Pengaruh Konsumsi DHA Selama Kehamilan pada Aspek Kognitif Anak

Oleh :
dr.Lina Ninditya,Sp.A

Suplementasi DHA saat ini umum dikonsumsi selama kehamilan karena dinilai mampu meningkatkan kemampuan kognitif anak. Docosahexaenoic acid atau DHA merupakan salah satu asam lemak tak jenuh rantai panjang. Banyak penelitian menyatakan bahwa DHA memberikan efek positif bagi kehamilan karena DHA mendukung perkembangan otak janin dan turut membantu perkembangan jangka panjang anak.[1,2]

DHA banyak terkandung dalam makanan laut, terutama salmon, tuna, kepiting, dan kerang. Namun, nyatanya, pemenuhan kebutuhan DHA pada populasi ibu hamil dinilai belum cukup oleh FDA. Berdasarkan survei, sekitar 21% wanita tidak mengonsumsi ikan selama kehamilan dan 75% wanita hanya mengonsumsi <115 gram ikan selama seminggu. Hal ini menyebabkan nutrisi yang diperlukan untuk perkembangan otak janin tidak terpenuhi.[1,2]

pregnant supplement

Kegunaan DHA dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Janin

Asam lemak tak jenuh rantai panjang seperti DHA dan AA (asam arakidonat) berperan penting untuk perkembangan saraf, termasuk untuk perkembangan kemampuan visual, kemampuan motorik, dan kemampuan kognitif. DHA diperlukan untuk pembentukan struktur dan fungsi otak janin in utero, yaitu untuk diferensiasi neural, sinaptogenesis, produksi neurotransmitter, dan transduksi sinyal di otak.[3,4]

Studi pada hewan dan manusia menemukan bahwa kandungan DHA pada membran saraf membantu maturasi astrosit korteks dan metabolisme glukosa. Tidak hanya itu, metabolit DHA juga memiliki efek protektif terhadap kerusakan akibat radikal bebas.[4]

Penelitian pada monyet dan tikus menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh rantai panjang dibutuhkan untuk perkembangan neurokognitif, terutama pada basal ganglia, hipokampus, thalamus, korteks precentral, dan korteks postcentral. Hal ini berpengaruh pada kemampuan sensorimotor dan memori. Selain itu, DHA dinilai dapat mengurangi risiko persalinan preterm dan berat badan lahir rendah.[5,6]

DHA terutama banyak dibutuhkan janin saat trimester akhir kehamilan, yaitu pada tahap lanjutan perkembangan otak dan retina. FDA merekomendasikan ibu hamil untuk mengonsumsi 226–340 gram ikan per minggu. Sementara itu, Kementerian Kesehatan Norwegia merekomendasikan asupan DHA sebanyak 200 mg per hari untuk ibu hamil dan ibu menyusui.[7,8]

Dampak Defisiensi DHA terhadap Janin

Pada periode kehamilan, jumlah DHA yang ditransfer dari ibu ke fetus melalui plasenta sangat tergantung pada asupan makanan ibu. Kadar DHA ibu akan terus menurun selama kehamilan karena penggunaan untuk perkembangan janin. Tanpa DHA yang cukup dari asupan makanan, ibu dan janin berisiko mengalami defisiensi DHA.[7,8]

Beberapa studi menyatakan bahwa kurangnya DHA dapat mengakibatkan penurunan fungsi motorik, kesulitan belajar dan kesulitan mengingat, serta peningkatan respons stres. Selain itu, defisiensi DHA dalam kehamilan juga dihubungkan dengan risiko persalinan preterm, intrauterine growth restriction (IUGR), dan berat badan lahir bayi rendah.[1,2,7,8]

Ada Tidaknya Manfaat DHA dalam Bentuk Suplementasi untuk Kemampuan Kognitif Anak

Uji klinis acak terkontrol dilakukan pada 271 ibu hamil untuk melihat apakah defisiensi DHA selama kehamilan memengaruhi perkembangan sistem saraf pusat anak. Pada studi ini, bayi dalam grup plasebo dilaporkan memiliki risiko gangguan perkembangan tajam penglihatan 2,5 kali lebih tinggi daripada bayi dalam grup DHA. Selain itu, bayi dalam grup plasebo memiliki risiko lebih tinggi untuk tidak mengerti kata-kata (OR 3,22) dan tidak menghasilkan kata-kata (OR 2,61) ketika mencapai usia 14 bulan.[9]

Namun, penelitian tersebut tidak menemukan perbedaan bermakna pada aspek kognitif anak yang ibunya mendapat suplementasi DHA antenatal dan yang tidak. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu adanya faktor perancu seperti nutrisi selama kehamilan dan stimulasi tumbuh kembang yang belum diperhitungkan.[9]

Uji klinis acak terkontrol lain oleh Gould, et al. pada 185 subjek juga menilai efektivitas pemberian suplementasi DHA selama kehamilan untuk atensi dan Working Memory and Inhibitory Control (WMIC). Studi ini juga tidak menemukan hubungan bermakna antara pemberian suplementasi DHA dan peningkatan atensi maupun WMIC anak setelah pemantauan selama 27 bulan. Namun, studi ini juga memiliki beberapa limitasi seperti jumlah sampel yang kecil dan adanya beberapa faktor perancu.[10]

Suatu meta analisis terhadap 69 uji klinis juga menilai efektivitas suplementasi DHA prenatal untuk mendukung perkembangan anak. Meta analisis ini juga melaporkan hasil serupa, di mana suplementasi DHA tidak memiliki efek terhadap tajam penglihatan, perkembangan bahasa, maupun fungsi kognitif anak.[11]

Temuan-temuan tentang suplementasi tersebut berbeda dengan temuan tentang efek asupan makanan kaya DHA terhadap perkembangan anak. Menurut studi kohort prospektif yang dilakukan oleh Oken, et al. terhadap 25.446 bayi, bayi yang lahir dari ibu yang mengonsumsi lebih banyak ikan saat hamil memiliki skor perkembangan yang lebih unggul pada usia 18 bulan. Skor perkembangan yang dimaksud mencakup kemampuan menulis, menggambar, berkata-kata, dan mengikuti perintah.[12]

Kesimpulan

DHA merupakan salah satu asam lemak tak jenuh rantai panjang yang diperlukan untuk perkembangan otak janin. DHA dilaporkan dapat meningkatkan diferensiasi neural, sinaptogenesis, produksi neurotransmitter, dan transduksi sinyal otak.

Suplementasi DHA pada kehamilan diduga bermanfaat untuk perkembangan kognitif anak. Namun, bukti klinis yang ada saat ini belum dapat membuktikan dugaan tersebut. Berbagai studi menyatakan bahwa suplementasi DHA tidak memiliki efek bermakna untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak. Namun, kekurangan DHA memang dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan otak dan ketajaman visual.

Untuk saat ini, asupan DHA dari makanan tetap diutamakan. Namun, suplementasi DHA mungkin dapat bermanfaat pada ibu dengan risiko gangguan nutrisi. Penelitian lebih lanjut mengenai dosis suplementasi DHA yang tepat diberikan selama kehamilan masih diperlukan, terutama penelitian dengan metode yang lebih baik dan jumlah sampel yang lebih besar.

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha

Referensi