Penggunaan Coronary CT Angiography pada Angina Pektoris Stabil

Oleh :
dr.Farhanah Meutia, SpJP (K),FIHA

Evaluasi angina pektoris stabil pada pasien yang dicurigai mengalami penyakit jantung koroner dapat dilakukan menggunakan coronary computed tomography angiography (CCTA). Namun, mengingat adanya berbagai macam pemeriksaan noninvasif untuk penyakit jantung koroner, manfaat dan kapan CCTA dapat digunakan penting untuk diketahui klinisi.[1]

Sejak publikasi pertama mengenai rekomendasi pelaksanaan CCTA pada tahun 2009, perkembangan tekhnologi multi-detector row computed tomography (MDCT) meningkat pesat, terutama dalam hal kemampuan akuisisi gambaran jantung dan arteri koroner secara noninvasif, sehingga dapat mendukung identifikasi stenosis arteri koroner. [2] Beberapa meta analisis dan studi klinis acak terkontrol telah melaporkan akurasi diagnostik CCTA dengan 64-slice CT, berupa sensitivitas berkisar 93-97% dan spesifisitas 80-90% dalam mendeteksi obstruksi arteri koroner dibandingkan dengan angiografi koroner invasif.[1]

shutterstock_1022169592

Bukti Ilmiah Tentang Manfaat Penggunaan Coronary Computed Tomography Angiography pada Angina Pektoris Stabil

Pada tahun 2015, dipublikasikan studi PROMISE (Prospective Multicenter Imaging Study for Evaluation of Chest Pain) yang melibatkan 10.003 subjek studi untuk membandingkan coronary computed tomography angiography (CCTA) dengan tes fungsional seperti tes stres EKGnuclear stress testing, atau tes stres echocardiography. Hasil studi menunjukkan bahwa pasien kelompok CCTA memiliki kejadian infark miokard dan kematian 34% lebih rendah dibandingkan kelompok tes fungsional pada tahun pertama pemantauan, meskipun pada akhir masa studi tidak didapatkan signifikansi. Selain daripada itu, studi ini juga menemukan bahwa kelompok CCTA memiliki jumlah keperluan kateterisasi yang lebih rendah dibandingkan kelompok tes fungsional.[3]

Studi SCOT–HEART (Scottish Computed Tomography of the Heart) mencoba membandingkan luaran klinis antara pasien angina stabil yang mendapat terapi standar dan CCTA dengan yang mendapat terapi standar saja. Studi ini melibatkan 4.146 pasien dengan median pemantauan 4,8 tahun. Hasil studi menunjukkan bahwa pemberian terapi standar dan CCTA menghasilkan angka kematian karena penyakit jantung koroner atau infark miokard nonfatal yang lebih rendah, tanpa menimbulkan peningkatan kebutuhan tindakan angiografi koroner atau revaskularisasi koroner.[4]

Akurasi Diagnostik Coronary Computed Tomography Angiography

Dalam uji klinis CORE-320 (Combined Non-invasive Coronary Angiography and Myocardial Perfusion Imaging Using 320 Detector Computed Tomography) yang melibatkan 391 subjek, didapatkan bahwa CCTA memiliki sensitivitas yang lebih baik dibandingkan single-photon emission computed tomography (SPECT) myocardial perfusion imaging dalam mendeteksi pasien dengan stenosis ≥50% pada angiografi koroner invasif (0,92 vs 0,62).[5]

Studi EVINCI (Evaluation of Integrated Cardiac Imaging in Ischemic Heart Disease) juga mendapat hasil serupa. Studi ini menyebutkan bahwa CCTA memiliki sensitivitas 91% dan spesifisitas 92% dibandingkan SPECT myocardial perfusion imaging (sensitivitas 74% dan spesifisitas 73%) dalam mendeteksi penyakit arteri koroner signifikan.[6]

Meta analisis COME–CCT (Collaborative Meta-Analysis of Cardiac CT) oleh Haase et al, mencoba menilai apakah CCTA perlu dilakukan pada semua pasien yang diduga mengalami penyakit jantung koroner dan apakah performa diagnosis berbeda pada berbagai subgrup. Meta analisis ini mengikutkan 65 studi prospektif dengan jumlah total subjek 5.332 pasien. Hasil studi menunjukkan bahwa CCTA memiliki rerata sensitivitas sebesar 95,2% dan spesifisitas 79,2%. Performa CCTA dilaporkan tidak dipengaruhi oleh jenis dari angina pektoris, performa sedikit lebih tinggi pada pasien berjenis kelamin laki-laki, serta sedikit lebih rendah pada pasien usia tua.[7]

Penggunaan Coronary Computed Tomography Angiography Berdasarkan Pedoman Klinis

Berbagai pedoman klinis memasukkan coronary computed tomography angiography (CCTA) sebagai bagian dalam manajemen penyakit jantung koroner.

Pedoman ACCF/AHA/ACP/AATS/PCNA/SCAI/STS

Panduan yang dikeluarkan oleh American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines, and the American College of Physicians, American Association for Thoracic Surgery, Preventive Cardiovascular Nurses Association, Society for Cardiovascular Angiography and Interventions, and Society of Thoracic Surgeons, tahun 2012, menyebutkan bahwa CCTA mampu memberi visualisasi anatomik pembuluh darah koroner dengan gambar resolusi tinggi, serupa dengan angiografi koroner invasif. Pedoman ini menyebutkan bahwa CCTA lebih sensitif dalam mendeteksi obstruksi pembuluh darah koroner, utamanya jika diameter stenosis ≥70%. Namun, akurasi CCTA dalam menentukan besaran stenosis dapat terganggu jika ada kalsifikasi koroner yang tebal. Pemeriksaan ini juga memiliki tendensi untuk overestimasi keparahan lesi jika dibandingkan angiografi invasif.

Pedoman ACCF/AHA/ACP/AATS/PCNA/SCAI/STS merekomendasikan penggunaan CCTA pada penyakit jantung iskemik dalam keadaan:

  • CCTA dapat dipertimbangkan pada pasien dengan probabilitas pretest mengarah ke penyakit jantung iskemik dan memiliki setidaknya fungsi fisik moderat atau tanpa komorbiditas yang menyebabkan disabilitas (kekuatan bukti: B)
  • CCTA dipertimbangkan pada pasien dengan probabilitas pretest mengarah ke penyakit jantung iskemik rendah hingga intermediata yang tidak memiliki setidaknya fungsi fisik moderat atau memiliki komorbiditas yang menyebabkan disabilitas (kekuatan bukti: B)
  • CCTA dipertimbangkan pada pasien dengan probabilitas pretest mengarah ke penyakit jantung iskemik intermediata yang memiliki a) gejala berkelanjutan dengan temuan pemeriksaan normal, atau b) hasil inkonklusif berdasarkan tes stres farmakologi ataupun olah raga, atau c) tidak mampu menjalani tes stres dengan nuclear stress test atau tes stres echocardiography (kekuatan bukti: C)
  • CCTA dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi risiko pada pasien penyakit jantung iskemik stabil yang tidak mampu beraktivitas fisik untuk pemeriksaan, tetapi hasil EKG tidak dapat diinterpretasikan (kekuatan bukti: B)
  • CCTA tidak direkomendasikan untuk evaluasi risiko pada pasien penyakit jantung iskemik stabil yang mampu beraktivitas fisik untuk pemeriksaan, dan hasil EKG bisa diinterpretasikan (kekuatan bukti: C)
  • CCTA dapat bemanfaat bagi pasien sebagai pemeriksaan lini pertama untuk evaluasi risiko pasien dengan penyakit jantung iskemik stabil yang tidak mampu beraktivitas fisik untuk pemeriksaan, tanpa melihat kualitas interpretasi EKG (kekuatan bukti: C)
  • CCTA dapat bermanfaat untuk evaluasi risiko pada pasien dengan penyakit jantung iskemik stabil yang hasil tes fungsionalnya tidak bisa ditentukan (kekuatan bukti: C)
  • CCTA dapat dipertimbangkan untuk evaluasi risiko pada pasien dengan penyakit jantung iskemik stabil yang tidak mampu menjalani pemeriksaan stres pencitraan atau sebagai alternatif angiografi koroner invasif ketika tes fungsional mengindikasikan tingkat risiko sedang-berat dan anatomi koroner angiografi tidak diketahui (kekuatan bukti: C)
  • Penggunaan CCTA dan studi stres pencitraan lain secara bersamaan untuk evaluasi risiko pasien dengan penyakit jantung iskemik stabil tidak direkomendasikan (kekuatan bukti: C)[1]

Pedoman ESC

Panduan yang dikeluarkan oleh European Society of Cardiology (ESC) tahun 2019 mengenai sindrom koroner kronik mengeluarkan beberapa rekomendasi baru terkait pemeriksaan dasar penyakit jantung koroner. Terkait CCTA, ESC merekomendasikan:

  • CCTA direkomendasikan pada pasien penyakit jantung koroner simptomatik yang dengan pemeriksaan klinis saja tidak dapat mengeksklusi penyakit jantung koroner (rekomendasi kelas I)
  • Bila CCTA tidak dapat mendiagnosis, maka direkomendasikan dilakukan tes fungsional dengan pencitraan untuk deteksi iskemia miokard (rekomendasi kelas I)
  • CCTA dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dari angiografi invasif, bila pemeriksaan noninvasif lainnya memiliki hasil ekuivokal atau tidak dapat mendiagnosis (rekomendasi kelas IIa)
  • CCTA tidak direkomendasikan pada kalsifikasi koroner yang luas, irama jantung yang tidak teratur, obesitas yang signifikan, ketidakmampuan pasien untuk bekerja sama dalam menahan napas sesuai perintah pada saat pemeriksaan, atau faktor–faktor lain yang dapat mengganggu kualitas pengambilan gambar (rekomendasi kelas III)
  • CCTA juga tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin lanjutan pada pasien yang sudah terdiagnosis penyakit jantung koroner[8]

Perhatian Khusus pada Penggunaan Coronary Computed Tomography Angiography

Sebelum melakukan pemeriksaan CCTA, jangan lupa evaluasi hal-hal berikut:

  • Kehamilan atau kemungkinan kehamilan
  • Adanya kontraindikasi terhadap media kontras atau obat–obatan, termasuk obat yang dapat memperlambat denyut jantung misalnya nitrogliserin

  • Gangguan ginjal dan risiko contrast induced nephrotoxicity (CIN)
  • Penyakit aktif yang menyebabkan spasme bronkus, kardiomiopati hipertrofi, aorta stenosis berat, dan kontraindikasi beta bloker
  • Penggunaan obat–obatan seperti sildenafil, vardenafil, dan tadalafil
  • Penilaian kemampuan untuk menahan napas sesuai perintah
  • Berat badan dan tinggi badan
  • Penilaian kecepatan denyut jantung dan aritmia

  • Pengukuran tekanan darah bila diberikan beta bloker dan atau nitrogliserin[2]

Kesimpulan

Berbagai uji klinis dengan jumlah sampel yang besar dan meta analisis telah menunjukkan bahwa coronary computed tomography angiography (CCTA) memiliki akurasi yang tinggi dalam mengidentifikasi stenosis koroner pada pasien dengan angina pektoris stabil. Beberapa bukti ilmiah juga menunjukkan bahwa penggunaan CCTA berkaitan dengan luaran klinis yang lebih baik, misalnya kejadian infark miokard dan kematian yang lebih rendah. Dengan adanya berbagai bukti ini, cukup aman untuk merekomendasikan CCTA sebagai pemeriksaan inisial pada pasien dengan angina pektoris stabil.

Referensi