Metode Distraksi Aktif Lebih Superior untuk Manajemen Nyeri Prosedural pada Anak

Oleh :
dr.Citra Amelinda, SpA., MKes., IBCLC

Metode distraksi aktif dilaporkan lebih superior daripada metode distraksi pasif untuk manajemen nyeri prosedural pada anak. Distraksi adalah metode pengalihan perhatian, yang biasanya dilakukan untuk mengurangi rasa cemas dan tingkat nyeri yang dialami oleh anak saat prosedur imunisasi, pemeriksaan darah, atau pemasangan infus.

Nyeri prosedural yang tidak ditangani dengan baik bisa menghambat prosedur medis yang dilakukan dan berisiko menyebabkan rasa takut terhadap jarum yang menetap hingga usia dewasa. Hal ini berkontribusi terhadap berkurangnya kepatuhan imunisasi, sehingga meningkatkan risiko penyakit menular yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi.[1]

Pain management, manajemen nyeri, venepuncture, alomedika

Opsi Manajemen Nyeri Prosedural pada Anak

Manajemen nyeri prosedural pada anak dilakukan dengan pendekatan farmakologis, nonfarmakologis, atau kombinasi keduanya. Metode manajemen nyeri yang digunakan tentunya perlu disesuaikan dengan usia pasien. Misalnya, pada anak usia menyusui, menyusui merupakan metode manajemen nyeri pilihan.[2]

Metode farmakologis yang dapat dilakukan untuk manajemen nyeri prosedural adalah pemberian anestesi topikal serta pemberian larutan sukrosa. Pemberian analgesik oral tidak disarankan untuk metode manajemen nyeri pada anak.[2]

Metode nonfarmakologis yang dapat dilakukan adalah intervensi fisik atau psikologis. Contoh intervensi fisik adalah pemberian ASI, pengaturan posisi anak agar dipeluk atau digendong, dan non-nutritive sucking. Sementara itu, intervensi psikologis mencakup metode distraksi dengan kehadiran orang tua, upaya tenaga medis untuk menghindari perkataan bahwa disuntik itu tidak sakit dan menghindari perkataan yang menyebabkan ansietas, serta upaya menjelaskan prosedur secara netral dan tenang.[2-4]

Metode Distraksi sebagai Intervensi Nonfarmakologis untuk Manajemen Nyeri Prosedural pada Anak

Distraksi atau pengalihan perhatian merupakan metode yang banyak diandalkan untuk mengatasi kecemasan dan nyeri saat hendak melakukan prosedur medis invasif pada anak. Rasionalisasi di balik metode distraksi adalah kemampuan fokus anak yang masih terbatas, sehingga pengalihan perhatian akan menyebabkan anak tidak terlalu merasakan stimulus nyeri.[5]

Pengalihan perhatian bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu distraksi aktif dan pasif. Perbedaan antara kedua jenis ini adalah sejauh mana anak terlibat dan berpartisipasi dalam melakukan pengalihan perhatian terhadap stimulus nyeri.[5]

Teknik distraksi aktif akan membuat anak berpartisipasi secara aktif untuk melakukan aktivitas distraksi yang diberikan, misalnya menyanyikan lagu, meremas bola, atau memainkan kerincingan. Sebaliknya, pada teknik distraksi pasif, anak hanya mengikuti distraksi yang diberikan secara pasif, contohnya mendengarkan musik atau dongeng, serta menonton film kartun.[6]

Perbandingan Efektivitas Distraksi Aktif dan Pasif untuk Manajemen Nyeri Prosedural pada Anak

Inan, et al. melakukan penelitian terhadap 180 anak berusia 6–10 tahun mengenai perbandingan efektivitas distraksi aktif dan pasif untuk manajemen nyeri pungsi vena. Studi ini membandingkan teknik distraksi aktif berupa kegiatan bermain video games, teknik distraksi pasif berupa kegiatan menonton film kartun, teknik distraksi verbal oleh orang tua, dan grup kontrol yang tidak diberikan intervensi apa pun.[7]

Skor yang digunakan untuk mengukur tingkat nyeri adalah The Wong-Baker Faces Pain Scale revised, sedangkan skor yang digunakan untuk mengukur tingkat ansietas adalah The Children’s Fear Scale. Skor ini dinilai langsung oleh anak dan juga dinilai secara tidak langsung berdasarkan observasi orang tua dan tenaga medis yang melakukan pungsi vena.[7]

Studi ini menemukan bahwa metode distraksi aktif lebih efektif untuk mengurangi tingkat nyeri dan kecemasan saat prosedur injeksi pada anak. Studi ini telah mengontrol faktor perancu yang berhubungan dengan tingkat nyeri dan ansietas pada anak, yaitu umur, jenis kelamin, pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan nyeri, serta riwayat hospitalisasi.[7]

Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian oleh Bahgat, et al. terhadap 75 anak usia sekolah (rata-rata usia 10 tahun) yang menjalani prosedur invasif seperti pungsi vena. Studi ini membandingkan teknik distraksi aktif berupa kegiatan bermain video games menggunakan telepon, teknik distraksi pasif berupa kegiatan menonton film kartun menggunakan telepon, serta grup kontrol yang tidak diberikan intervensi.[8]

Dalam studi tersebut, tingkat nyeri dinilai menggunakan numeric pain rating scale, dan children behavioral distress observational checklist. Hasil studi menunjukkan bahwa distraksi aktif lebih efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada anak.[8]

Metode distraksi aktif melibatkan modalitas sensorik berupa modalitas auditorik dan kinestetik, melibatkan emosi anak secara aktif, dan juga memancing perhatian secara penuh, sehingga lebih efektif untuk mengalihkan sensasi sinyal nyeri.[6]

Kesimpulan

Manajemen nyeri prosedural pada anak dapat dilakukan dengan metode farmakologis, nonfarmakologis, maupun keduanya. Pilihan metode yang digunakan perlu disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan anak.

Dari berbagai metode nonfarmakologis yang dapat digunakan untuk manajemen nyeri prosedural anak, metode distraksi merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan. Metode ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu distraksi aktif dan pasif.

Studi menunjukkan bahwa metode distraksi aktif seperti memainkan video game atau menyanyikan lagu lebih superior untuk menurunkan tingkat nyeri dan kecemasan bila dibandingkan dengan distraksi pasif seperti mendengarkan lagu atau menonton film.

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi