Terapi Insulin Sliding Scale: Masih Adakah Tempat dalam Tata Laksana Hiperglikemia?

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Hingga saat ini, metode pengaturan kadar glukosa darah dengan sliding scale masih digunakan dalam tata laksana hiperglikemia, terutama pada perawatan pasien rawat inap. Sebenarnya terapi insulin sliding scale dipopulerkan oleh Joslin pada tahun 1934. Suatu penelitian mengenai penggunaan insulin oleh klinisi pada pasien non kritis melaporkan penggunaan metode sliding scale mencapai 30%, walaupun telah ada berbagai pedoman praktis klinis terbaru untuk mengurangi penggunaan metode ini.[1,2]

Sekilas Mengenai Metode Sliding Scale

Metode sliding scale adalah metode dimana insulin kerja pendek digunakan dan diberikan dengan peningkatan dosis secara progresif yang disesuaikan dengan kadar glukosa darah. Umumnya, insulin diberikan secara subkutan, walaupun pemberian secara intravena dapat ditemukan di beberapa pusat layanan kesehatan.[3]

insulintherapycomp

Salah satu penyebab teknik sliding scale masih digunakan adalah kemudahannya. Dosis insulin yang dipakai disesuaikan dengan kadar glukosa darah sewaktu, sehingga tidak diperlukan pemantauan kadar glukosa darah yang ketat. Selain itu, untuk mencegah risiko hipoglikemia, sebagian besar klinisi enggan untuk memberikan insulin kerja panjang sebagai langkah preventif.[3]

Metode sliding scale juga masih dipakai karena klinisi menganggap metode ini memiliki risiko hipoglikemia yang rendah.[5]

Kekurangan Metode Sliding Scale

Menurut Ambrus dan O’Connor, koreksi disglikemia dengan teknik sliding scale kurang efektif karena tidak sesuai dengan fisiologi keseimbangan glukosa darah yang melibatkan sekresi insulin basal untuk menekan glukoneogenesis hepar dan peningkatan produksi insulin setelah konsumsi makanan. Hal tersebut membuat kadar glukosa darah sulit mencapai target optimal, sekalipun pemberian sliding scale dikombinasi dengan obat hipoglikemik oral.[3,4]

Sebuah studi yang membandingkan pemberian regimen basal bolus dengan sliding scale menunjukkan bahwa risiko hipoglikemia, hiperglikemia, dan efek samping lain serupa antara kedua metode. Namun, hasil pengukuran kadar gula darah puasa didapatkan lebih baik pada kelompok regimen basal bolus.[5]

Studi lain juga menunjukkan bahwa pasien yang mendapat regimen basal bolus memiliki kontrol glukosa darah yang lebih baik dibandingkan pasien yang mendapat sliding scale.[6]

Ulasan sistemik oleh Lozano et al pada tahun 2018 mempelajari berbagai uji klinik acak yang membandingkan metode sliding scale dengan strategi lain untuk kontrol glikemik pada peserta dewasa, yang melibatkan 1.048 pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap tidak kritis.[1]

Hasil studi menunjukkan bahwa strategi insulin basal-bolus dapat mengontrol glikemik jangka pendek dengan lebih baik, tetapi dapat meningkatkan risiko episode hipoglikemia berat. Studi ini tidak yakin strategi insulin mana yang terbaik untuk pasien diabetes melitus non-kritis yang dirawat di rumah sakit.[1]

Kapan Metode Sliding Scale Dapat Dipilih

Hingga saat ini, sliding scale belum terbukti secara ilmiah efektif dalam skenario klinis tertentu. Ambrus dan O’Connor berpendapat bahwa pasien rawat inap yang memiliki risiko hiperglikemia, seperti pada pasien nondiabetes yang berisiko mengalami stress hiperglikemia atau pasien diabetes mellitus yang tidak memiliki riwayat penggunaan insulin, mungkin dapat mendapatkan manfaat dari pemberian sliding scale.[3]

Lebih lanjut, mereka juga berpendapat bahwa teknik sliding scale dapat dipertimbangkan pada pasien yang memiliki risiko tinggi hipoglikemia, seperti pasien dengan riwayat operasi bariatrik. Namun, evaluasi kadar glukosa darah harus dilakukan secara menyeluruh dan berkala.[3]

Rekomendasi dari Pedoman Klinis

Pedoman klinis dari American Diabetes Association dan The American Association of Clinical Endocrinologist tidak merekomendasikan penggunaan metode sliding scale insulin sebagai monoterapi jangka panjang pada pasien hiperglikemia yang dirawat inap. Pedoman yang ada lebih mendukung penggunaan insulin basal bersama insulin koreksional, serta dapat ditambahkan insulin nutrisional pada pasien dengan asupan oral yang baik.[3,7,8]

Pendekatan dasar yang disarankan untuk menentukan dosis awal insulin adalah dengan menghitung dosis total insulin harian berdasarkan berat badan. Setengah dari dosis tersebut dapat diberikan dengan insulin basal, dan sisanya diberikan bersama makanan dan insulin koreksional untuk mengoreksi hiperglikemia sebelum makan.[3,7,8]

Kesimpulan

Penggunaan insulin dengan metode sliding scale saat ini masih digunakan, terutama pada pasien dengan disglikemia walaupun efikasinya tidak didukung oleh pedoman klinis dan bukti ilmiah. Metode ini sering digunakan karena dianggap mudah dan memiliki risiko hipoglikemia yang rendah.

Namun, studi yang ada menunjukkan bahwa risiko hipoglikemia, hiperglikemia, dan efek samping lainnya tidak berbeda bermakna antara metode sliding scale dengan regimen insulin basal bolus. Bahkan, beberapa studi menunjukkan kendali glikemik yang lebih baik pada pemberian regimen basal bolus. Pedoman yang ada lebih mendukung penggunaan insulin basal disertai insulin koreksional, tetapi diperlukan penelitian yang lebih kuat untuk memastikan bukti yang membandingkan insulin sliding scale dengan insulin bolus basal.

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi