Nilai Diagnostik Tes Rumpel Leede untuk Demam Dengue

Oleh :
dr. Eric Hartono Tedyanto

Pada tahun 1997, WHO memasukkan tes Rumple Leede, disebut juga tes torniquet, dalam kriteria diagnosis demam berdarah dengue. Hasil tes Rumple Leede yang positif dianggap sebagai penanda sederhana adanya fragilitas kapiler dan trombositopenia. Namun, akurasi dan nilai diagnostik dari pemeriksaan ini masih menjadi perdebatan.

Sekitar 80% dari wilayah Indonesia telah terpapar demam dengue. Di beberapa daerah, belum terdapat fasilitas yang memadai untuk mendeteksi adanya infeksi dengue. Oleh karena itu, tes Rumple Leede masih dijadikan pemeriksaan yang paling banyak digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis.[1,2]

Blood,Pressure,Or,Hypertension,Test,By,A,Healthcare,Professional,On

Sekilas Tentang Demam Dengue dan Tes Rumple Leede

Demam dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Setelah masa inkubasi selama rata-rata 7 hari, akan muncul gejala klasik seperti demam, ruam kulit, nyeri tulang dan sendi, serta nyeri kepala.[3]

Baku emas diagnosis demam dengue adalah pemeriksaan antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue. Sementara itu, pemeriksaan antigen NS1 dapat digunakan untuk deteksi cepat infeksi dengue. Namun, tidak semua fasilitas kesehatan di Indonesia memiliki pemeriksaan serologi dengue tersebut. Oleh karenanya, tes Rumple Leede adalah modalitas yang mudah digunakan dan membawa manfaat terutama pada daerah dengan sarana dan prasarana kesehatan yang terbatas.[4]

Tes Rumple Leede atau Rumple-Leede Capillary Fragility Test, yang juga disebut tes torniquet, dapat digunakan untuk memprediksi aktivitas hemostasis platelet, mengukur tingkat kerapuhan kapiler, serta mengevaluasi penurunan jumlah atau fungsi platelet.

Prinsip pemeriksaan ini adalah dengan melakukan bendungan pada vena sehingga tekanan kapiler meningkat. Bila dinding kapiler tidak kuat, maka akan pecah dan darah akan merembes ke jaringan sekitar, muncul sebagai petekie di kulit.[5]

Faktor yang Mempengaruhi Hasil Tes Rumple Leede

Terdapat beberapa faktor yang bisa mempengaruhi hasil tes Rumple Leede, misalnya berbagai kondisi fisiologis yang dapat meningkatkan fragilitas kapiler seperti ketidakseimbangan hormon akibat menstruasi atau pada individu yang baru mengalami luka bakar matahari.

Berbagai kondisi saat pemeriksaan dilakukan juga bisa membuat hasil kurang akurat, antara lain:

  • Tensimeter yang tidak dikalibrasi. Hal ini bisa menyebabkan pemberian tekanan yang inadekuat
  • Penggunaan ukuran manset yang tidak sesuai, misalnya manset dewasa digunakan untuk anak
  • Rasa tidak nyaman pasien, sehingga bendungan tidak dilakukan selama 5 menit penuh.
  • Waktu perhitungan petekie yang tidak sesuai. Perhitungan petekie tidak dapat dilakukan segera setelah manset dilepas, tapi harus menunggu 2-5 menit dulu
  • Tes Rumple Leede bisa negatif pada orang dengan kondisi syok[6]

Bukti Ilmiah Terkait Nilai Diagnostik Tes Rumple Leede pada Infeksi Dengue

Sebuah penelitian prospektif yang dipublikasikan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa tes Rumple Leede menggunakan sphygmomanometer memiliki sensitivitas sebesar 41,6% dan spesifisitas sebesar 94,4% untuk diagnosis demam dengue. Nilai prediksi positifnya adalah 98,3% dan nilai prediksi negatifnya sebesar 17,3%. Pada studi ini, tes Rumple Leede menggunakan sphygmomanometer dibandingkan dengan tes Rumple Leede menggunakan manset elastik.[7]

Sebuah studi prospektif yang lebih baru pada tahun 2011 juga mencoba mengetahui nilai diagnostik tes Rumple Leede. Studi ini melibatkan 234 pasien dan hasil tes dibandingkan dengan pemeriksaan serologi berupa IgM, IgG, dan NS1 dengue. Hasil studi menunjukkan bahwa sensitivitas tes Rumple Leede dalam diagnosis demam dengue sebesar 33,5-34%, dengan spesifisitas 84-91%. Nilai prediksi positifnya adalah 85-90% dan nilai prediksi negatifnya adalah 32,5-34%.[8]

Sebuah studi potong lintang yang dilakukan oleh Ismail et al juga menunjukkan hasil serupa. Studi yang melibatkan 160 kasus dengan kecurigaan infeksi dengue ini melaporkan bahwa tes Rumple Leede memiliki sensitivitas sebesar 58%, spesifisitas sebesar 86%, nilai prediksi positif sebesar 78%, dan nilai prediksi negatif sebesar 70%.[9]

Sejalan dengan tiga penelitian lainnya, meta analisis Grande et al melibatkan 16 studi dengan total partisipan kurang lebih 29.000. Data yang ada menunjukkan bahwa sensitivitas tes Rumple Leede dalam mendiagnosis infeksi dengue adalah 58% dengan spesifisitas 71%. Hasil analisis subgrup menunjukkan nilai yang kurang lebih sama, yaitu sensitivitas 55% dan spesifisitas 63% untuk non severe dengue, serta sensitivitas 62% dan spesifisitas 60% untuk demam berdarah dengue. Nilai akurasi diagnostik disimpulkan sebesar 0,70, artinya manfaat tes Rumple Leede dalam diagnosis infeksi dengue bersifat marginal.[5]

Hasil studi di atas secara umum menunjukkan bahwa individu dengan tes Rumple Leede positif kemungkinan memang mengalami infeksi dengue. Sementara itu, hasil tes Rumple Leede yang negatif tidak serta merta menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi.

Aplikasi di Indonesia

Di Indonesia, khususnya area pelosok, fasilitas pemeriksaan penunjang seperti serologi sering kali tidak tersedia. Oleh karenanya, tes Rumple Leede masih bisa dimanfaatkan sebagai pemeriksaan awal untuk menunjang diagnosis. Dengan adanya hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah, disertai hasil tes Rumple Leede yang positif, dokter bisa memiliki dasar yang cukup untuk mendiagnosis demam dengue dan melakukan tata laksana awal.

Kesimpulan

Tes Rumple Leede adalah pemeriksaan sederhana yang telah dimasukkan WHO dalam kriteria diagnosis demam dengue. Hasil studi yang ada menunjukkan bahwa performa diagnosis tes Rumple Leede sebetulnya tidak begitu baik.

Bila seseorang terkena demam dengue, hasil tes Rumple Leede belum tentu positif. Tetapi, bila hasil tes Rumple Leede positif, cukup besar kemungkinan orang tersebut mengalami infeksi dengue. Di Indonesia, tes Rumpel Leede dapat dimanfaatkan pada daerah dimana sarana dan prasarana kesehatan bersifat terbatas. Tes ini sederhana dan aman, sehingga masih bisa dimanfaatkan jika tes serologi tidak tersedia.

 

 

Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri

Referensi