Mitos Seputar Mata dan Penglihatan

Oleh :
dr. Hunied Kautsar

Sampai saat ini di masyarakat banyak sekali mitos berkaitan dengan mata dan penglihatan. Sebagai dokter, ada baiknya mengetahui mengenai hal tersebut agar memberikan informasi yang tepat berbasis bukti sains.

Beragam pendapat mengenai mata dan penglihatan beredar di masyarakat. Kenali mana yang fakta, mana yang hanya mitos belaka.

shutterstock_1775079086-min

Mitos: Mengonsumsi Wortel Dapat Meningkatkan Kualitas Penglihatan

Berbagai informasi awam mengatakan adanya korelasi antara mengonsumsi wortel dengan kualitas penglihatan.

Fakta Terkait Konsumsi Wortel dan Penglihatan

Wortel mengandung banyak vitamin A, nutrien yang penting untuk penglihatan yang baik. Mengonsumsi wortel akan menyuplai vitamin A yang penting untuk penglihatan yang baik, namun vitamin A tidak terbatas pada wortel, vitamin A dapat ditemukan di keju, kuning telur dan hati.[1]

Ada dua macam vitamin A yakni retinoid yang berasal dari produk hewani dan beta karoten, vitamin A yang berasal dari tumbuhan.Sumber vitamin A sebaiknya berasal dari makanan, suplemen vitamin A hanya dianjurkan bagi orang yang menderita defisiensi vitamin A.[1]

Selain vitamin A, vitamin C dan E juga mengandung antioksidan yang sangat baik untuk mencegah katarak dan degenerasi makula yang disebabkan oleh proses penuaan. Walau demikian, konsumsi vitamin-vitamin tersebut tidak dapat mengoreksi rabun jauh maupun rabun dekat.[2]

Mengkonsumsi wortel (atau sumber vitamin A lainnya) menjaga supaya kualitas penglihatan tidak menurun (akibat defisiensi vitamin A) namun tidak dapat meningkatkan kualitas penglihatan pada mata rabun jauh maupun dekat.[1,2]

Tabel 1. Rekomendasi Diet Vitamin A

Kategori Rekomendasi Diet Vitamin A (Retinol Activity Equivalent) dalam mikrogram (μg)
Anak-anak
1-3 tahun 300 μg/hari(atau 1.000 International Units/hari)
4-8 tahun 400 μg/hari(1.320 IU/hari)
9-13 tahun 600 μg/hari(2.000 IU/hari)
Perempuan
14 tahun ke atas 700 μg/hari2.310 IU/hari
Ibu Hamil 14-18 tahun: 750 μg/hari (2.500 IU/hari)19 tahun keatas: 770 μg/hari (2.565 IU/hari)
Ibu Menyusui Di bawah 19 tahun: 1200 μg/hari (4.000 IU/hari)19 tahun keatas: 1.300 μg/hari (4.300IU/hari)
Laki-laki
14 tahun keatas 900 μg/hari(3.000 IU/hari)
Sebagai gambaran, berikut disampaikan kandungan vitamin A pada berbagai sumber makanan (per 100g)
Wortel (mentah) 835 μg/hari
Telur (mentah) 160 μg/hari
Keju cheddar 330 μg/hari
Hati sapi (mentah) 4968 μg/hari
Hati ayam (mentah) 3296 μg/hari

Sumber: dr. Hunied, 2017.

Mitos: Membaca di Tempat Redup akan Melemahkan Penglihatan

Apakah ada bukti ilmiah terkait membaca di tempat yang redup dan penurunan penglihatan.

Fakta Terkait Membaca di Tempat Redup

Tempat yang redup akan menyulitkan mata dalam menentukan fokus ketika membaca sehingga otot-otot mata harus bekerja lebih keras yang kemudian berujung pada mata lelah. Ketika fokus membaca biasanya refleks kedip akan menurun sehingga mata tidak terlubrikasi dengan baik dan berujung pada mata kering.[3]

Mata lelah, mata kering dan nyeri kepala yang ditimbulkan karena membaca di tempat yang redup bersifat sementara. Belum ada hasil penelitian yang menyatakan bahwa membaca di tempat redup dapat menyebabkan efek buruk bagi mata yang permanen.[3]

Mitos: Duduk Terlalu Dekat Ketika Menonton TV akan Merusak Penglihatan

Apakah ada keterkaitan antara jarak menonton televisi dengan penurunan fungsi penglihatan. Apa bukti yang mendukung pernyataan tersebut.

Fakta Terkait Jarak Televisi dengan Kerusakan Penglihatan

Sama seperti membaca di tempat redup, duduk terlalu dekat ketika menonton TV bisa menyebabkan mata lelah dan nyeri kepala namun tidak akan merusak penglihatan. Anak-anak, terutama yang menderita rabun jauh, cenderung menonton TV dengan jarak yang dekat. Sehingga kedepannya mereka membutuhkan kacamata.[4]

Mitos: Melakukan Latihan Mata Akan Menunda Kebutuhan Memakai Kacamata

Apa fakta dibalik melakukan latihan mata dan penundaan kebutuhan memakai kacamata koreksi.

Fakta Terkait Latihan Mata dengan Kebutuhan Penggunaan Kacamata

Latihan mata tidak akan meningkatkan kemampuan penglihatan atau menunda kebutuhan memakai kacamata. Kemampuan penglihatan bergantung pada banyak faktor seperti bentuk bola dan struktur mata serta kesehatan dari jaringan mata, di mana faktor-faktor tersebut tidak bisa dipengaruhi secara signifikan oleh latihan mata. Akan tetapi, mengistirahatkan mata setelah 20 menit melihat layar selama 20 detik dengan melihat jauh 20 kaki dapat direkomendasikan untuk mengurangi gejala dry eye syndrome.[2]

Mitos: Menggunakan Kacamata atau Lensa Kontak akan Melemahkan Penglihatan dan Menimbulkan Ketergantungan

Fakta dibalik mitos penggunaan kacamata atau lensa kontak dan kelemahan penglihatan.

Fakta Terkait Penggunaan Kacamata atau Lensa Kontak dengan Penurunan Penglihatan

Penglihatan tidak akan melemah karena menggunakan kacamata atau lensa kontak korektif (hard lens dan soft lens).Ukuran dari kacamata atau lensa kontak dapat berubah seiring berjalannya waktu karena usia atau adanya penyakit lain.[2]

Akan tetapi, pemakaian lensa kontak dapat meningkatkan risiko terjadinya iritasi mata yang akan menyebabkan infeksi mata dan abrasi kornea hingga ulkus kornea. Iritasi mata ditandai dengan nyeri mata, hiperlakrimasi, kemerahan pada mata, pandangan kabur, dan hipersensitif terhadap cahaya.[5]

Mitos: Mata Anak-anak dengan Strabismus dapat Terkoreksi dengan Sendirinya Seiring dengan Tumbuh Kembang Anak

Apa fakta berbasis sains dibalik strabismus anak dan koreksi akibat tumbuh kembang anak.

Fakta Mengenai Koreksi Strabismus Anak

Anak-anak dengan strabismus tidak akan bisa sembuh dengan sendirinya. Dengan penanganan yang tepat, mata anak dengan strabismus dapat dikoreksi sedini mungkin. Penting untuk memeriksakan mata anak, pertama kali ketika masih bayi, kemudian ketika anak berusia 2 tahun.[6]

Penilaian posisi mata dilakukan untuk menilai pergerakan dan kesejajaran mata, untuk memeriksa strabismus. Penilaian ini penting dilakukan terutama antara 18 bulan dan 6 tahun. Gerakan mata bayi yang tidak sinkron dapat normal kembali sampai usia 3 bulan. Untuk bayi usia 6 bulan hendaknya kedua bola mata sudah sinkron.[6]

Mitos: Tidak Ada yang Bisa Dilakukan untuk Mencegah Kehilangan Penglihatan

Apa fakta dibalik upaya pencegahan kehilangan penglihatan mata.

Fakta Mengenai Upaya Pencegahan Penurunan Penglihatan Mata

Seiring dengan berjalannya usia, lensa mata akan bertambah gelap, menjadi lebih opak dan dalam beberapa kasus lensa mata akan menebal sehingga menyebabkan rabun jauh.[2]

Dengan bertambahnya usia, retina akan menipis dan menjadi kurang sensitif karena kematian sel, menurunnya aliran darah, atau degenerasi. Bagian yang paling rentan terhadap degenerasi adalah makula. Degenerasi makula yang disebabkan oleh bertambahnya usia bisa menyebabkan kehilangan penglihatan.[2]

Jika pasien langsung memeriksakan matanya ketika timbul gejala pertama seperti penglihatan yang kabur atau tidak jelas, sakit pada mata, semburat cahaya, titik hitam yang timbul tiba-tiba, maka bergantung pada kasusnya, akan ada penanganan yang dapat memperbaiki, mencegah atau paling tidak memperlambat proses kehilangan penglihatan.[1]

Mitos: Penggunaan Lampu Tidur di Kamar Tidur Anak dapat Menimbulkan Rabun Jauh

Fakta dibalik penggunaan lampu tidur dan rabun jauh.

Fakta dibalik Penggunaan Lampu Tidur dan Rabun Jauh pada Anak

Tidak ada cukup bukti yang mendukung pernyataan ini. Dengan menggunakan lampu tidur dapat membantu bayi untuk fokus dan membantu perkembangan koordinasi mata ketika mereka terbangun.[1]

Mitos: Risiko Glaukoma Hanya dimiliki oleh Orang dengan Rabun Jauh

Fakta dibalik risiko glaukoma dan orang dengan rabun jauh.

Fakta Risiko Glaukoma dengan Rabun Jauh

Berikut ini adalah fakta dibalik risiko glaukoma dengan rabun jauh:

Pasien yang tidak menderita miopi dan memiliki tekanan bola mata normal juga memiliki resiko mengalami normal-tension glaucoma (NTG).NTG dapat disebabkan oleh tekanan intrakranial atau aliran darah yang tidak normal sehingga asupan oksigen terhambat.[2]

Pasien biasanya tidak menyadari menderita glaukoma sampai akhirnya kehilangan peripheral vision. Pemeriksaan mata secara reguler dan menjalani gaya hidup sehat adalah cara terbaik untuk mencegah kehilangan penglihatan akibat glaukoma.[2]

Fakta: Melihat Langsung ke Arah Matahari Dapat Merusak Penglihatan

Fakta dibalik melihat langsung ke arah matahari dan penurunan fungsi penglihatan.

Fakta dibalik Melihat Sinar Matahari Langsung dengan Penglihatan

Melihat langsung ke arah matahari tidak hanya menyebabkan pusing dan mengganggu penglihatan secara sementara, namun dapat merusak retina secara permanen. Paparan sinar matahari menambah radiasi ultraviolet kumulatif terhadap mata.[1]

Radiasi ultraviolet terhadap mata berkaitan dengan beragam kelainan pada mata seperti degenerasi makula, solar retinitis, dan distrofi kornea. Waktu yang paling berbahaya untuk menatap matahari adalah ketika gerhana matahari karena pancaran cahaya matahari sangat sedikit namun cahaya yang tidak terlihat yang bisa merusak mata secara permanen tidak berkurang jumlahnya.[1]

Fakta: Mengonsumsi Pemanis Buatan Menyebabkan Mata Lebih Sensitif Terhadap Cahaya

Berikut ini adalah fakta sains mengenai konsumsi pemanis buatan dengan sensitivitas mata terhadap cahaya.

Fakta dibalik Konsumsi Pemanis Buatan dan Sensitivitas Mata Terhadap Cahaya

Pemanis buatan seperti siklamat mempunyai efek samping dapat membuat mata lebih sensitif terhadap cahaya. Selain itu, antibiotik, kontrasepsi oral, obat hipertensi, obat diuretik dan obat diabetes juga mempunyai efek samping mata menjadi lebih sensitif terhadap cahaya. Namun, efek samping ini tidak selalu muncul pada semua orang yang mengkonsumsi pemanis buatan ataupun obat-obatan tersebut.[7]

Fakta: Anak yang Memiliki Masalah Rabun Jauh/Dekat Bisa Diturunkan dari Orang Tuanya

Keterkaitan rabun jauh dan rabun dekat yang diwariskan oleh orang tua.

Fakta Terkait Rabun Jauh dan Rabun Dekat yang Diwariskan Orang Tua.

Beberapa penelitian menemukan faktor genetik berupa kromosom yang berperan dalam menentukan ukuran mata dan lengkung kornea. Ukuran mata dan lengkung kornea merupakan faktor genetik yang berperan dalam timbulnya rabun jauh atau rabun dekat.[8,9]

Genetik bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan rabun jauh atau rabun dekat. Beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor lingkungan dan tingkat pendidikan dapat mempengaruhi berkembangnya miopia pada seseorang. Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan aktivitas yang membutuhkan fokus jarak dekat, seperti menulis dan membaca. Akumulasi dari aktivitas melihat dengan fokus jarak dekat selama bertahun-tahun dapat mempengaruhi timbulnya miopia.[10] Melakukan aktivitas di luar ruangan seperti berolahraga memiliki efek proteksi terhadap berkembangnya miopia pada anak.[11]

Fakta: Orang dengan Miopia Berat (Lebih dari Minus 6) Beresiko untuk Kehilangan Penglihatan karena Ablasio Retina dan Glaukoma

Fakta dibalik miopia berat dengan risiko glaukoma dan ablasio retina.

Fakta Keterkaitan Antara Miopia Berat dengan Risiko Ablasio Retina dan Glaukoma

Pasien dengan rabun dekat atau pasien dengan mata kecil memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap glaukoma karena seiring dengan berjalannya usia ruang anterior mata menjadi lebih dangkal sehingga meningkatkan resiko adanya sumbatan pada sistem drainase aqueous humor. Adanya sumbatan menyebabkan tekanan di dalam bola mata meningkat sehingga merusak saraf optik, sebuah kondisi yang dinamakan open-angle glaucoma. Jika tidak ditangani maka akan menyebabkan kebutaan.[2]

Orang dengan miopia berat juga beresiko mengalami ablasio retina (retinal detachment) yang jika tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan kebutaan. Gejala dari ablasio retina antara lain bertambahnya jumlah floaters dan timbulnya kilatan cahaya pada mata.[12]

Pemeriksaan mata secara rutin bagi penderita miopia berat sangat penting untuk mencegah kebutaan akibat ablasio retina atau glaukoma. Pasien dengan miopi tinggi memiliki risiko lebih tinggi untuk glaukoma sudut terbuka kronis.[13]

 

Direvisi oleh: Renate Parlene Marsaulina

Referensi