Agregasi Protein Insolubel Berpotensi sebagai Patofisiologi Skizofrenia

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ

Studi terbaru menunjukan adanya agregasi protein tidak larut di otak pada sekelompok pasien skizofrenia, sehingga berpotensi berperan dalam patofisiologi skizofrenia. Pemahaman lebih mengenai penyebab dasar yang mendasari skizofrenia dapat membantu klasifikasi skizofrenia dengan lebih baik dan melakukan pengembangan terapi terbaru.

Proses patologi yang mendasari timbulnya gejala-gejala skizofrenia sangat luas. Abnormalitas konformasi dan solubilitas protein diperkirakan menjadi salah satu proses patofisiologi pada skizofrenia. Abnormalitas pada protein dan signaling yang merupakan kunci modulasi insolubilitas protein telah ditemukan pada otak pasien dengan skizofrenia, misalnya abnormalitas signaling dan protein ubiquitin.[1,2]

Agregasi Protein Insoluble Berpotensi sebagai Patofisiologi Skizofrenia-min

Kelainan solubilitas protein modulator merupakan marker terjadinya agregasi protein pada berbagai gangguan neurodegeneratif. Salah satu marker gangguan neurodegeneratif adalah adanya konformasi protein aberrant dan deposit protein tertentu. Adanya temuan agregasi protein pada otak pasien dengan skizofrenia mendukung hipotesis skizofrenia sebagai penyakit neurodegeneratif.[1,3]

Agregasi Protein Insolubel Pada Skizofrenia

Protein akan mengalami konformasi (folding) setelah terbentuk yang diperantarai oleh chaperone. Bila terjadi mutasi atau stres seluler (misalnya, akibat peningkatan temperatur, produksi reactive oxygen species, atau hipoksia), kesalahan proses folding dapat terjadi, sehingga protein mengalami agregasi karena protein menjadi sulit larut. Akan tetapi, ada juga proses lain yang bisa menimbulkan hal ini.[4]

Insolubilitas protein sering kali merupakan akibat dari abnormalitas struktur tersier protein. Protein-protein yang diekspresikan secara aberrant atau mengalami kerusakan konformasi cenderung mengalami agregasi dalam sitoplasma dan menyebabkan kerusakan sel.

Beberapa hal dapat menyebabkan terjadinya protein tidak larut  (insoluble). Salah satu proses yang bisa menyebabkan protein insoluble adalah ubiquitinasi dan hal ini juga bisa disebabkan oleh adanya mutasi genetik. Mutasi pada genetik yang bisa menimbulkan agregasi protein dan diperkirakan berhubungan dengan skizofrenia adalah mutasi pada gen DISC1, NPAS3, TRIOBP-1, dan DTNBP1.[1,5-7]

Penelitian Xu et al. menemukan bahwa salah satu genetik gen dysbindin-1 (DTNBP1) bisa saling berinteraksi, sehingga cenderung untuk beragregasi di area perinuklear pada pasien dengan skizofrenia paranoid.[6]

Selain karena mutasi, agregasi protein pada penyakit neurodegeneratif juga bisa disebabkan oleh metabolit endogen. Metabolisme dopamin dapat menghasilkan beberapa metabolit oksidatif yang bisa menginduksi agregasi protein α-synuclein. Oleh karena itu, kondisi-kondisi yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (misalnya stres, adiksi, defisiensi zat besi, pengobatan dengan L-DOPA, atau skizofrenia) meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi protein.[8,9]

Penelitian oleh Trossbach et al. menemukan adanya interaksi antara protein yang dihasilkan gen DISC1 dengan aktivitas dopaminergik pada binatang coba. Mereka menemukan agregasi protein DISC1 transgenik pada area otak yang kaya dengan aktivitas dopamin (striatum dorsalis). Hal ini mendukung bahwa proses-proses yang diperkirakan mendasari patofisiologi skizofrenia tidak berdiri sendiri. Karena itu, interaksi antara berbagai faktor fenotipe, genetik, dan agregasi protein mempunyai efek yang tidak bisa dipisahkan dan saling terkait.[9]

Mekanisme Alami Tubuh Untuk Mencegah Agregasi Protein

Neuron memiliki mekanisme alami untuk mencegah terjadinya agregasi protein, yaitu melalui jalur molecular chaperon-assisted protein folding, ubiquitin–proteasome degradation dan lysosome-autophagy pathways. Bila sistem-sistem ini gagal untuk mendegradasi agregasi protein secara efisien, maka akan terbentuk kumpulan agregat di sentriol.[6,7]

Jalur selanjutnya untuk menyingkirkan agregat protein sepenuhnya (clearing) adalah melalui jalur autofagi, dimana protein yang telah ditangkap oleh jalur sebelumnya akan dihancurkan. Salah satu mekanisme autofagi untuk melakukan ini diperantarai oleh mTOR. Bila sistem autofagi mengalami kerusakan, perubahan aktivitas seluler dapat terjadi dan bahkan toksisitas.[2,10]

Sistem lain yang bertanggung jawab untuk proses degradasi protein adalah ubiquitin proteasome system dan ubiquitin like system. Gangguan pada sistem ini meningkatkan kemungkinan untuk terjadi agregasi protein. Kerusakan pada sistem ini juga telah dilaporkan pada pasien dengan skizofrenia.[2]

Sistem autofagi umumnya berperan untuk mendegradasi protein-protein berumur panjang dan tidak spesifik. Ubiquitin proteasome system digunakan untuk degradasi protein yang mengalami misfolding dan protein spesifik. Mekanisme kerja dua sistem ini saling melengkapi.[4]

Skizofrenia dan Agregasi Protein

Nucifora et al. dalam penelitiannya menemukan bahwa pada otak satu kelompok pasien skizofrenia mengalami peningkatan protein insoluble dan ubiquitinasi. Mereka juga menemukan bahwa peningkatan ini bukan disebabkan oleh paparan antipsikotik kronis.[1]

Analisa lebih lanjut menemukan bahwa protein-protein insoluble tersebut merupakan bagian dari jaras-jaras yang berhubungan dengan perkembangan sistem saraf dan axon target recognition (termasuk aksogenesis, neurogenesis, dan proyeksi neuronal). Hal ini didukung oleh hasil penelitian oleh Rubio et al,  bahwa proses yang mendukung timbulnya agregasi protein (ubiquitinasi) tidak dipengaruhi oleh paparan kronis anti psikotik.[1,2]

Akibat Agregasi Protein Insoluble di Otak

Sekuestrasi protein insoluble dapat menimbulkan gangguan pada berbagai jaras penting dan menimbulkan disfungsi neuron. Akumulasi protein insoluble pada axon target recognition dan jaras proyeksi neuron akan menyebabkan gangguan proyeksi dan koneksi neuron.[1]

Hal ini menyebabkan protein insoluble akan mengalami agregasi protein. Agregasi protein bisa merusak neuron maupun sel glia melalui mekanisme yang sama. Mekanisme ini diantaranya adalah kerusakan mitokondria, hambatan transpor aksonal, dan stres oksidatif. Hal ini didukung oleh penelitian oleh Xu et al. yang menemukan bahwa agregasi protein dysbindin mengganggu pertumbuhan neurit (proyeksi badan sel neuron).[4,6]

Mekanisme Transfer Agregasi Protein

Sebuah review oleh Chung et al. mengidentifikasi adanya bukti bahwa agregat protein yang terbentuk dalam satu sel bisa menyebar atau ditransfer ke sel lainnya, sehingga memperluas kerusakan sel. Mekanisme transfer yang disebut dengan mekanisme eksositosis dengan perantara exosome.[7]

Kombinasi antara agregasi protein dan transfer antar sel bisa menjelaskan secara parsial terjadinya deteriorasi pada pasien dengan skizofrenia yang terjadi seiring waktu. Zhu et al. dalam penelitiannya menemukan bahwa transfer antar sel agregasi protein DISC1 ternyata dipengaruhi oleh peningkatan kadar dopamin. Mereka juga menunjukkan bahwa dopamin bisa mendukung terjadinya agregasi protein DISC1.[11]

DISC1 adalah gen yang selalu berhubungan dengan skizofrenia. Agregasi protein DISC1 dilaporkan menimbulkan gangguan fungsi yang berhubungan dengan gangguan interaksi dengan ligand biologisnya (misalnya, NDEL1) atau terbentuknya interaksi baru yang disfungsional. Agregat protein DISC1 juga bisa mengganggu transpor intraseluler berbagai organel sel (misalnya mitokondria) dan menimbulkan gangguan patologis neuronal.[11]

Agregasi protein di otak juga bisa menyebabkan neurotoksisitas yang berupa kematian dan disfungsi neuron. Hal ini juga bisa menimbulkan disfungsi protein. Agregasi protein juga bisa mengganggu interaksi antar protein dalam neuron atau mengganggu fungsi dan transpor mitokondria. Proses-proses ini bisa meningkatkan kerentanan individu untuk mengalami skizofrenia. Adanya mekanisme transfer antar sel ini mendukung teori skizofrenia sebagai penyakit neurodegeneratif.[3,5,6]

Kesimpulan

Agregasi protein insoluble pada otak pasien dengan skizofrenia diperkirakan merupakan bagian dari patofisiologi skizofrenia, namun bukan etiologi pasti dari skizofrenia. Agregasi protein insoluble bisa digunakan untuk menerangkan proses patofisiologi pada salah satu kelompok pasien skizofrenia dengan karakteristik tertentu, misalnya skizofrenia paranoid. Akan tetapi, bukan pada seluruh spektrum skizofrenia.

Protein akan menjadi tidak larut atau insoluble oleh karena kerusakan konformasi protein. Kerusakan struktur tersier ini bisa disebabkan oleh stres seluler, mutasi genetik, atau aktivitas metabolit endogen. Insolubilitas protein akan menyebabkan protein mudah teragregasi.

Agregasi juga bisa dipengaruhi oleh kegagalan sistem clearing, baik melalui jalur autofagi maupun jalur ubiquitin-proteasome system. Mutasi genetik pada berbagai gen yang berhubungan dengan skizofrenia dilaporkan juga bisa menimbulkan agregasi protein.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa agregat protein juga dipengaruhi peningkatan aktivitas dopaminergik sebagaimana yang terjadi pada skizofrenia. Agregat protein juga bisa ditransfer dari satu sel ke sel lainnya dan proses transfer ini dipengaruhi aktivitas dopaminergik.

Agregasi protein bisa menimbulkan berbagai disfungsi neuron melalui berbagai mekanisme, seperti kerusakan mitokondria, gangguan transpor intraseluler, dan stres oksidatif. Disfungsi neuron dan penyebaran agregat melalui mekanisme transfer mendukung hipotesis skizofrenia sebagai gangguan neurodegeneratif.

 

 

Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli

Referensi