Kortikosteroid topikal berperan besar dalam tatalaksana berbagai penyakit kulit, salah satunya seperti psoriasis, vitiligo, dermatitis atopik, dan liken simpleks kronik. Kortikosteroid topikal efektif untuk menangani kondisi kulit yang memiliki komponen hiperproliferasi, imunologis, dan inflamasi.[1,2]
Terdapat beragam jenis kortikosteroid topikal dengan potensi dan formulasi yang bervariasi. Dokter perlu mengetahui setidaknya satu-dua obat dari masing-masing kategori potensi agar dapat memilih kortikosteroid topikal yang tepat untuk mengobati penyakit kulit tertentu secara efektif. Pemilihan kortikosteroid topikal ditentukan oleh diagnosis, potensi steroid, sediaan, frekuensi pemberian, durasi terapi, dan efek samping.[1,2]
Potensi Kortikosteroid Topikal
Potensi kortikosteroid topikal ditentukan oleh kemampuannya untuk menimbulkan vasokonstriksi pada kulit. Mekanisme aksi dari kortikosteroid topikal dianggap cepat, memiliki sifat antiinflamasi, antimitotik dan memiliki efek supresi.[1,2]
Berdasarkan potensinya, kortikosteroid topikal memiliki sifat potensi lemah hingga tinggi. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi kortikosteroid topikal berdasarkan potensinya.
Tabel 1. Klasifikasi Potensi Kortikosteroid Topikal
Klasifikasi Amerika | Klasifikasi Inggris | Contoh Obat dan Sediaan |
Class I superpotent | Class I superpotent | Clobetasol propionate 0.05%
Augmented betamethasone dipropionate 0.05% gel/ointment
Diflorasone diacetate 0.05% ointment
Fluocinonide 0.1% cream
Halobetasol propionate 0.05% cream/ointment |
Class II high potency | Class II high potency | Amcinonide 0.1% ointment
Augmented betamethasone dipropionate 0.05% cream/lotion
Betamethasone dipropionate 0.05% ointment
Desoximetasone cream/gel/ointment
Diflorasone diacetate 0.05% cream
Fluocinonide 0.05% cream/gel/ointment
Halcinonide 0.1% cream/ointment/solution |
Class III medium-to-high potency | Amcinonide 0.1% cream
Betamethasone dipropionate 0.05% cream
Fluticasone propionate 0.005% ointment
Triamcinolone acetonide 0.5% cream/ointment | |
Class IV and V medium potency | Class III moderate potency | Betamethasone valerate 0.1% cream/lotion/foam
Desoximetasone 0.05% cream
Fluocinolone acetonide 0.025% cream/ointment
Fluticasone propionate 0.05% cream Hydrocortisone butyrate 0.1% ointment
Hydrocortisone probutate 0.1% cream
Hydrocortisone valerate 0.2% cream/ointment
Mometasone furoate 0.1% cream/lotion/ointment
Triamcinolone acetonide 0.025% cream/lotion/ointment
Triamcinolone acetonide 0.1% cream/lotion/ointment |
Class VI low potency | Class IV low potency | Aclclometasone dipropionate 0.05% cream/ointment
Desonide 0.05%
Fluocinolone 0.01% cream Hydrocortisone butyrate 0.1% cream |
Class VII least potent | Hydrocortisone 1% cream/lotion/ointment
Hydrocortisone 2.5% cream/lotion/ointment |
Sumber: dr. Krisandryka, 2021.[2,3]
Beberapa Pertimbangan Memilih Potensi Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal memiliki bentuk sediaan ointment (untuk lesi kering/bersisik) dan lotion/cream (untuk lesi basah). Sediaan ointment memiliki potensi tertinggi. Potensi steroid meningkat pada penggunaan perban oklusif, terutama pada area tubuh yang lembab, jaringan kulit yang rusak, atau lipatan-lipatan kulit (ketiak, lipat paha).[4]
Ketebalan kulit yang berbeda-beda pada tiap area tubuh mengakibatkan kemampuan absorpsi yang bervariasi pula. Diperlukan kortikosteroid topikal yang poten pada area kulit yang tebal seperti telapak tangan dan kaki. Sebaliknya, absorpsi obat topikal meningkat pada kulit yang amat tipis seperti kelopak mata, wajah, dan area genital, sehingga penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi mild atau moderate jangka panjang dapat meningkatkan risiko efek samping.[4]
Penggunaan kortikosteroid topikal umumnya tidak melebihi dua minggu untuk meminimalisasi risiko efek samping. Pada anak-anak, direkomendasikan kortikosteroid topikal potensi rendah untuk mengurangi risiko efek samping, karena persentase luas permukaan kulit anak-anak lebih besar.[4]
Peresepan kortikosteroid topikal dapat dilakukan dengan metode step-ladder. Ketika tanda-tanda inflamasi pada kulit mereda, pengobatan diganti menjadi kortikosteroid topikal dengan potensi lebih rendah, dan sebaliknya. Masing-masing sediaan digunakan selama maksimal dua minggu, kemudian ditinjau ulang oleh klinisi.[4]
Indikasi Penggunaan Kortikosteroid Topikal
Indikasi penggunaan kortikosteroid topikal adalah dermatosis. Pada dermatosis yang berespon baik terhadap steroid, penggunaan kortikosteroid topikal potensi rendah hingga sedang cukup untuk mencapai remisi dalam waktu singkat. Pada dermatosis yang kurang responsif, dapat digunakan kortikosteroid dengan potensi lebih tinggi, dengan atau tanpa perban oklusif, untuk mencapai perbaikan klinis optimal. Sedangkan, pada lesi yang sangat kurang responsif, dapat diperlukan kortikosteroid topikal superpoten atau kortikosteroid intralesi untuk mencapai respon klinis yang diinginkan.[5]
Klasifikasi dermatosis berdasarkan responnya terhadap kortikosteroid adalah sebagai berikut:
- Respon baik (very responsive): dermatitis atopik, dermatitis seboroik, liken simpleks kronik, pruritus ani, dermatitis kontak iritan fase lanjutan, dermatitis kontak alergi fase lanjutan, dermatitis eksim numular, dermatitis stasis, psoriasis, dermatitis pada wajah dan kelopak mata, diaper dermatitis
- Respon kurang (less responsive): lupus eritematosus diskoid, psoriasis pada telapak tangan dan kaki, necrobiosis lipoidica diabeticorum, sarcoidosis, lichen striatus, pemfigus, pemphigus benign familial, vitiligo, granuloma anular
- Respon buruk (poorly responsive): keloid, bekas luka hipertrofik, dermatitis atopik resisten, alopecia areata, kista acne, prurigo nodularis, chondrodermatitis nodularis helicis[5,6]
Efek Samping Kortikosteroid Topikal
Efek samping kortikosteroid topikal dapat dibagi menjadi efek samping lokal dan sistemik. Efek samping lokal yang sering terjadi adalah atrofi, striae, rosasea, dermatitis perioral, acne, dan purpura.[2]
Atrofi Kulit
Kortikosteroid topikal memiliki efek anti-mitotik. Jika diaplikasikan pada regio yang sama terus-menerus, efek tersebut dapat mengakibatkan atrofi kulit, efek samping yang paling sering terjadi.[1,2]
Kortikosteroid topikal menyebabkan kulit mengalami 3 fase: pre-atrofi, atrofi, dan takifilaksis. Pada atrofi kulit, epidermis menipis dan resorpsi dermis meningkat. Hilangnya jaringan ikat mengakibatkan eritema, telangiektasis, dan purpura. Pasien dapat mengeluhkan sensasi terbakar pada kulit.[1,2]
Area paling berisiko mengalami atrofi adalah intertriginosa karena kulit tipis dan oklusi meningkat. Atrofi bersifat reversibel jika penggunaan steroid dihentikan, tetapi dapat membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga kulit normal kembali.[2]
Takifilaksis
Takifilaksis merupakan hilangnya vasokonstriksi kapiler, dan terjadi ketika timbul toleransi kulit terhadap kortikosteroid topikal. Kapiler dapat kembali vasokonstriksi setelah 4 hari, sehingga penggunaan kortikosteroid topikal harus dihentikan selama 4 hari jika sudah tidak efektif lagi.[2,5]
Efek Samping Lokal Lainnya
Striae terjadi akibat kerusakan pada dermis dan stres mekanik. Edema dan inflamasi dermis menyebabkan deposit kolagen pada area yang terpapar stres mekanik. Secara histologis, striae menyerupai bekas luka dan bersifat permanen.[1,2]
Acne dapat timbul akibat degradasi epitel folikular dan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas pada permukaan kulit. Kondisi tersebut merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan bakteri, mengakibatkan komedogenesis.[1,2]
Efek samping lainnya berupa rosasea, hipertrikosis, dan terhambatnya penyembuhan luka.[2]
Efek Samping Sistemik
Meskipun jarang terjadi, efek samping sistemik kortikosteroid topikal dapat timbul akibat penggunaan preparat high potency pada area epidermis yang tipis. Efek samping tersebut antara lain glaukoma, supresi aksis hipotalamik-pituitari, sindrom Cushing, hipertensi, dan hiperglikemi.[2]
Mengoptimalkan Penggunaan Kortikosteroid Topikal
Berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan klinisi sebelum meresepkan kortikosteroid topikal:
- Memberikan kortikosteroid topikal untuk dermatosis yang sesuai
- Menggunakan potensi kortikosteroid topikal yang sesuai untuk mencapai perbaikan klinis
- Menggunakan preparat yang lebih lemah/mengurangi frekuensi aplikasi setelah tercapai perbaikan klinis yang memuaskan
- Melakukan tapering off setelah remisi tercapai
- Berhati-hati meresepkan kortikosteroid topikal pada area kulit tipis/lipatan kulit
- Mempertimbangkan risiko efek samping, terlebih lagi ketika meresepkan kortikosteroid topikal untuk anak-anak dan lansia
- Menyadari jika terjadi efek samping dan segera menanggulanginya
- Menghindari kombinasi kortikosteroid topikal dengan preparat antijamur
- Tidak menggunakan kortikosteroid topikal pada ruam yang belum terdiagnosis karena akan semakin menyulitkan diagnosis di kemudian hari
- Mengedukasi pasien mengenai tata cara aplikasi kortikosteroid topikal, sehingga jumlah obat yang digunakan pasien sesuai dengan instruksi dokter[4,6]
Long dan Finley menyusun guideline mengenai jumlah kortikosteroid topikal yang dibutuhkan untuk menutupi bagian tubuh tertentu. Satuan yang digunakan adalah fingertip unit (FTU). 1 FTU adalah jumlah ointment yang dikeluarkan dari tabung (diameter lubang 5 mm) sepanjang ruas paling distal bagian palmar jari telunjuk. Jumlah FTU yang diperlukan untuk menutupi bagian tubuh tertentu pada orang dewasa dijabarkan pada tabel.
Tabel 2. Jumlah FTU yang Diperlukan Area Tubuh
Area Tubuh | Jumlah FTU yang Diperlukan |
Wajah dan leher | 2,5 |
Batang tubuh (depan + belakang) | 14 (7+7) |
Masing-masing lengan (bahu hingga pergelangan tangan) | 3 |
Masing-masing tangan (sisi palmar dan dorsal) | 1 |
Masing-masing tungkai | 6 |
Masing-masing kaki | 2 |
Sumber: dr. Krisandryka, 2021. [5,6]
Kesimpulan
Pemilihan kortikosteroid topikal ditentukan oleh diagnosis, potensi steroid, sediaan, frekuensi pemberian, durasi terapi, dan efek samping. Kortikosteroid topikal dapat diklasifikasikan berdasarkan potensinya, mulai dari super potent hingga least potent. Salah satu penggunaan kortikosteroid adalah dermatitis kontak, untuk membedakan dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi memerlukan pemahaman yang tepat.
Indikasi penggunaan kortikosteroid topikal adalah dermatosis. Respon dermatosis terhadap kortikosteroid topikal dapat berupa respon baik, kurang, atau buruk. Absorpsi kortikosteroid topikal pada kulit ditentukan oleh sediaan preparat dan lokasi pemberian. Absorpsi meningkat pada kulit yang amat tipis seperti kelopak mata, wajah, dan area genital. Penggunaan perban oklusif juga dapat meningkatkan potensi kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid topikal umumnya tidak melebihi dua minggu untuk meminimalisasi risiko efek samping. Setelah remisi tercapai, klinisi perlu mempertimbangkan untuk melakukan tapering off.