Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi: Warfarin vs Antikoagulan Oral Baru

Oleh :
dr. Paulina Livia Tandijono

Atrial fibrilasi diketahui dapat meningkatkan risiko stroke, sehingga pencegahan stroke dengan pemberian warfarin atau antikoagulan oral baru umum dilakukan kepada pasien yang mengalami atrial fibrilasi. Contoh antikoagulan oral baru yang dimaksud adalah rivaroxaban, apixaban, edoxaban, dan betrixaban.

Atrial fibrilasi meningkatkan risiko stroke trombosis hingga 4–5 kali lipat. Diperkirakan, sekitar 17–30% kejadian stroke trombosis berhubungan dengan atrial fibrilasi. Pada pasien atrial fibrilasi, terjadi stasis darah, hipokontraktilitas atrial, remodelling struktur atrial, serta aktivasi platelet dan kaskade koagulasi. Kondisi-kondisi ini meningkatkan risiko terbentuknya trombus dan terjadinya stroke iskemik.[1]

Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi Warfarin vs Antikoagulan Oral Baru-min

Berbagai guideline menyarankan penggunaan antikoagulan oral pada pasien atrial fibrilasi untuk mencegah stroke trombosis. Warfarin merupakan jenis antikoagulan oral yang paling lama dan paling sering dipakai. Namun, warfarin memiliki risiko perdarahan yang tinggi dan menyebabkan luaran ginjal kurang baik. Oleh karena itu, antikoagulan oral baru terkadang digunakan sebagai alternatif warfarin.[2,3]

Manfaat dan Efek Samping Warfarin

Warfarin merupakan antikoagulan yang bekerja dengan cara mengurangi simpanan vitamin K di hati, sehingga menghambat produksi faktor koagulasi II, VII, IX, dan X. Warfarin diindikasikan untuk pencegahan dan tata laksana berbagai tromboemboli, termasuk stroke trombosis.[2,5]

Dosis warfarin yang biasanya diberikan untuk pencegahan stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi adalah 2–10 mg/hari. Namun, warfarin memiliki efek samping ginjal dan risiko perdarahan hebat yang dapat mengancam nyawa. Oleh karena itu, pasien yang menggunakan warfarin memerlukan pemantauan international normalized ratio (INR) tiap satu bulan sekali. Target INR dalam terapi warfarin adalah 2,0–3,0.[2,5]

Munculnya Antikoagulan Oral Baru

Antikoagulan oral baru (novel oral anticoagulant atau NOAC) adalah antikoagulan yang langsung bekerja pada faktor-faktor koagulasi. Beberapa literatur juga menyebutnya sebagai direct oral anticoagulant (DOAC), target-specific oral anticoagulant (TSOAC), atau specific oral direct anticoagulant (SODA).

Antikoagulan oral baru yang pertama kali dipasarkan adalah dabigatran di Amerika Serikat. Namun, saat ini sudah banyak jenis obat lain yang muncul, yaitu rivaroxaban, apixaban, edoxaban, dan betrixaban. Di Indonesia, antikoagulan oral baru yang sudah tersedia adalah dabigatran, apixaban, dan rivaroxaban.[4]

Masing-masing antikoagulan oral baru memiliki cara kerja yang berbeda. Dabigatran secara selektif menghambat trombin (faktor koagulasi IIA). Sementara itu, apixaban, betrixaban, edoxaban, dan rivaroxaban menghambat faktor koagulasi Xa.[4]

Perbandingan Antikoagulan Oral Baru dan Warfarin untuk Pencegahan Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi

Suatu meta analisis terhadap 12 studi dengan total 77.011 pasien membandingkan antikoagulan oral baru (NOAC) dan warfarin. Meta analisis ini melaporkan bahwa antikoagulan oral baru lebih baik untuk mencegah stroke dan embolisme sistemik pada pasien dengan atrial fibrilasi.[6]

Selain itu, NOAC juga memiliki angka kejadian perdarahan intrakranial dan mortalitas yang lebih rendah. Ditambah lagi, meta analisis melaporkan adanya peningkatan risiko stroke, kejadian emboli, dan efek samping perdarahan hebat setelah NOAC diganti dengan warfarin.[6]

Systematic review lain yang lebih baru juga melaporkan hasil yang mirip. Obat NOAC ditemukan lebih efektif untuk mencegah stroke pada pasien atrial fibrilasi dengan luaran mortalitas yang lebih rendah.[7]

Suatu studi kohort retrospektif berskala nasional juga telah membandingkan efektivitas warfarin dan beberapa NOAC pada orang Asia. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, antikoagulan oral baru berhubungan dengan kejadian stroke, perdarahan hebat, dan mortalitas yang lebih rendah daripada warfarin.[8]

Perbandingan Dabigatran dan Warfarin

Suatu systematic review yang dipublikasikan pada tahun 2016 melaporkan bahwa dabigatran 110 mg dan 150 mg menunjukkan efektivitas yang hampir sama dengan warfarin. Namun, dabigatran menunjukkan risiko perdarahan intrakranial yang lebih kecil. Di lain sisi, sediaan dabigatran 150 mg dilaporkan memiliki risiko perdarahan gastrointestinal yang lebih tinggi daripada warfarin pada populasi geriatrik.[9]

Perbandingan Rivaroxaban dan Warfarin

Randomized double-blind trial yang membandingkan penggunaan rivaroxaban dan warfarin pada 14.264 subjek dengan atrial fibrilasi melaporkan bahawa rivaroxaban sama efektifnya dengan warfarin untuk mencegah stroke. Risiko perdarahan mayor tidak berbeda signifikan, tetapi perdarahan fatal dan perdarahan intrakranial ditemukan lebih sedikit pada pasien yang menggunakan rivaroxaban.[10]

Studi lain oleh Coleman, et al juga pernah membandingkan penggunaan rivaroxaban pada 36.318 pasien dan warfarin pada 36.281 pasien. Luaran yang terutama dinilai adalah luaran ginjal, karena warfarin diketahui dapat menyebabkan efek samping ginjal. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan rivaroxaban pada pasien dengan gagal ginjal stadium 3 dan 4 bisa menurunkan risiko gagal ginjal akut dan risiko progresivitas ke stadium 5 secara lebih unggul daripada warfarin.[3]

Perbandingan Apixaban dan Warfarin

Suatu review pada tahun 2016 membandingkan efektivitas apixaban dan warfarin untuk mencegah stroke pada kasus atrial fibrilasi. Review ini menggunakan AVERROES dan ARISTOTLE trial. Apixaban dilaporkan lebih baik untuk mencegah stroke pada pasien atrial fibrilasi dan secara signifikan mengurangi risiko perdarahan mayor.[11]

Perbandingan Edoxaban dan Warfarin

Suatu penelitian yang melibatkan 21.105 pasien juga telah membandingkan edoxaban dan warfarin. Edoxaban dilaporkan lebih efektif daripada warfarin dan memiliki risiko perdarahan yang lebih rendah. Namun, studi ini dibiayai oleh perusahaan farmasi, sehingga mungkin terdapat bias.[12]

Perbandingan Antar Obat Antikoagulan Oral Baru

Hampir seluruh systematic review dan meta analisis menyatakan bahwa antikoagulan oral baru lebih superior daripada warfarin. Namun, hal ini memunculkan pertanyaan tentang antikoagulan oral baru mana yang tersedia di Indonesia (rivaroxaban, apixaban, dan dabigatran) yang paling superior.

Penelitian pada tahun 2016 menyatakan bahwa ketiganya memiliki efektivitas yang sama dalam pencegahan stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi. Efek samping perdarahan hebat paling banyak ditemukan pada kelompok rivaroxaban, sedangkan paling sedikit pada kelompok apixaban. Penelitian lainnya pada tahun 2018 juga menyatakan bahwa rivaroxaban berhubungan dengan efek samping perdarahan hebat yang lebih sering dibandingkan dua obat lainnya.[13,14]

Penggunaan Antikoagulan Oral Baru Di Indonesia

Mayoritas studi menyatakan bahwa antikoagulan oral baru lebih efektif daripada warfarin untuk mencegah stroke pada pasien atrial fibrilasi. Selain itu, risiko perdarahan hebat yang mengancam nyawa akibat antikoagulan oral baru juga lebih rendah.

Dari segi biaya, harga per tablet antikoagulan oral baru jauh lebih mahal daripada warfarin. Di Indonesia, harga warfarin generik adalah Rp1.000,00–2.000,00 per tablet, sedangkan harga dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban >Rp18.000,00 per tablet.

Namun, dokter perlu mengingat bahwa penggunaan warfarin membutuhkan kontrol INR yang lebih sering. Artinya, akan ada tambahan biaya pemeriksaan dokter dan pemeriksaan laboratorium. Selain itu, akan ada tambahan waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan dan tambahan biaya lainnya seperti transportasi pasien ke rumah sakit atau laboratorium. Harga pemeriksaan laboratorium INR di Indonesia bervariasi antar laboratorium, yaitu antara Rp100.000–200.000,00. Hal ini juga harus dipikirkan dalam pemilihan obat untuk pasien.

Suatu systematic review tahun 2013 di Kanada menyatakan bahwa terapi warfarin sedikit lebih murah daripada terapi NOAC. Di Indonesia, warfarin, dabigatran, dan rivaroxaban termasuk dalam obat yang ditanggung oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, ketiganya hanya ada di fasilitas pelayan kesehatan (fayankes) tingkat dua. Sementara itu, apixaban tidak ditanggung oleh JKN.[15-17]

Kesimpulan

Pasien dengan atrial fibrilasi berisiko mengalami stroke trombosis. Untuk pencegahan stroke, pasien biasanya diberi warfarin secara peroral. Namun, penggunaan warfarin memiliki kelemahan, yaitu risiko perdarahan yang tinggi dan perlunya pemantauan INR tiap bulan. Selain itu, warfarin dilaporkan menyebabkan luaran ginjal yang buruk.

Antikoagulan oral baru dilaporkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Di Indonesia, antikoagulan oral baru yang tersedia adalah dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban. Bila dibandingkan dengan warfarin, studi menunjukkan bahwa antikoagulan oral baru lebih efektif untuk mencegah stroke trombosis pada pasien atrial fibrilasi dan juga memiliki efek samping perdarahan yang lebih sedikit.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi