Risiko Kehamilan pada Wanita dengan Penyakit Ginjal Kronis

Oleh :
Audric Albertus

Kehamilan pada wanita dengan penyakit ginjal kronis merupakan tantangan tersendiri. Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan risiko kehamilan, baik pada ibu, maupun pada janin. Sebaliknya, diagnosis penyakit ginjal kronis juga sulit ditegakkan pada wanita hamil akibat adaptasi fisiologis ginjal saat hamil.

Adaptasi Fisiologis Ginjal saat Hamil

Pada awal kehamilan, ginjal akan beradaptasi, baik secara fisiologis maupun anatomis. Hemodinamik dan struktural ginjal pada pasien akan menentukan bagaimana hasil adaptasi ginjal pada kehamilan.

Risiko Kehamilan pada Wanita dengan Penyakit Ginjal Kronis-min

Perubahan Hemodinamik dan Pembuluh Darah

Kehamilan dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang besar, di mana terjadi peningkatan volume darah dan cardiac output dalam tubuh ibu hamil. Penurunan resistensi vaskuler sistemik juga ditemukan pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan penurunan rerata tekanan arteri. Selain itu, peningkatan hormon vasodilator, seperti nitrit oksida dan relaksin, juga ditemukan pada ibu hamil.[1-3]

Perubahan Laju Filtrasi Glomerulus

Perubahan-perubahan fisiologis ini akan meningkatkan aliran plasma ginjal yang menyebabkan beban kerja ginjal meningkat drastik. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi, di mana laju filtrasi glomerulus (LFG) akan meningkat sampai 50%. Hiperfiltrasi glomerulus ini dapat dilihat secara klinis dengan adanya penurunan level serum kreatinin.

Selain itu, hiperfiltrasi glomerulus dan perubahan permeabilitas glomerular dihipotesiskan mengakibatkan adanya protein dalam urin dengan batas normal 300 mg dalam 24 jam. Perubahan anatomis berupa dilatasi kaliks dan pelvis ginjal, serta ureter diduga terjadi karena adanya peran pembesaran uterus dan efek relaksasi otot polos oleh hormon progesteron.[1-3]

Diagnosis Penyakit Ginjal Kronis pada Kehamilan

Perubahan fisiologis ginjal juga akan mempersulit diagnosa penyakit ginjal kronis yang belum diketahui pada pasien. Perubahan serum kreatinin dan terdapatnya proteinuria membuat klinisi sulit menentukan gangguan ginjal pada ibu hamil. Sampai sekarang, tidak ada panduan khusus untuk diagnosis penyakit ginjal kronis (PGK) pada kehamilan.

Diagnosis PGK pada umumnya menggunakan klasifikasi dari Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI), di mana diagnosis PGK dibagi menjadi 5 kategori berdasarkan hasil estimated glomerular filtration rate (eGFR) pasien, yang bisa dilihat pada tabel 1.[5]

Tabel 1. Stadium Penyakit Ginjal Kronis

Stadium Deskripsi GFR (mL/min/1,73 m2)
I Kelainan morfologi atau fungsi renal dengan GFR normal atau meningkat ≥ 90
II Kelainan morfologi atau fungsi renal dengan penurunan GFR ringan 60 – 89
III Penurunan GFR sedang 30 – 59
IV Penurunan GFR berat 15 – 29
V Penyakit ginjal tahap akhir < 15 (atau dependen dialisis)

Sumber: dr. Audric A, Alomedika. 2018.

Penentuan eGFR dapat menggunakan formula Cockroft-Gault, Modification of Diet in Renal Disease, dan Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration (CKD-EPI). Akan tetapi, terdapat studi yang menunjukkan bahwa hasil ketiga formula ini tidak akurat pada kehamilan. Penilaian fungsi ginjal lebih disarankan dilakukan menggunakan konsentrasi serum kreatinin.[4–7]

Diagnosis secara histologis, dengan tindakan biopsi renal, dapat mendiagnosis PGK, akan tetapi pemeriksaan ini bersifat invasif dan sampai sekarang juga masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, studi lebih lanjut dibutuhkan untuk menemukan cara mendiagnosis PGK pada kehamilan dengan mudah dan akurat.[4-6]

Pengaruh Penyakit Ginjal Kronis terhadap Kehamilan

Pada ibu hamil dengan penyakit ginjal kronis, struktur dan fungsi ginjal sudah mengalami kerusakan, sehingga ginjal tidak dapat beradaptasi dengan kehamilan seperti umumnya. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi kehamilan yang menyebabkan risiko outcome kehamilan yang lebih buruk, baik pada ibu maupun janin.

Komplikasi pada Ibu

PGK pada ibu hamil dapat menyebabkan beberapa komplikasi pada ibu. Sebuah studi metaanalisis dari Cina menunjukkan bahwa kehamilan dengan PGK dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia sampai 10 kali lipat.

Studi Singh et al. juga menemukan sekitar 37% ibu hamil dengan PGK mengalami preeklampsia. Terjadinya preeklampsia ditemukan bergantung pada tipe penyakit ginjal yang menyebabkan PGK, di mana kejadian lebih sering terjadi pada ibu dengan penyakit nefropati IgA, nefropati diabetes, dan nefritis lupus.[8–11]

Komplikasi pada Janin

Selain berdampak pada ibu, keberadaan PGK juga dapat menimbulkan komplikasi pada janin.

Kecil Masa Kehamilan:

Komplikasi yang umum ditemukan adalah terjadinya kecil masa kehamilan (KMK), di mana PGK ditemukan dapat meningkatkan risiko KMK sebesar 3 kali lipat. Kejadian KMK ditemukan terjadi pada 35% neonatus dan lebih sering terjadi pada PGK stadium akhir.

Lahir Prematur:

Selain itu, sekitar 13% kejadian lahir prematur terjadi pada ibu hamil dengan PGK. Penemuan ini didukung oleh studi Piccoli et al., di mana studi ini menunjukkan bahwa ibu dengan PGK stadium satu dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur dan tindakan seksio sebesar 8,5 dan 2,7 kali lipat.

Risiko kelahiran prematur dilaporkan lebih meningkat pada PGK stadium lanjut. Pada ibu dengan makroproteinuria juga ditemukan lebih sering terjadi kelahiran prematur, dibandingkan dengan mikroproteinuria.[12,13]

Peningkatan Mortalitas Perinatal dan Neonatal:

Kehamilan dengan PGK juga dilaporkan memiliki tingkat mortalitas perinatal dan neonatal yang tinggi. Sekitar 8–15% kematian dalam kandungan, neonatal, dan perinatal ditemukan pada kehamilan dengan PGK. Komplikasi bayi berat lahir rendah (BBLR) dan pertumbuhan janin terhambat (PJT) juga telah ditemukan pada beberapa studi.[14]

Keamanan Kehamilan pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis

Studi JM Davidson et al. menunjukkan bahwa ibu hamil dengan gangguan ginjal ringan, yaitu serum kreatinin/SCr ≤ 1,4 mg/dl, memiliki prognosis kehamilan yang baik, di mana lebih dari 95% bayi lahir hidup dan 75% bayi lahir dengan status gizi normal.

Hasil yang berbeda ditunjukkan pada ibu dengan gagal ginjal sedang, yaitu SCr ≥ 1,4–2,8 mg/dl, dan berat, yaitu SCr ≥ 2,8 mg/dl. Prognosis kehamilan ditemukan semakin buruk seiring dengan semakin beratnya tingkat kerusakan ginjal. Selain tingkat kerusakan ginjal, terdapatnya hipertensi pada pasien juga dihubungkan dengan outcome yang lebih buruk.

Studi-studi di atas menunjukkan bahwa prognosis kehamilan ditentukan oleh tingkat keparahan penyakit ginjal kronis yang dialami oleh pasien. Perhatian khusus diperlukan terutama pada ibu hamil dengan PGK stadium lanjut.[15–17]

Penanganan Ibu Hamil dengan Penyakit Ginjal Kronis

Peran dokter spesialis kandungan, nefrologi, urologi, dan neonatologi diperlukan pada ibu hamil dengan PGK stadium lanjut. Namun, dokter fasilitas primer diperbolehkan untuk melakukan penanganan awal ibu hamil dengan PGK stadium awal, yaitu stadium I–II. Penanganan menyeluruh dibutuhkan pada ibu hamil dengan PGK, baik sebelum, selama, dan setelah kehamilan.[4,17]

Sebelum Kehamilan

Pada ibu dengan PGK yang ingin melakukan rencana kehamilan wajib dilakukan edukasi mengenai risiko dan prognosis pada ibu maupun janin. Konseling kontrasepsi dapat diberikan pada ibu yang ingin melakukan penundaan kehamilan. Pada ibu yang ingin melakukan rencana kehamilan, pemeriksaan tekanan darah, gula darah, dan urin diperlukan untuk mengetahui dan menatalaksana komorbid pada pasien.

Selain itu, penanganan pada penyakit dasar, seperti lupus nefritis, diperlukan sampai mencapai stabilitas dengan waktu minimal 6 bulan sebelum konsepsi. Evaluasi mengenai obat-obatan yang digunakan pasien juga diperlukan. Beberapa obat imunosupresan, seperti prednisolon dan azathioprine, diperbolehkan digunakan pada kehamilan dengan perhatian khusus.

Pemberian asam folat 400 μg dapat diberikan setiap harinya sampai umur kehamilan 12 minggu. Pemberian aspirin dosis rendah (50–150 mg/hari) sebagai profilaksis preeklampsia juga direkomendasikan, terutama pada ibu hamil dengan lupus eritematosis sistemik (SLE) dan/atau hipertensi.[4,17]

Saat Kehamilan

Monitor kehamilan dengan perhatian khusus diperlukan untuk ibu hamil dengan PGK. Pemeriksaan rutin, seperti urin, tekanan darah, fungsi ginjal, darah lengkap, dan ultrasonografi dapat dilakukan seperti umumnya kehamilan normal. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih rutin seiring dengan perkembangan kehamilan, atau jika ditemukan komplikasi. Rekomendasi tekanan darah pada pasien PGK yang hamil adalah kurang dari 135/85 mmHg.[4,7,17]

Pemberian antihipertensi sebaiknya dilanjutkan selama kehamilan, kecuali jika tekanan darah sistolik dapat dijaga dibawah <110 mmHg, dan diastolik <70 mmHg, atau jika ada hipotensi simtomatik. Obat-obatan yang disarankan adalah labetalol, nifedipine dan methyldopa.[7]

Risiko preeklampsia dan PJT dapat diketahui dengan pemeriksaan aliran darah arteri uterina pada umur kehamilan 20–24 minggu menggunakan ultrasonografi Doppler. Waktu persalinan yang tepat untuk ibu hamil dengan PGK sampai sekarang masih membutuhkan studi lebih lanjut. Akan tetapi, apabila terdapat perburukan kondisi ibu maupun janin maka persalinan dilakukan secepatnya.[4,17,18]

Perawatan Postpartum

Perubahan fisiologis kehamilan membutuhkan waktu sampai lebih dari tiga bulan. Klinisi perlu untuk tetap mengevaluasi keadaan ibu, seperti cairan, tekanan darah, dan fungsi renal. Menyusui bayi sangat disarankan untuk ibu hamil dengan PGK, terutama pada kelahiran prematur.

Kebanyakan obat imunosupresan dan antihipertensi sudah dinyatakan aman digunakan pada saat menyusui. Penggunaan takrolimus dan siklosporin pada saat menyusui juga ditemukan memiliki eksposur minimal pada bayi. Namun, konseling menyusui tetap diperlukan, terutama pada ibu yang menggunakan obat-obatan jangka panjang.[19]

Kesimpulan

Kehamilan dengan penyakit ginjal kronis (PGK) sampai sekarang masih menjadi masalah bagi klinisi maupun pasien sendiri. Perubahan serum kreatinin dan adanya proteinuria pada kehamilan normal menyebabkan klinisi kesulitan mendiagnosis PGK pada ibu hamil. Ketidakakuratan kalkulasi eGFR pada kehamilan juga menambah kesulitan klinisi dalam menentukan tingkat keparahan kerusakan ginjal.

PGK pada kehamilan juga dapat menyebabkan komplikasi berat pada ibu dan janin, seperti preeklampsia, kelahiran prematur, kecil masa kehamilan (KMK), atau pertumbuhan janin terhambat (PJT). Namun, ibu hamil dengan gangguan ginjal ringan memiliki prognosis yang baik, sehingga kehamilan masih diperbolehkan pada pasien PGK walaupun dibutuhkan pengawasan ketat.

Keberhasilan penanganan kehamilan dengan PGK membutuhkan kerja sama antara dokter umum, spesialis, dan pasien sendiri. Tata laksana menyeluruh pada pasien yang disertai dengan kesadaran pasien mengenai penyakit yang diderita dapat memperbaiki outcome bayi maupun ibu. Studi lebih lanjut mengenai metode diagnosis, risiko, dan tata laksana khusus PGK pada kehamilan masih diperlukan.

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi