Penggunaan Metformin sebagai Penurun Berat Badan pada Pasien Nondiabetik

Oleh :
Graciella N T Wahjoepramono

Selain memiliki efek antidiabetik, metformin memiliki efek penurunan berat badan yang mungkin bermanfaat untuk pasien nondiabetik. Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas dan profil keamanan metformin bila digunakan untuk pasien yang mengalami obesitas.

Prevalensi obesitas secara global dilaporkan semakin meningkat. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa proporsi individu dengan berat badan berlebih (indeks massa tubuh ≥25,0 sampai <27,0) adalah 13,6% pada tahun 2018 bila dibandingkan dengan 8,6% pada tahun 2007. Sementara itu, proporsi individu obesitas (indeks massa tubuh ≥27,0) adalah 21,8% pada tahun 2018 bila dibandingkan dengan 10,5% pada tahun 2007.[1]

Penggunaan Metformin sebagai Penurun Berat Badan pada Pasien Nondiabetik

Obesitas merupakan kondisi yang berbahaya, karena merupakan faktor risiko berbagai penyakit kronis, terutama sindrom metabolik yang berkaitan dengan diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.[2,3]

Metformin merupakan obat diabetes yang bersifat efektif, berisiko rendah hipoglikemia, dan berbiaya terjangkau. Penelitian menunjukkan bahwa obat ini bisa mengontrol gula darah serta memberikan manfaat untuk pasien penyakit kardiovaskular, penyakit tiroid, dan sindrom ovarium polikistik. Selain itu, metformin dapat mengurangi berat badan, sehingga penggunaannya untuk pasien obesitas mulai banyak dipelajari.[3-5]

Cara Kerja Metformin untuk Menurunkan Berat Badan

Sebagai obat antihiperglikemia, mekanisme kerja metformin adalah melalui reduksi produksi glukosa di hati, reduksi absorpsi glukosa di usus, dan peningkatan sensitivitas terhadap insulin melalui peningkatan penggunaan dan konsumsi glukosa di otot.[4,5]

Sementara itu, mekanisme utama metformin untuk menurunkan berat badan adalah melalui reduksi konsumsi makanan pasien dan reduksi jaringan adiposa (bukan melalui pengeluaran atau pengolahan energi). Metformin mengatur selera makan melalui beberapa pathways, seperti regulasi sistem saraf pusat, mekanisme sensor jaringan adiposa, dan sinyal ‘kenyang’ (satiety) dari jaringan gastrointestinal.[4,5]

Regulasi Sistem Saraf Pusat

Di hipotalamus, metformin mengurangi konsumsi jumlah makanan dengan mengurangi peptida oreksigenik (seperti ghrelin), neuropeptida-Y (NPY), dan agouti-related protein (AgRP). Selain itu, metformin bisa mengatur interaksi resistensi insulin dan adenosine monophosphate-activated kinase (AMPK) di hati, otot, jaringan lemak, dan hipotalamus. Aktivasi AMPK untuk menstimulasi nafsu makan (bila ada penurunan kadar gula darah) dihambat oleh metformin.[3,4]

Faktor lain yang dapat memengaruhi konsumsi makanan pasien adalah efek samping gastrointestinal yang disebabkan oleh metformin, seperti mual, diare, dan perubahan indera pengecap. Namun, faktor ini tidak menyebabkan penurunan berat badan jangka panjang karena efek samping gastrointestinal metformin berkurang seiring berjalannya waktu dan dapat berkurang dengan memperlambat peningkatan dosis.[4,6,7]

Modulasi Sinyal dari Jaringan Adiposa

Metformin mengurangi massa lemak dan memengaruhi mekanisme modulasi sinyal dari sel adiposa-otak. Leptin adalah suatu hormon dari sel-sel adiposa yang mengatur keseimbangan energi, melawan kerja ghrelin, meningkatkan pengeluaran energi, dan menghambat aktivitas AMPK di hipotalamus untuk mengurangi AgRP dan NPY.

Jumlah leptin yang ada di darah proporsional dengan jumlah sel adiposa. Pada pasien obesitas, sering kali jumlah leptin lebih banyak, sehingga diduga terjadi resistensi leptin. Metformin dapat mengurangi sekresi leptin sebelum penurunan berat badan, tetapi meningkatkan sensitivitas.[4,8]

Insulin juga memiliki efek serupa dengan leptin. Terlebih lagi, obesitas berkaitan kuat dengan resistensi insulin yang meningkatkan aktivitas AMPK di hipotalamus dan mengurangi pro-opiomelanocortin (POMC). Dengan demikian, peningkatan sensitivitas insulin menggunakan metformin dapat memperbaiki regulasi nafsu makan.[4,8]

Modulasi Sinyal dari Sistem Gastrointestinal

Metformin meningkatkan penurunan berat badan melalui peningkatan hormon satiety atau hormon kenyang yang disekresikan oleh L-cell di traktus gastrointestinal, yaitu GLP-1. Hormon ini juga memiliki produksi sekunder di sistem saraf pusat, di nukleus traktus solitarius (NTS). GLP-1 mengurangi nafsu makan melalui efeknya ke nervus vagus afferen yang mencapai NTS dan mengurangi aktivitas AMPK di hipotalamus.

Di sistem gastrointestinal, GLP-1 memperlambat motilitas usus, sehingga mengurangi penyerapan karbohidrat dan glukosa. Metformin meningkatkan jumlah GLP-1 di tubuh dengan cara menghambat dipeptidyl peptidase-IV (DPP-IV), yaitu suatu enzim yang mendegradasi GLP-1.[4]

Peningkatan Metabolisme Lemak

Metformin memengaruhi metabolisme lemak perifer dan juga lemak pada hepar, otot miokardium, dan beberapa jaringan lain. Pengaruh ini terjadi melalui regulasi AMPK dan leptin. Regulasi AMPK pada hipotalamus memiliki hubungan langsung dengan AMPK perifer. Leptin secara langsung meningkatkan pemecahan fatty acid periferal dan mengurangi nafsu makan, sehingga membantu penurunan berat badan.[4,8,9]

Efek Metformin terhadap Berbagai Kondisi Berat Badan Berlebih 

Selain pada pasien dewasa yang obesitas, penggunaan metformin untuk menurunkan berat badan pada pasien dengan kondisi lain juga sudah diteliti. Penggunaan lain metformin untuk menurunkan atau menghambat peningkatan berat badan adalah pada pasien dengan polycystic ovarian syndrome (PCOS), pasien obesitas anak dan remaja, atau pasien yang menggunakan antipsikotik.[2,3,5]

Obesitas

Penelitian tentang pengaruh metformin terhadap penurunan berat badan pada pasien obesitas nondiabetik belum banyak dan beberapa masih memiliki hasil yang bervariasi.

Suatu penelitian yang meneliti efek metformin pada 154 pasien obesitas selama 6 bulan mendapatkan hasil penurunan berat badan 5,8 +/- 7,0 kg, yang lebih unggul apabila dibandingkan dengan penurunan berat badan 0,8 +/- 3,5 kg pada pasien yang tidak diberi pengobatan. Pasien dengan resistensi insulin mengalami penurunan berat badan yang lebih signifikan dibandingkan dengan pasien yang sensitif terhadap insulin.[5]

Pada penelitian tersebut, sekitar 15% pasien yang menggunakan metformin mengeluh mengenai efek samping gastrointestinal, seperti diare, rasa kembung, dan nyeri perut. Efek samping ini berkurang saat peningkatan dosis metformin diperlambat.[5]

Penelitian lain terhadap 457 pasien obesitas upper-body tidak menemukan hasil yang signifikan dalam hal penurunan berat badan dan rasio pinggang-panggul. Penelitian ini membandingkan metformin dan plasebo selama 1 tahun.[10]

Terdapat dua penelitian besar yang mempelajari efek metformin terhadap berat badan pasien yang berada dalam grup pencegahan diabetes. Penelitian dilakukan oleh The Diabetes Prevention Program Research Group dan National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, Amerika Serikat.[6,7]

Penelitian pertama yang dipublikasikan tahun 2009 membandingkan penurunan berat badan pasien yang diberikan metformin dan pasien yang diberikan perubahan gaya hidup. Pasien dengan perubahan gaya hidup mengalami penurunan berat badan saat awal tetapi perlahan berat badan kembali setelah follow-up 10 tahun.[3,6]

Pasien yang menggunakan metformin mengalami penurunan berat badan yang kurang dibandingkan dengan pasien yang menjalani perubahan gaya hidup, tetapi penurunan ini dapat dipertahankan selama 10 tahun masa follow-up.[3,6]

Penelitian kedua pada tahun 2012 menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan plasebo, penggunaan metformin dapat mengurangi berat secara lebih signifikan (2,06 +/- 5,65% vs 0,02 +/- 5,52%). Selain itu, metformin juga mengurangi lingkar pinggang secara lebih signifikan (2,13 +/- 7,06 cm vs 0,79 +/- 6,54 cm).[3,7]

Penurunan berat badan lebih signifikan pada pasien yang adherent terhadap penggunaan metformin. Namun, penurunan berat badan yang disebabkan oleh metformin belum cukup untuk dapat dikategorikan sebagai obat ‘weight loss’ karena penurunan berat badan masih <5%.[11]

Sindrom Ovarium Polikistik

Banyak wanita dengan sindrom ovarium polikistik mengalami obesitas. Sesuai dengan cara kerja metformin, obat ini dapat digunakan untuk mengurangi berat badan melalui reduksi asupan makanan. Suatu penelitian dengan sampel besar menemukan bahwa metformin memiliki efektivitas yang serupa dengan obat antiobesitas sibutramine dan orlistat. Setelah pengobatan selama 6 bulan, grup pasien yang diberikan sibutramine, orlistat, atau metformin mengalami penurunan berat badan mirip sekitar 9–14%.[12,13]

Suatu penelitian lain melihat efek metformin terhadap wanita obesitas dengan dan tanpa sindrom ovarium polikistik. Semua wanita diberi diet kalori rendah (1200–1400 kkal/hari) selama 1 bulan, kemudian diet dilanjutkan dengan metformin atau plasebo selama 6 bulan. Penurunan berat badan lebih signifikan pada pasien dengan diet kalori rendah dan metformin dibandingkan dengan diet kalori rendah saja.[12,14]

Anak dan Remaja dengan Obesitas

Obesitas pada anak berisiko menyebabkan dislipidemia, hipertensi, dan konsekuensi psikososial. Penelitian menunjukkan bahwa dari 42 anak, penurunan berat badan dan lemak abdominal lebih signifikan pada kelompok yang menggunakan metformin bersamaan dengan olahraga dan diet (-4,9 +/- 1,0 kg) dibandingkan dengan olahraga dan diet saja (-1,7 +/- 1,1 kg). Tidak ada peserta studi yang menghentikan pengobatan karena efek samping.[15]

Suatu meta analisis terhadap uji klinis acak menunjukkan bahwa metformin mengurangi indeks massa tubuh sebanyak 1,42 kg/m2 (95% CI 0,83–2,02) pada pasien anak-anak obesitas tanpa diabetes.[16]

Pasien Psikiatri dengan Obesitas

Pemberian antipsikotik tipikal atau atipikal pada pasien psikiatri sering menyebabkan efek samping perubahan metabolik seperti peningkatan resistensi insulin, hiperglikemia, dan disfungsi metabolik. Efek samping ini, bersama dengan peningkatan berat badan yang berlebih, dapat memengaruhi ketaatan pasien mengonsumsi antipsikotik.[17,18]

Suatu meta analisis yang meneliti 195 literatur menyimpulkan bahwa penggunaan metformin menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan dibandingkan dengan pemberian plasebo pada pasien nondiabetik yang diberikan obat antipsikotik.[17]

Pada grup pasien yang mengalami peningkatan berat badan >10% setelah pemberian antipsikotik, terjadi penurunan berat badan 7,5% (95% CI 2,9–12,0) setelah pemberian metformin. Meta analisis lainnya menemukan bahwa pemberian metformin dapat mengurangi berat badan atau menghindari peningkatan berat badan pada pasien yang menggunakan antipsikotik, terutama yang mengalami psikosis episode pertama.[18]

Terdapat pula penelitian lain yang menyatakan bahwa metformin memberikan hasil penurunan berat badan >7%, yang merupakan jumlah penurunan berat badan yang signifikan secara klinis. Metformin ditoleransi dengan baik dan pasien menunjukkan adherence yang baik terhadap pengobatan ini.[19]

Kesimpulan

Metformin adalah obat antidiabetik yang memiliki pengaruh penurunan berat badan yang ringan pada pasien nondiabetik, seperti pada pasien obesitas, pasien gangguan psikiatri yang menggunakan obat antipsikotik, dan pasien sindrom ovarium polikistik.

Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan mengenai keamanan jangka panjang penggunaan metformin untuk indikasi ini. Dokter perlu mengingat bahwa perubahan gaya hidup dan pengobatan penyakit komorbid masih merupakan manajemen lini pertama untuk obesitas. Obat penurun berat badan digunakan sebagai terapi ajuvan.

Metformin memiliki efek samping yang minimal dan berbiaya relatif murah, sehingga penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk mengonfirmasi apakah obat ini dapat digunakan untuk menurunkan berat badan pada pasien nondiabetik.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi