadap pemotongan frenulum labia superior. Meski demikian, data ilmiah yang ada masih belum adekuat untuk menjelaskan hubungan antara klasifikasi Kotlow dengan gangguan menyusui dan bagaimana capaian luaran klinis setelah pemotongan frenulum labia superior dilakukan.

Sebuah studi potong lintang prospektif oleh Santa Maria et al dilakukan pada 100 neonatus. Studi ini menunjukkan bahwa klasifikasi Kotlow memiliki reliabilitas intra dan antar pemeriksa yang rendah. Dalam studi ini, seiring berjalanya penelitian, ditemukan kesulitan untuk membedakan klasifikasi lip tie kelas 2 dan lip tie kelas 3.

Reliabilitas klasifikasi Kotlow antar pemeriksa ditemukan sebesar 8%, dimana hanya 8 dari 100 foto yang dievaluasi menunjukkan kelas yang sama dalam 12 kali evaluasi.  Reliabilitas intra pemeriksa juga ditemukan buruk, yaitu klasifikasi yang konsisten ditemukan pada 64-74% percobaan pemeriksaan.[1]

Lip Tie dan Variasi Anatomi Normal

Seperti telah disebutkan sebelumnya, data terkait tampilan tipikal dan atipikal dari frenulum labia superior tidak banyak tersedia. Studi potong lintang prospektif oleh Santa Maria et al menunjukkan bahwa semua neonatus memiliki frenulum labia, dimana kebanyakan melekat pada tepi gingiva (83%).[1]

Studi potong lintang prospektif lainnya berusaha menyediakan data mengenai variasi normal frenulum labia superior. Data yang diambil adalah data morfologi frenulum neonatus sehat, termasuk panjang, ketebalan, dan perlekatannya.

Studi ini melibatkan 150 neonatus pada sebuah pusat kesehatan tersier, dengan rerata usia gestasi 38,6 minggu dan berat lahir 3180 gram. Studi ini melaporkan variasi yang terbanyak ditemukan sebagai berikut:

  • Jarak tepi alveolar ke perlekatan gingiva frenulum 1,53 mm
  • Panjang frenulum ketika diregangkan 5,19 mm
  • Ketebalan perlekatan frenulum gingiva 0,84 mm
  • Ketebalan perlekatan frenulum labia 2,83 mm

Studi ini merupakan studi pertama yang mendeskripsikan secara detail ukuran-ukuran morfologi dari frenulum labia superior. Dengan semakin banyaknya infant yang dicurigai mengalami lip tie dan semakin meningkatnya angka intervensi terhadap lip tie tanpa basis bukti yang jelas, diharapkan hasil studi ini dapat memicu munculnya berbagai studi lain sehingga diagnosis dan keputusan terapeutik terkait lip tie bisa didasarkan pada basis ilmiah yang lebih adekuat.[2]

Implikasi Klinis: Memutuskan Pembedahan pada Lip Tie

Tidak semua frenulum labia superior mengganggu proses menyusui dan memerlukan tindakan pembedahan (frenektomi). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan menyusui jarang hanya disebabkan oleh lip tie saja.

Berbeda dengan tongue tie, kondisi lip tie sebagian besar tidak menyebabkan gangguan menyusui. Gangguan menyusui pada bayi dengan lip tie umumnya berkaitan dengan gangguan perlekatan, anatomi puting, dan kondisi medis lain.[4,6,7]

Sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas hubungan antara lip tie pada bayi dengan perkembangan bayi tersebut nantinya hingga masa dewasa. Terdapat studi yang menunjukkan bahwa jaringan ikat pada lip tie dapat menipis seiring bertambahnya usia.[6]

Tindakan pembedahan pada lip tie sebaiknya tidak dilakukan secara rutin. Pembedahan pada lip tie dapat dipertimbangkan jika lip tie diyakini menyebabkan kesulitan perlekatan menyusui yang berat pada bayi, misalnya saat pemeriksaan didapatkan frenulum labia superior yang sangat restriktif (ibu menyatakan harus secara manual melakukan eversi berulang pada bibir bayi saat menyusui). Pembedahan juga dapat dipertimbangkan jika ada riwayat nyeri atau cedera puting pada ibu.

Selain dari itu, pembedahan dapat dipertimbangkan jika lip tie menghalangi bayi untuk mendapat peningkatan berat badan adekuat; jika lip tie menyulitkan proses makan; jika perlekatan dari frenulum labia superior memberi trauma yang menyebabkan papila memucat ketika bibir ditarik; atau jika lip tie menyebabkan diastema lebih lebar dari 2 mm.[3,6,8,9]

Kesimpulan

Lip tie banyak dikaitkan dengan kesulitan menyusui karena dianggap dapat mengganggu perlekatan bayi pada puting. Tindakan pembedahan semakin marak dilakukan untuk menangani kondisi ini, padahal bukti ilmiah terkait manfaatnya belum adekuat. Bahkan, data ilmiah yang menunjukkan secara pasti hubungan antara lip tie dengan gangguan menyusui masih sangatlah terbatas.

Data terkait bentuk morfologi normal frenulum labia superior pun masih terbatas, sehingga klasifikasi Kotlow yang sering dipakai untuk menentukan keparahan dan mendasari keputusan klinis pada lip tie pun mulai dipertanyakan reliabilitasnya. Pembedahan pada lip tie sebaiknya dilakukan secara selektif pada kelompok pasien tertentu saja, tidak secara rutin.

Referensi