Pemeriksaan Mamografi Tidak Menurunkan Angka Mortalitas Kanker Payudara

Oleh :
dr. Gisheila Ruth Anggitha

Rekomendasi pemeriksaan rutin atau skrining mamografi setiap tahun perlu dikaji ulang karena tidak menurunkan angka mortalitas kanker payudara dan dapat meningkatkan risiko overdiagnosis dan overtreatment. Walaupun pemeriksaan mamografi adalah pemeriksaan utama untuk diagnosis kanker payudara.

Kanker payudara merupakan kanker pada wanita yang paling banyak ditemukan di dunia dan tidak jarang menimbulkan kematian. Angka kejadian kanker payudara semakin menurun terutama pada negara-negara maju, namun semakin meningkat di negara berkembang. Sedangkan angka kematian karena kanker payudara menurun tajam pada negara-negara maju dari tahun 1988-1995. Penurunan mortalitas tersebut dipercaya karena kesadaran pasien, skrining dan meningkatnya manajemen pasien termasuk kecepatan deteksi,  intervensi dan penanganan pasca operasi.[1-3]

Beberapa penelitian pada tahun 1980an, mengusulkan skrining mamografi pada wanita usia 40-74 tahun dapat menurunkan mortalitas kanker payudara sebanyak 25-31%. Tetapi pada penelitian tahun 2002 di Kanada menemukan bahwa tidak terjadi perubahan angka kematian yang signifikan pada kelompok yang mendapat skrining mamografi dibandingkan skrining pemeriksaan fisik.[1]

mamograficompressed

Tonton videonya (durasi 4 menit) "4 Alasan Skrining Kanker Payudara Rutin dengan Mammografi Sudah Tidak Disarankan" di YouTube Alomedika di sini.

Peran Mamografi pada Kanker Payudara

Sebelum penggunaan mamografi dijadikan sebagai modalitas diagnosis, kanker payudara didiagnosis dengan pemeriksaan fisik palpasi. Oleh karena itu, hasil terapi kanker payudara memiliki prognosis buruk karena keterlambatan deteksi penyakit.[2,3]

Mamografi merupakan salah satu jenis pencitraan X-ray khusus untuk melihat gambaran payudara. Saat prosedur mamografi, dilakukan kompresi payudara menjadi datar sehingga dapat memperlihatkan kelenjar secara maksimal. Apabila terdapat lesi ireguler, batas tidak tegas, serta memiliki hiperdensitas, maka perlu dicurigai sebagai lesi maligna dan perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan.[2-4]

Rasionalisasi pemeriksaan mamografi sebagai skrining bertujuan untuk mendeteksi kanker payudara ketika masih kecil dan belum dapat dipalpasi pada pemeriksaan fisik.

Konsil European Union dan The International agency for Research on Cancer merekomendasikan penggunaan skrining mamografi setiap tahunnya pada wanita usia 50-69 tahun. Sedangkan the Society of Breast Imaging and the breast Imaging Commission of the American College of Radiology merekomendasikan skrining mamografi mulai dari usia 40 tahun setiap tahun.[2,3]

Efektivitas Skrining Mamografi terhadap Mortalitas Kanker Payudara

Moller et al, tahun 2019, melakukan studi kohort berdasarkan populasi untuk melihat efek dari skrining mamografi pada mortalitas kanker payudara. Pada studi dengan populasi yang cukup besar ini, ditemukan penurunan mortalitas kanker payudara baik pada kelompok wanita yang dilakukan skrining mamografi maupun pada kelompok yang tidak dilakukan skrining mamografi. Dan angka penurunan mortalitas tersebut tidak berbeda secara signifikan di antara kedua kelompok.

Hasil ini dapat dijelaskan bahwa dengan dilakukannya studi ini, semua peserta baik yang melakukan maupun tidak melakukan skrining mamografi mendapatkan edukasi sehingga terjadi peningkatan kewaspadaan diri terhadap penyakit kanker payudara. Kondisi tersebut didukung juga dengan berdirinya pusat diagnosis dan terapi kanker payudara di tiap negara yang mengikuti studi.[5]

Dari sebuah meta analisis terhadap tujuh penelitian mengenai efektivitas skrining mamografi pada mortalitas kanker payudara, didapatkan bahwa kematian akibat kanker payudara adalah unreliable outcome yang bias dalam manfaat skrining mamografi payudara, terutama karena kesalahan klasifikasi diferensial penyebab kematian.  Pada tiga penelitian yang melakukan randomisasi adekuat, tidak menemukan efek skrining pada mortalitas semua kanker, termasuk kanker payudara setelah 10 tahun (RR 1,02, 95% CI 0,95-1,10) atau pada semua penyebab kematian setelah 13 tahun (RR 0,99, 95% CI 0,95 hingga 1,03).[6]

Pada meta analisis ini pula didapatkan adanya kemungkinan overdiagnosis sebagai konsekuensi dari skrining mamografi dan dapat harmful bagi pasien. Angka overdiagnosis dan overtreatment pada studi-studi di dalam meta analisis mencapai 30%. Diagnosis positif palsu harmful bagi pasien karena dapat menyebabkan stress psikologis bagi pasien, baik saat terdiagnosis maupun bertahun-tahun setelah wanita tersebut dinyatakan bebas dari kanker.[6]

Sedangkan pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Engel et al, mendapatkan hasil yang berbeda. Studi ini dilakukan dengan meneliti all-cause mortality akibat pemeriksaan mamografi yang tidak rutin setiap tahunnya sebelum didiagnosis kanker payudara. Pada studi ini didapatkan adanya peningkatan 2-3 kali lipat all-cause mortality pada wanita yang tidak melakukan pemeriksaan mamografi setiap tahunnya selama 5 tahun.

Studi ini juga mendapatkan hasil adanya peningkatan mortalitas yang progresif apabila pasien semakin tidak rutin melakukan pemeriksaan mamografi. Studi ini menyarankan pemeriksaan mamografi tetap dilakukan sebelum diagnosis kanker payudara untuk meningkatkan survival. Studi ini memiliki keterbatasan waktu follow up yang singkat dan banyak efek samping dari tatalaksana, seperti adanya pajanan radiasi. Selain itu, studi kohort ini berada dalam lingkup sampel yang sedikit.[7]

Kesimpulan

Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita dan dapat menyebabkan kematian. Sampai saat ini, pemeriksaan mamografi dianjurkan untuk mendeteksi adanya kemungkinan kanker payudara. Namun, berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa skrining mamografi nyatanya tidak menurunkan angka mortalitas yang disebabkan oleh kanker payudara.

Oleh karena itu, rekomendasi pemeriksaan mamografi setiap tahun perlu dikaji ulang dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut siapa saja yang disarankan untuk pemeriksaan skrining mamografi sehingga tidak terjadi overdiagnosis maupun overtreatment. Didapatkan satu dari dua pasien mengalami positif palsu setelah 10 tahun mamografi, sedangkan satu dari lima pasien mengalami prosedur operasi yang tidak dibutuhkan setelah 10 tahun.[6]

 

Referensi