Operasi Bypass Dini vs Pemasangan Stent Endoskopi untuk Kanker Pankreas – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Sonny Seputra, Sp.B, M.Ked.Klin, FINACS

Early Surgical Bypass versus Endoscopic Stent Placement in Pancreatic Cancer

Bliss LA, Eskander MF, Kent TS, Watkins AA, de Geus SW, Storino A, Ng SC, Callery MP, Moser AJ, Tseng JF. Hepato-Pancreato-Biliary (Oxford). 2016 Aug;18(8):671-7. PMID: 27485061

Abstrak

Latar Belakang: Pada kasus kanker pankreas stadium lanjut yang tidak dapat menjalani reseksi, obstruksi bilier sering terjadi. Opsi penatalaksanaan obstruksi bilier adalah operasi bypass atau pemasangan stent endoskopi. Stent endoskopi memiliki beberapa kelebihan, yaitu prosedurnya bisa dilakukan secara rawat jalan, tidak membutuhkan anestesi umum, dan bersifat kurang invasif bila dibandingkan dengan operasi bypass.

Namun, stent dapat tersumbat sehingga menyebabkan kolangitis atau pankreatitis. Selain itu, stent bisa bermigrasi dan mengerosi struktur di sekitarnya, sehingga kadang memerlukan penggantian. Hal ini menyebabkan masih adanya kontroversi mengenai pemasangan stent endoskopi atau pemilihan operasi bypass dini sebagai tata laksana yang terbaik untuk obstruksi bilier pada kanker pankreas.

Tujuan: Menilai efektivitas operasi bypass dini dibandingkan dengan stent endoskopi untuk manajemen obstruksi bilier pada kanker pankreas yang tidak dapat direseksi.

Desain: Ulasan retrospektif membandingkan operasi bypass dini dan pemasangan stent endoskopi pada pasien kanker pankreas yang tidak dapat menjalani reseksi. Data diambil dari Healthcare Cost and Utilization Project (HCUP) Florida State Inpatient Database (SID) dan State Ambulatory Surgery and Services Database (SASD). Data pasien diambil dari tahun 2007 sampai 2011.

Intervensi:  Operasi bypass dini (n=1803) atau pemasangan stent endoskopi (n=312).

Luaran: Luaran primer yang dinilai adalah angka intervensi ulang yang dibutuhkan. Sementara itu, luaran sekunder yang dinilai adalah angka admisi ulang ke rumah sakit, durasi rawat inap, biaya, angka pulang ke rumah (discharge home), dan kematian.

Hasil: Melalui kohort yang telah disesuaikan dengan skor, didapatkan 622 pasien (311 pasien dalam grup stent endoskopi dan 311 pasien dalam grup operasi bypass). Untuk luaran primer, hasil menunjukkan bahwa sebanyak 63 pasien (20,3%) dengan stent endoskopi menjalani intervensi ulang dan sebanyak 14 pasien (4,5%) dengan operasi bypass dini menjalani intervensi ulang (p <0,0001).

Untuk luaran sekunder, sebanyak 174 pasien (56,0%) dari kelompok stent endoskopi mengalami admisi ulang dan sebanyak 187 pasien (60,1%) dari kelompok operasi bypass dini mengalami admisi ulang (p = 0,2909). Pasien yang menerima stent endoskopi memiliki rata-rata durasi rawat inap yang lebih singkat (10 hari) daripada pasien operasi bypass dini (19 hari) (p <0,0001).

Selain itu, grup yang menerima stent endoskopi menggunakan biaya yang lebih rendah ($21.648) daripada grup operasi bypass dini ($38.106) (p <0,0001). Grup stent juga menunjukkan peningkatan kepulangan ke rumah (p = 0,0029). Namun, tidak terdapat perbedaan mortalitas pada kedua kelompok.

Pada analisis multivariat, prosedur awal tidak memprediksikan angka admisi ulang (p = 0,1406) tetapi operasi bypass dini terkait dengan kemungkinan intervensi ulang yang lebih rendah (OR = 0,233, 95% CI 0,199-0,434).

Kesimpulan: Operasi bypass dini dan pemasangan stent endoskopi pada pasien kanker pankreas memiliki angka admisi ulang dan mortalitas yang mirip. Operasi bypass bilier dini dikaitkan dengan penurunan kebutuhan intervensi ulang tetapi dikaitkan dengan peningkatan biaya dan durasi rawat inap.

shutterstock_1605172135-min

Ulasan Alomedika

Studi ini membandingkan dua teknik manajemen obstruksi bilier pada kanker pankreas yang tidak dapat direseksi. Tujuan dari studi ini adalah membandingkan efektivitas operasi bypass dan pemasangan stent endoskopi. Studi ini dilaksanakan karena literatur yang membandingkan kedua metode ini sudah berusia cukup tua (outdated) dan hasil yang ada tidak konsisten, sehingga teknik optimal untuk mengatasi ikterus obstruktif pada kanker pankreas yang tidak dapat direseksi masih kontroversial.

Ulasan Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studi retrospektif yang mungkin memiliki kekuatan lebih lemah daripada studi prospektif. Namun, penelitian ini membandingkan intervensi dengan intervensi, sehingga masih cukup baik untuk penarikan kesimpulan.

Tinjauan retrospektif menggunakan data dari Healthcare Cost and Utilization Project (HCUP) Florida State Inpatient Database (SID) dan State Ambulatory Surgery and Services Database (SASD). Data dari SID mencakup pasien rawat inap dari rumah sakit perawatan akut, sementara data SASD mencakup pasien rawat jalan di mana prosedur invasif dilakukan.

Kriteria inklusi pasien ke dalam penelitian dan deskripsi intervensi tiap kelompok sudah dijabarkan dengan cukup jelas menggunakan sistem coding. Pasien kanker pankreas yang berusia ≥18 tahun diidentifikasi menggunakan kode diagnosis ICD-9 (International Classification of Diseases) selama 2007-2011.

Semua pasien yang telah menjalani pemasangan stent endoskopi secara rawat inap atau rawat jalan, serta semua pasien yang menjalani operasi bypass bilier diidentifikasi menggunakan kode prosedur ICD-9 dan kode CPT (Current Procedural Terminology).

Penelitian ini telah melakukan penyesuaian yang baik di antara kedua kelompok. Data demografi yang digunakan sebagai indeks prosedur adalah jenis kelamin, usia, tipe asuransi, dan ras. Bila pasien tidak memiliki data tersebut, maka pasien tidak diikutkan ke dalam analisis. Setelah pencocokan dan penyesuaian, 622 pasien lalu dianalisis. Kedua grup tidak memiliki perbedaan karakteristik awal yang signifikan secara statistik.

Ulasan Hasil Penelitian

Luaran primer penelitian sudah cukup baik karena telah mempelajari tingkat intervensi ulang pada masing-masing kelompok. Intervensi ulang merupakan parameter yang baik untuk menentukan keberhasilan suatu prosedur yang telah dilakukan.

Luaran primer penelitian ini adalah angka intervensi ulang, seperti penggantian stent endoskopi, operasi bypass bilier, atau prosedur perkutan yang memfasilitasi drainase bilier. Angka intervensi ulang dilaporkan lebih tinggi pada grup stent endoskopi (63 pasien atau 20,3%) daripada grup operasi bypass (14 pasien atau 4,5%).

Luaran sekunder yang digunakan juga memperkuat data efektivitas tiap metode. Luaran sekunder mencakup angka admisi ulang (rawat inap kembali minimal satu kali setelah prosedur awal), durasi tinggal di rumah sakit saat prosedur awal, kepulangan ke rumah saat prosedur awal, kematian, dan total biaya perawatan selama masa studi.

Angka admisi ulang tidak berbeda bermakna, yaitu 174 pasien (56,0%) pada kelompok stent endoskopi dan 187 pasien (60,1%) pada kelompok operasi bypass (p = 0,2909). Rerata durasi rawat inap pasien yang menjalani stent endoskopi (10 hari) adalah lebih singkat daripada pasien operasi bypass (19 hari).

Jumlah pasien yang pulang saat prosedur awal pada kelompok stent endoskopi tampak lebih tinggi, yaitu 186 pasien (59,8%) dibandingkan dengan 149 pasien (47,9%) pada grup bypass (p =0.0029). Angka kematian tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Rerata total biaya pasien yang menjalani stent endoskopi adalah lebih rendah daripada pasien yang menjalani operasi bypass (p <0,0001).

Penelitian ini telah melakukan analisis dengan model regresi logistik multivariat untuk memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap intervensi ulang dan admisi ulang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa operasi bypass bilier dini bisa menurunkan angka intervensi ulang tetapi meningkatkan biaya dan durasi rawat inap. Dengan kata lain, stent endoskopi memiliki angka intervensi ulang lebih tinggi tetapi dapat menurunkan rerata durasi rawat inap dan biaya yang dikeluarkan.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah luaran yang dipilih. Luaran primer yang digunakan pada penelitian ini merupakan luaran yang bermakna secara klinis, yakni bukan sekedar luaran admisi ulang tetapi juga luaran intervensi ulang. Angka intervensi ulang dapat digunakan sebagai tolok ukur efektivitas tindakan awal. Selain itu, luaran sekunder yang digunakan juga mendukung data efektivitas luaran primer.

Limitasi Penelitian

Limitasi penelitian ini adalah metode penelitian yang digunakan, yaitu penelitian tanpa randomisasi sehingga risiko bias cukup besar. Selain itu, data kondisi tiap pasien yang ada belum tentu sama. Penelitian tidak menyertakan data tentang stadium kanker pankreas, ukuran tumor atau keterlibatan duodenum, status fungsional, dan kualitas hidup. Hal-hal ini masih bisa menjadi perancu hasil studi.

Selain itu, kekurangan lain dari penelitian ini adalah stent endoskopi yang digunakan tidak dibedakan antara stent dari bahan plastik atau metal. Penelitian lebih lanjut untuk membandingkan kedua jenis stent ini masih perlu dilakukan di masa depan.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Di Indonesia, tidak semua pusat pelayanan kesehatan memiliki fasilitas pemasangan stent endoskopi, sehingga operasi bypass bilier masih umum menjadi pilihan. Selama ini ada kekhawatiran bahwa operasi bypass memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada pemasangan stent endoskopi karena bersifat lebih invasif. Namun, dokter dapat menggunakan hasil studi ini untuk menjelaskan kepada pasien bahwa mortalitas kedua metode ini tidak berbeda signifikan.

Dokter juga perlu memahami bahwa menurut hasil studi ini, meskipun operasi bypass memiliki mortalitas yang mirip dengan stent endoskopi dan memiliki angka intervensi ulang yang lebih rendah, operasi bypass bilier tetap membutuhkan durasi rawat inap yang lebih panjang dan biaya yang lebih mahal. Bila kedua opsi sama-sama tersedia, dokter sebaiknya menjelaskan kekurangan dan kelebihan tiap metode kepada pasien agar pasien dapat membuat informed decision.

Selain itu, salah satu pertimbangan lebih lanjut tentang biaya adalah kemungkinan bahwa kesimpulan studi ini dapat bersifat kurang relevan dengan kondisi Indonesia. Hal ini dikarenakan biaya dalam studi dihitung berdasarkan kondisi pelayanan kesehatan di Amerika Serikat, di mana biaya bedah terbuka, hospitalisasi, dan sumber daya manusia amat tinggi. Di Indonesia, perbedaan biaya antara kedua prosedur mungkin kurang signifikan karena biaya stent mungkin lebih tinggi daripada biaya sumber daya manusia.

Referensi