Penatalaksanaan Cushing Disease
Penatalaksanaan utama pada Cushing disease adalah tindakan pembedahan. Medikamentosa digunakan sebagai terapi lini kedua dan diberikan apabila pembedahan tidak berhasil.
Pembedahan
Pembedahan transsfenoidal merupakan terapi lini pertama pada Cushing disease.
Pembedahan Transsfenoidal
Pembedahan transsfenoidal untuk mengangkat tumor pituitari merupakan terapi utama dalam tata laksana Cushing disease. Terapi ini bersifat kuratif dan memiliki risiko kecil untuk terjadi komplikasi dan hipopituitarisme.
Pasien dapat dikatakan telah mencapai remisi apabila kadar ACTH dan kortisol ritme sirkadian normal serta kadar kortisol yang ditekan setelah tes supresi dexamethasone dosis rendah atau tes tes supresi dexamethasone overnight. Tingkat remisi hiperkortisolisme setelah pembedahan adalah 60–90% pada mikroadenoma dan 50–70% pada makroadenoma.[2,4,13]
Adrenalektomi Bilateral
Adrenalektomi bilateral dilakukan apabila terjadi hiperkortisolisme berat, keadaan hiperkortisolisme yang perlu diturunkan segera, atau Cushing disease yang refrakter terhadap seluruh terapi, baik bedah transsfenoidal maupun medikamentosa. Terapi ini dapat menurunkan hipersekresi kortisol pada banyak kasus. Tes desmopressin yang tidak responsif setelah tindakan menunjukkan pengangkatan tumor komplit dan rendahnya kemungkinan rekurensi[2,4,13]
Akan tetapi, pasien postbilateral adrenalektomi membutuhkan terapi penggantian hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid seumur hidup. Peningkatan risiko terjadinya komplikasi mengancam nyawa, seperti krisis adrenal dan sindrom Nelson juga harus diperhatikan. Pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pencitraan seumur hidup umumnya diperlukan.[13]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa dilakukan pada beberapa kondisi, yaitu apabila bedah transsfenoidal tidak berhasil, gambaran pituitari yang kurang terlihat pada MRI otak, menunggu teknik radiasi sampai efektif, dan pendekatan kasus karsinoma pituitari. Prinsip medikamentosa pada Cushing disease adalah menurunkan sintesis dan sekresi kortisol, melakukan blok reseptor glukokortikoid, atau menyekresi inhibitor ACTH.
Inhibitor Steroidogenesis
Inhibitor steroidogenesis merupakan terapi Cushing disease yang dapat menurunkan hiperkortisolemia. Ketoconazole dan metyrapone merupakan pilihan terapi inhibitor steroidogenesis yang paling sering digunakan. Berikut ini merupakan beberapa pilihan inhibitor steroidogenesis:
Ketoconazole:
Selain digunakan pada infeksi fungal sistemik, ketoconazole juga ditemukan memiliki efek inhibisi pada steroidogenesis adrenal. Ketoconazole dapat menginhibisi enzim sitokrom p450 171-hidroksilase, 20,22-desmolase, 11β-hidroksilase, 17,20-desmolase, dan 18-hidroksilase. Dosis awal ketoconazole yang disarankan dalam keadaan hiperkortisolisme adalah 400 mg dan dapat ditingkatkan sampai 1.600 mg/hari dengan pemberian 2–3 kali sehari. Dosis ketoconazole untuk inhibisi steroidogenesis lebih tinggi daripada dosisnya sebagai antifungal, yaitu 200–400 mg sehari.
Metyrapone:
Metyrapone merupakan obat inhibitor steroidogenesis dengan cara menginhibisi selektif 11β-hidroksilase dan 18-hidroksilase. Dosis yang disarankan pada Cushing disease adalah 750–1.000 mg terbagi dalam tiga kali pemberian. Salah satu efek samping dari metyrapone adalah penurunan kadar kortisol dan aldosterone yang terlalu rendah sehingga menyebabkan peningkatan level ACTH, yang kemudian meningkatkan produksi kortisol berlebih dan melewati efek blokade obat.
Mitotane:
Mitotane merupakan agen adrenolitik yang memiliki efek toksik pada korteks adrenal. Obat ini dapat menginhibisi enzim steroidogenesis, seperti 20,22-desmolase, 11β-hidroksilase, 18-hidroksilase, dan 5α-reduktase. Inhibisi ini dapat menurunkan kadar kortisol dan androgen adrenal. Akan tetapi, efek toksik adrenal dari obat ini dapat menyebabkan nekrosis seluler pada adrenal. Dosis mitotane yang disarankan pada Cushing disease adalah 1,5 gram/hari dan ditingkatkan 1,5 gram/hari sampai dosis mencapai 6 gram/hari.
Etomidate:
Etomidate merupakan agen kemoterapi yang dapat menginhibisi enzim steroidogenesis, seperti 11β-hidroksilase dan 20,22-desmolase. Obat ini diberikan secara intravena dan memiliki cara kerja yang cepat. Dosis yang disarankan adalah 2,5 mg/jam atau 0,03–0,05 mg/kg/jam. Aksi sentral dari obat ini dapat menyebabkan beberapa efek samping, seperti sedasi, mioklonus, dan hipotensi.[2,4,13,18]
Antagonis Reseptor Glukokortikoid
Mifepriston merupakan obat antagonis reseptor glukokortikoid yang dapat mengontrol tanda klinis dari hiperkortisolisme. Obat ini sudah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai terapi sindrom Cushing dan intoleransi glukosa. Dosis yang disarankan adalah 300–1.200 mg/hari peroral. Penggunaan obat ini memiliki risiko tinggi akan terjadinya efek samping hipokalemia.[2,4,13]
Agen Penurun ACTH
Terdapat 2 jenis obat penurun ACTH yang dapat digunakan pada Cushing disease, yaitu:
Cabergoline:
Cabergoline merupakan agonis reseptor dopamine D2 yang umumnya digunakan sebagai terapi prolaktinemia. Studi menunjukkan bahwa 25% kasus Cushing disease dapat terkontrol dengan baik dengan terapi cabergoline dosis tinggi. Dosis yang disarankan adalah 1–7 mg/minggu peroral.
Pasireotide:
Pasireotide merupakan agen agonis reseptor somatostatin yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA sebagai terapi tumor pituitari. Dosis yang disarankan adalah 600 dan 900 μg 2 kali sehari dengan pemberian secara subkutan.[2,4,13]
Teknik Radiasi
Teknik radiasi telah banyak digunakan dalam terapi Cushing disease yang umumnya dilakukan apabila tidak berhasilnya tindakan pembedahan transsfenoidal pada pasien. Teknik radiasi dapat dilakukan dengan radioterapi terfraksi, yang digunakan pada tumor yang besar atau dekat dengan optik kiasma, dan radiosurgery stereotactic, seperti operasi Gamma knife, linear accelerator, cyberknife, dan terapi proton-beam.
Umumnya, radiosurgery stereotactic lebih dipilih karena risiko hipopituitarisme yang lebih rendah daripada radioterapi terfraksi. Terapi medikamentosa biasanya diberikan setelah prosedur untuk mengontrol hipersekresi kortisol sampai normal dan biasanya diberikan selama 2–5 tahun. Terapi medikamentosa glukokortikoid diperlukan pasien selama hidupnya setelah pembedahan dilakukan[2,4,13]