Membedakan Infeksi Bakteri dan Virus dengan Tes Host Protein Assay

Oleh :
Josephine Darmawan

Host protein assay test merupakan pemeriksaan laboratorium yang dikembangkan untuk dapat membantu dokter membedakan antara infeksi bakteri atau virus. Infeksi merupakan penyakit yang paling sering terjadi, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Membedakan jenis patogen penyebab infeksi penting untuk menentukan terapi. Dokter seringkali memberikan antibiotik pada kasus infeksi, padahal tidak semua pasien memerlukannya.[1-3]

Host protein assay test atau tes asai protein inang terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu:

  • Interferon γ-induced protein-10 test atau tes protein-10 interferon gamma (IP-10)

  • C-reactive protein test atau protein reaktif C (CRP)

  • Tumor necrosis factor related apoptosis-inducing-ligand atau tes ligan pemicu apoptosis terkait faktor nekrosis tumor (TRAIL)[4-6]

Sumber: OrlaS, Wikimedia commons, 2016. Sumber: OrlaS, Wikimedia commons, 2016.

Membedakan Infeksi Virus dan Infeksi Bakterial

Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang menyebabkan gejala dan tanda inflamasi. Mikroorganisme patogen penyebab infeksi tidak selalu bakteri, tetapi bisa oleh virus, jamur, amuba, dan parasit. Oleh karena itu, pengobatan dengan antibiotik sering diberikan dengan tidak tepat pada kasus infeksi sehingga menyebabkan overtreatment. Hal ini mendorong terjadinya resistansi antibiotik.[1-3]

Virus dan bakteri merupakan mikroorganisme patogen yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Membedakan infeksi yang disebabkan bakteri atau virus dalam praktek umumnya dapat dilakukan dengan manifestasi klinis, tetapi kadang sulit dilakukan pada pasien gawat darurat dan memerlukan terapi cepat.[4,7]

Sampai saat ini belum ada pedoman khusus untuk mengidentifikasi jenis patogen penyebab suatu infeksi. Pemeriksaan penunjang yang selama ini sering dilakukan untuk membedakan infeksi virus dan bakteri diantaranya pemeriksaan darah lengkap:

  • Darah lengkap / complete blood count: mudah, murah, cepat dilakukan, tetapi memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah yaitu 64% dan 67% secara berurut
  • Hitung jenis / differential count: sensitivitas 64% dan spesifisitas 76%, keduanya rendah
  • Laju endap darah / erythrocyte sedimentation rate: penanda yang sensitif tetapi tidak spesifik
  • Prokalsitonin: penanda yang baik untuk infeksi bakteri dengan sensitivitas 63% dan spesifisitas 82%
  • Protein reaktif C / C-reactive protein (CRP): penanda yang cukup baik untuk infeksi bakteri dengan sensitivitas 73% dan spesifisitas 67%
  • Tes serologi: sangat bergantung pada keputusan klinis dan diagnosis banding dokter, misalnya tes untuk demam dengue dan tifoid

  • Kultur: tes mikrobiologi yang sangat baik, tetapi membutuhkan waktu yang lama[5,9,10]

Beberapa tes di atas memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tidak terlalu tinggi, beberapa juga membutuhkan waktu yang lama, sehingga sering kali diagnosis infeksi terlewatkan atau tidak tepat.[5,9,10]

Host Protein Assay Test

Tes asai protein inang digunakan untuk membedakan infeksi virus dan bakteri, terutama pada pasien anak dan gawat darurat. Tes ini bertujuan untuk mendeteksi adanya infeksi bakteri, sehingga dapat dibedakan dari infeksi virus. Terdiri dari 3 jenis tes, yaitu IP-10, CRP, dan TRAIL.[4-6]

Studi kohort oleh van Houten et al pada tahun 2017, melibatkan 577 pasien anak, menunjukkan bahwa kombinasi 3 jenis tes tersebut sangat baik untuk prediktor infeksi bakteri, dengan sensitivitas 86%, spesifitas 91%, dan nilai prediksi negatif tes 97,8% (95% CI 95,6‒98,9).[4]

Hasil yang sama ditunjukkan pada studi kohort oleh Oved et al dengan 765 pasien, yaitu tes TRAIL, IP-10, dan CRP merupakan tes yang lebih unggul untuk membedakan infeksi bakteri dari virus.[6]

Srugo et al, tahun 2017, melakukan penelitian terkait validitas tes asai ini dengan uji double-blind multicenter di Swiss pada 361 anak dengan demam. Uji klinis ini membuktikan bahwa kombinasi asai protein inang sangat akurat untuk membedakan infeksi bakteri dari virus bila dibandingkan dengan tes laboratorium lain yang selama ini digunakan, seperti CBC, hitung jenis, CRP, dan prokalsitonin. Tes asai protein inang mencapai sensitivitas 93,8% dan spesifitas 89,8%.[5]

Walaupun ketiga studi di atas mendapat pendanaan dari perusahaan independen yang mengembangkan alat untuk tes asai protein inang ini, tetapi tes ini memiliki potensi yang menjanjikan untuk membantu diagnosis infeksi di unit gawat darurat. Selain itu, masih diperlukan penelitian-penelitian lanjutan untuk mempelajari pedoman dan batasan nilai normal dalam penggunaan tes ini.[4-6]

Penerapan Host Protein Assay Test di Indonesia

Peraturan Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa penggunaan antibiotik harus sesuai dengan indikasi dan pemeriksaan mikrobiologi. Menentukan penyebab penyakit infeksi harus dilakukan sebelum memberikan obat-obat antibiotik. Namun, kondisi yang terjadi dalam praktik sehari-hari di antaranya:

  • Pedoman khusus mengenai tes penunjang yang dapat dilakukan untuk membedakan infeksi bakteri dan virus belum tersedia
  • Tes laboratorium yang adekuat sebelum memberikan terapi antibiotik seringkali tidak dilakukan karena membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga terapi dilakukan secara empiris
  • Jenis tes laboratorium yang saat ini dilakukan untuk diagnosis penyakit tropik dan infeksi adalah: CBC, hitung jenis, CRP, prokalsitonin, pemeriksaan serologi dan tes cepat/rapid test, serta kultur[2,3,9]

Kesimpulan

Meskipun menunjukkan hasil yang baik, pemeriksaan host protein assay test yang terdiri dari tes IP-10, CRP, dan TRAIL belum dapat diterapkan di Indonesia. Hal ini karena tes secara umum belum tersedia, dan tes tidak efektif dalam biaya terutama di era jaminan kesehatan nasional (JKN). Selain itu, penggunaan ketiga tes asai tersebut masih memerlukan studi lanjut.

Tes CRP (C-reactive protein) sendiri merupakan penanda yang cukup baik untuk infeksi bakteri, dengan sensitivitas 73% dan spesifisitas 67%, serta sudah tersedia dan dapat dilakukan di Indonesia. Namun, jenis pemeriksaan ini belum dapat dilakukan fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga pemeriksaan dasar seperti darah lengkap, hitung jenis, dan laju endap darah masih umum dilakukan. Pedoman diagnostik untuk penyakit infeksi serta kebijakan pemerintah terkait biaya masih perlu dikembangkan. Faktor terpenting dalam menegakkan diagnosis infeksi adalah keputusan klinis dokter yang tepat dan cermat.[2,9]

 

Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari

Referensi