Puasa Ramadhan Saat Hamil dan Luaran Neonatal – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Sunita

Ramadhan During Pregnancy and Neonatal Health—Fasting, Dietary Composition And Sleep Patterns

Pradella F, Leimer B, Fruth A, et al. PLoS ONE, 2023. 18(2): e0281051. DOI: 10.1371/journal. pone.0281051

studilayak

Abstrak

Latar Belakang: Sebagian besar wanita muslim yang hamil di seluruh dunia menjalankan puasa Ramadhan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bulan Ramadhan di masa kehamilan berkaitan dengan dampak buruk terhadap kesehatan janin yang berlangsung sepanjang hidup. Meskipun demikian, bukti mengenai dampak terhadap luaran kelahiran masih belum pasti, dan penelitian sebelumnya tidak mempertimbangkan peran komposisi diet dan pola tidur selama bulan Ramadhan.

Studi ini secara sistematik mendokumentasikan gaya hidup ibu hamil selama bulan Ramadhan dan menilai apakah adaptasi pola diet dan tidur selama bulan Ramadhan, terlepas dari puasa ibu, berhubungan dengan luaran kesehatan neonatal.

Metode: Studi ini melaporkan hasil survei dari 326 muslim yang melahirkan bayinya di Mainz, Jerman, terkait dengan rekam medis ibu dan bayi di rumah sakit. Partisipan melaporkan puasa, komposisi diet, dan jadwal tidur di masa kehamilan selama bulan Ramadhan.

Hasil: Puasa selama kehamilan berkaitan dengan penurunan berat lahir bayi, terutama puasa di trimester pertama. Komposisi diet dan perubahan pola tidur tidak berkaitan dengan berat lahir bayi secara langsung. Meskipun demikian, komposisi diet selama bulan Ramadhan di luar jam puasa terlihat mempengaruhi kaitan antara puasa dan berat lahir bayi, yakni kaitan antara puasa dan berat lahir menghilang ketika ibu mengonsumsi diet tinggi lemak.

Kesimpulan: Temuan bahwa asupan makanan selama bulan Ramadhan berpotensi mempengaruhi kaitan antara puasa dan berat badan lahir adalah hal yang sangat relevan bagi ibu hamil yang ingin berpuasa dan petugas kesehatan yang merawat mereka, karena pilihan makanan di luar jam puasa sering kali relatif mudah untuk diubah. Ini adalah studi pertama yang memasukkan informasi tentang pola makan dan tidur ibu selama bulan Ramadhan, dan penelitian tambahan diperlukan untuk menilai peran nutrisi dan kelompok makanan tertentu terhadap luaran neonatus.

Portrait,Of,Pregnant,Woman,Refuse,To,Eat,Fast,Food,,Isolated

Ulasan Alomedika

Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama muslim, yang mana tentunya akan menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, termasuk pula ibu hamil. Meski begitu, beberapa penelitian terdahulu memprediksi bahwa dilahirkan pada bulan-bulan setelah Ramadhan menyebabkan hasil kesehatan kognitif dan fisik yang lebih buruk di kemudian hari, termasuk gejala penyakit jantung. penyakit paru, penyakit jantung koroner, diabetes, dan peningkatan angka kecacatan.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini mengikutsertakan semua ibu hamil yang melahirkan bayi tunggal di bangsal obstetrik di Jerman dan masa kehamilannya bertepatan dengan bulan Ramadhan. Ibu hamil dengan kehamilan multipel (bayi kembar) dieksklusi dari penelitian ini karena kehamilan multipel sendiri mempengaruhi luaran kelahiran, termasuk usia gestasi yang lebih rendah dan berat badan lahir rendah.

Sebanyak 326 ibu hamil diikutsertakan dalam penelitian ini, dengan 23 di antaranya dieksklusi karena 9 subjek tidak mengizinkan pengambilan data dari rekam medis, 8 subjek dengan kehamilan multipel, dan 6 subjek tidak dapat diambil datanya. Survei dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur menggunakan bahasa Jerman, Arab, Turki, dan Inggris untuk mengumpulkan informasi mengenai puasa, asupan diet, serta kebiasaan tidur selama bulan Ramadhan.

Selanjutnya, data survei dikaitkan dengan rekam medis pasien di rumah sakit. Sebelum penelitian ini dilakukan, kelompok peneliti telah melakukan studi pilot dengan 116 partisipan untuk menguji, merevisi, serta memvalidasi kuesioner yang telah disusun. Luaran yang dievaluasi pada penelitian ini adalah berat badan lahir. Luaran sekunder yang turut dianalisis adalah durasi kehamilan.

Ulasan Hasil Penelitian

Sebanyak 98 dari 326 subjek melaporkan menjalani puasa saat hamil. Dari 98 subjek tersebut, 47% di antaranya berpuasa selama > 20 hari dan dalam trimester 1 kehamilan. Berat badan lahir bayi dengan ibu yang berpuasa ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu tidak berpuasa. Bayi yang lahir dari ibu yang berpuasa pada trimester pertama memiliki berat badan lahir yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak berpuasa.

Pengaruh puasa 10-19 hari dan 20-29 hari terhadap berat badan lahir serupa. Sementara itu, pengaruh puasa 3-9 hari menunjukkan berat badan lahir bayi yang lebih rendah, namun tidak bermakna. Penambahan variabel penurunan durasi tidur dan konsumsi makanan manis pada model regresi tidak merubah besarnya kaitan antara puasa dan berat badan lahir. Analisis serupa pada usia gestasi sebagai variabel dependen juga tidak menunjukkan kaitan yang bermakna.

Kaitan antara puasa dan berat lahir hanya tampak pada ibu hamil yang mengubah asupan dietnya pada jam tidak berpuasa. Kaitan antara puasa dan berat lahir bayi rendah hanya didapatkan pada ibu hamil yang mengurangi atau tidak mengubah asupan makanan tinggi lemak mereka selama bulan Ramadhan. Peneliti juga mendapatkan adanya pengaruh konsumsi makanan manis, minum, dan tidur yang lebih sedikit terhadap berat badan lahir bayi.

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang menganalisis data mengenai bayi muslim yang dalam kandungannya bertepatan dengan bulan Ramadhan (yaitu dari konsepsi hingga kelahiran selama bulan Ramadhan). Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang cenderung mengikutsertakan ibu hamil pada akhir masa kehamilan. Data yang diambil dari rekam medis rumah sakit memungkinkan peneliti untuk mengklasifikasikan secara tepat paparan bulan Ramadhan dengan trimester kehamilan melalui pemeriksaan fisik.

Kelebihan lain dari penelitian ini mencakup survei dikaitkan dengan data medis rumah sakit, desain pengambilan sampel yang sistematik dan representatif, serta tingkat respons yang tinggi dalam survei (72%). Sampel ibu hamil pada penelitian ini serupa dengan data rata-rata penduduk Muslim di Mainz, yaitu 30% ibu hamil memiliki kualifikasi yang tinggi, dan 40% ibu bekerja sebelum cuti melahirkan.

Limitasi Penelitian

Penelitian ini memiliki jumlah sampel yang kecil, sehingga kekuatan bukti yang didapatkan juga rendah. Selain itu, peneliti tidak menjelaskan apakah penurunan berat badan lahir yang didapat pada hasil penelitian berpengaruh secara klinis, misalnya meningkatkan risiko neonatus berat badan lahir rendah ataupun meningkatkan risiko apnea atau kebutuhan rawat intensif pada neonatus.

Penelitian ini juga hanya merupakan studi observasional yang dilakukan secara retrospektif, sehingga tidak bisa memastikan adanya hubungan kausatif antara puasa Ramadhan dan luaran kehamilan. Metode ini juga menyulitkan dalam mengontrol faktor perancu yang bisa mempengaruhi hasil, misalnya kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum hamil, adanya penyulit kehamilan, tingkat aktivitas ibu, ataupun riwayat obstetri dan ginekologi ibu yang relevan.

Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah data mengenai asupan diet dan pola tidur hanya bisa didapatkan dari diari tentang rincian makanan dan pola tidur, sehingga tentunya ada kemungkinan bias. Selain itu, penelitian ini menyajikan data pada satu kohort kelahiran dan kaitan yang didapat bisa dipengaruhi oleh durasi puasa, yang mana penelitian dilakukan pada tahun 2017 dan durasi bulan Ramadhan tahun itu cukup panjang (18 jam).

Aplikasi Penelitian di Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim. Oleh sebab itu, rekomendasi puasa Ramadhan selama kehamilan merupakan topik yang sangat relevan dengan pasien-pasien di Indonesia. Sayangnya, bukti mengenai dampak puasa Ramadhan dan perubahan pola diet terhadap luaran kehamilan masih kurang, meskipun hal ini menjadi kekhawatiran banyak wanita dan populasi muslim di Indonesia, sehingga penelitian ini merupakan model penting yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Studi lebih lanjut dengan jumlah sampel lebih besar dan kondisi puasa Ramadhan yang lebih relevan dengan kondisi Indonesia, termasuk durasi puasa yang lebih pendek (±12 jam) dan makanan spesifik yang umum dikonsumsi saat bulan Ramadhan di Indonesia, masih diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih pasti bisa ditarik.

Referensi