Pendahuluan Amniocentesis
Amniocentesis (amniosentesis) adalah prosedur diagnosis prenatal invasif yang digunakan untuk pemeriksaan kromosom janin. Pengambilan cairan amnion dibawah panduan ultrasound dilakukan untuk mendapatkan sel-sel janin. Amniosentesis umumnya dilakukan dalam pada trimester ke-2 yaitu pada usia kehamilan 15-20 minggu.[1,2]
Amniosentesis yang dilakukan pada trimester ketiga umumnya bertujuan untuk menilai tingkat perkembangan paru dan pemeriksaan infeksi pada janin. Amniosentesis yang dilakukan pada trimester pertama memiliki risiko keguguran jika di bandingkan dengan trimester kedua dan ketiga.[1,2]
Izetbegovic et al. (2019) melaporkan insiden kelainan kromosom pada janin berjumlah 90/1000 kelahiran. Pentingnya amniosentesis sebagai prenatal diagnosis memiliki tujuan pendeteksian kelainan struktural dan genetik janin. Amniosentesis dapat mendeteksi kelainan genetik pada bayi dari hasil ultrasonografi yang mencurigakan. Karena kelainan kromosom janin dapat dideteksi, hasil amniosentesis membantu wanita hamil dan keluarganya dalam persiapan persalinan dan masa depan bayi. Amniosentesis juga membantu dokter untuk membuat diagnosis yang akurat untuk perencanaan tata laksana lebih lanjut.[1,2]
Cairan amnion kemudian dikirimkan untuk analisa kromosom microarray (CMA), biokimia, dan studi molekuler. Hasil amniosentesis tidak bisa memprediksi semua kelainan kromosom, namun terdapat beberapa kelainan seperti sindrom down, sindrom Edward, dan sindrom patau yang dapat terdeteksi dari hasil pemeriksaan cairan amnion.[1-5]